Mark pain

493 32 7
                                    

2020

Bau alkohol langsung menyerbu masuk ke dalam hidung Rose saat gadis itu berhasil membuka pintu bar di depannya. Menyambut kedatangannya yang kini membawa matanya untuk memindai ke seluruh penjuru ruangan tersebut.

Sebuah senyuman terbit, saat Rose akhirnya menemukan seseorang yang Ia cari dan kini Ia dekati perlahan dengan menggunakan kaki jenjangnya yang setia menapaki lantai marmer hitam dengan sneakersnya.

"Sorry, nunggu lama ya?" Lelaki yang awalnya menunduk langsung seketika mendongakkan kepala menatap dirinya sebelum menyulam senyuman di bibir merah yang terlihat mengkilap akibat terkena cairan.

"Ngga kok. Santai aja" Rose tersenyum sembari membawa pantatnya itu duduk di depan seorang lelaki yang sepertinya sudah sampai terlebih dahulu mengingat di depannya sudah terdapat satu botol whiskey setengah kosong.

"Minum?"

Rose menggeleng ketika lelaki di depannya menggoyangkan botol bening cokelat tua kepadanya "Gue ngga bawa supir" Lelaki itu mengangguk kemudian menuangkan isi botol tersebut kembali ke gelas kacanya.

Berbeda dengan Rose yang lebih memilih mengangkat tangannya memanggil pelayan untuk memesan wine dimana Ia tidak ingin nyawanya itu melayang karena menyetir di dalam keadaan yang tidak sadarkan diri.

Mengingat kalau Ia berani nekat, ada empat tangan yang mungkin bertanggung jawab atas kematiannya. Yang pertama tangan Tuhan, yang kedua tangan calon Suaminya, yang ketiga tangan kedua orang tuanya dan yang terakhir tangan Kakak kandungnya.

Jadi, lebih baik Rose memilih meminum isi dari botol panjang yang berisi larutan berwarna gelap yang kini tengah di antarkan seorang pelayan ke mejanya "Thank you" pelayan itu menunduk dan meninggalkan meja.

"How to relieve the pain?"

Rose tersentak "Hah?! Pardon me?" Seketika Ia memilih meletakkan botol anggurnya itu kembali ke meja sebelum satu tetes larutan berwarna merah tersebut sempat masuk ke dalam gelas beningnya.

"Is there any kind of method to heal the pain of being cheated on?" Rose terdiam dengan raut wajah yang begitu nanar menatap seorang lelaki yang kini tengah menegak secangkir cairan berwarna kuning emas.

"Mark, don't say that what's on my mind is true?"

Mark menghela nafasnya dengan pandangan yang kembali menunduk, tak sanggup menatap gadis yang ada di depannya "It sad but it was true"

"What the fuck is going on, Mark? How can it be?"

"Well, was it. How pitiful am I?" Rose masih tak percaya menatap seorang lelaki yang kini tengah tertawa, menertawakan diri sendiri. Terdengar begitu sumbang bahkan dapat mengiris hati setiap orang yang mendengarnya.

Tak butuh waktu lama untuk Rose yang kemudian segera berpindah tempat duduk di sebelah Mark, kemudian mengulurkan tangannya menepuk - nepuk bahu Mark. Berusaha memberikan kekuatan pada lelaki tersebut.

"Don't take a matter, Mark. I know it's really hurt. Tell me when you're ready. I'm here for you" Mark hanya terdiam dengan tangan yang kembali mengulur mengisi gelas kacanya tersebut dengan larutan alkohol kembali.

Rose yang melihat itu jadi ikut mengambil wine yang tadi tanpa berniat mengatakan apapun. Seakan Ia hanya ikut menemani Mark untuk melampiaskan segalanya dengan menenangkan hatinya. Mengusir segala pemikiran yang memenuhi otaknya.

Tatapan Rose sesekali mengarah pada lelaki yang masih saja terdiam di sebelahnya, Ia menjadi ikut miris melihat lelaki ini. Mengapa Mark harus ikut merasakan bagaimana rasanya mengalami kejadian menyakitkan tersebut?

BlissWhere stories live. Discover now