(10) Mencela Taqdir dan Tidak Ridha Terhadap Ketentuan Allah

2K 116 1
                                    

Diantara amalan aqidah yang diharamkan oleh Allah dan sering dilakukan oleh sebagian kaum wanita adalah tidak ridha dengan qadha' (ketentuan Allah). Dia beriman terhadap taqdir yang baik, sedangkan terhadap taqdir yang buruk, dia mengingkarinya. Dia rela dengan taqdir yang manis dan menggerutu terhadap taqdir yang pahit. Dari Jabir bin 'Abdillah r.a diriwayatkan bahwa ia berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

"Seorang hamba tidak dikatakan beriman sampai ia beriman kepada taqdir yang baik maupun yang buruk. Dan hingga dia mengetahui bahwa apa yang ditaqdirkan menimpanya, maka tidak akan pernah meleset, dan apa yang tidak ditaqdirkan menimpanya, maka tidak akan pernah menimpa". (Shahiih Sunani 't-Tirmidzii (II/227) (1743)

Kebanyakan yang menggelincirkan kaki manusia adalah berkaitan dengan penentangan terhadap taqdir, mencelanya, tidak ridha terhadapnya, mengeluh dan menyandarkan kezhaliman kepadanya. Jika suatu saat rezekinya seret, dia akan berkata, "Ini adalah bentuk kezhaliman. Dan adakah orang lain yang lebih baik dariku?" Jika dia melihat orang-orang pergi mencari rezeki lalu sukses, dia akan berteriak, "Duhai! Seandainya aku seperti mereka, niscaya aku akan mengalami kesuksesan yang gemilang!"

Jika dia melahirkan seorang anak perempuan, padahal yang diinginkannya adalah anak lelaki, dia akan berteriak histeris, "Ini adalah nasib buruk dan kezhaliman yang menyusahkan!"

Jika ada seorang kerabat atau yang dicintainya meninggal dunia, dia akan meratap, "Bukankah ada orang lain di dunia ini, dan bukankah ada orang yang hidup selain aku?"

Jika dia melihat ada seseorang yang tiba-tiba mendapatkan berbagai kenikmatan dunia, dia menganggap tidak ada hikmah dalam pemberian Allah tersebut. Lantas dia berkata, "Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada seseorang yang tidak berhak dan menghalangi orang yang semestinya lebih berhak untuk mendapatkannya" Diatas jalan inilah dia berjalan, selalu dalam keadaan mengeluh, terus-menerus mencela taqdir Allah. Bahkan bisa jadi, dia akan mengatakan bahwa tidak ada hikmah dan rahmat dalam ketentuan-Nya. Jika ia mau beriman den menginstropeksi dirinya, memperhatikan pemahamannya, bersabar dan selalu mengharap pahala dari-Nya, maka hal itu tentu lebih baik baginya, baik cepat maupun lambat.

Dari Zaid bin Tsabit r.a diriwayatkan bahwa ia berkata : aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

"Sekiranya Allah menghendaki untuk mengazab para penduduk langit dan bumi, niscaya Dia akan mengazab mereka, dan itu bukanlah bentuk kezhaliman Allah kepada mereka. Dan sekiranya Dia memberi rahmat kepada mereka, niscaya rahmat-Nya lebih baik bagi mereka daripada amal mereka sendiri. Jika engkau memiliki emas sebesar bukit Uhud yang engkau infaqkan di jalan Allah, niscaya amalanmu tidak akan diterima, sampai engkau mengimani taqdir secara keseluruhan, dan engkau mengetahui bahwa apa yang ditaqdirkan menimpamu, maka tidak akan pernah meleset, dan apa yang tidak ditaqdirkan menimpamu, maka tidak akan menimpamu. Jika engkau mati tidak dalam keadaan demikian, pasti engkau akan masuk neraka" (Shahiih Sunan Abii Daawud (III/890) (3699) dan Shahiih Sunan Ibni Maajah I/9) (62)

100 Dosa yang Diremehkan WanitaWhere stories live. Discover now