118. Setuju?

72 5 0
                                    

Ngieek!

Pintu besi terbuka.

Ichsan menyalakan saklar lampu, mematikan senter kepala.

Di sana lampunya lampu ultraviolet, maka tiga petunjuk terakhir langsung kelihatan. Campuran penetrant-developer (penembus-penimbul) bawaan karton itu, penembus saja, dan penimbul pendar ultraviolet yang disembunyikan Rav.

(Penembus)

Ran.

(Campuran bawaan)

Kau suka sama dia, kan?

(Penimbul)

Hanya dia, kan?

"Rav ini kerjanya bikin penasaran saja, ya?" Ichsan membentang karton itu di bawah layar tempat paparan radiasi sinar x, menekan tuas pengalir arus.

Benar apa kata Rav tadi.

Ah, seandainya Ichsan tidak terlalu penasaran tadi, pasti dia tidak akan menyesal sekarang.

Begitulah, penyesalan datang di akhir.

Petunjuk yang ditimbulkan lapisan tipis seng sulfida dan sinar x itu hanya terdiri dari tiga huruf, padahal.

Sudah jelas, itu bukan Rian.

Bukan juga Ian.

Atau Yan.

Tapi...

Tio.

Ichsan nyaris tidak percaya apa yang dilihat mata kepalanya sendiri.

Ran.

Kau suka sama dia, kan?

Hanya dia, kan?

Tio.

Tio.

Siapa Tio?

Secepatnya Ichsan menggulung karton kepengurusan kelas,

mematikan pemancar sinar x,

mematikan lampu ultraviolet,

keluar dari ruang bawah tanah,

menutup pintu besi,

menyusuri lorong bawah tanah,

keluar dari lorong bawah tanah,

mengunci pintu tingkap,

melepas baju anti radiasi.

Gerah.

Ichsan bergegas menemui Rav, membawa gulungan karton kepengurusan kelas dan kunci gembok yang tadi diberikan Rav.

Banyak hal menguasai pikirannya.

Kenapa dia kecewa sampai sejauh ini?

Memangnya Rian siapanya dia?

Adakah hubungannya dengan amnesianya?

"Benar kan apa kataku?" Rav berkata, seolah tahu apa yang Ichsan pikirkan.

"Setidaknya aku tidak memberi kesempatan bagi gagak utusanmu dan tikus kantor untuk mengambil dokumen lagi," Ichsan nyengir tidak simetris.

Berapa kali nyengir tidak simetris sepanjang cerita ini?

"Sekalipun demikian tidak ada gunanya," sangkal Rav. "Toh tujuanku bukan untuk menanamkan penyesalan itu,"

"Ya sudah," Ichsan beranjak dari bangku ruang tamu. "Aku balik dulu,"

"Tidak semudah itu, detektif," sela Rav. "Bagaimana kalau kita bakar saja karton ini? Setuju?"

Detektif Ichsan 6 : Detective's Hometown.Where stories live. Discover now