Like a finale

506 35 9
                                    



Terik matahari rasanya tidak ada apa - apanya jikalau dibandingkan dengan dua manusia yang kini betah menatap satu sama lainnya. Sorot tatap berapi - api kali ini terlihat pada masing - masing manik mata, berbarengan dengan bola ungu yang masih memantul pada aspal. Hingga tibalah satu titik bola itu meluncur mulus melewati ring.

"Fuck!"

Selaras dengan kata kasar itu, senyuman miring terbit di bibir Jevon selagi menangkap bola yang berhasil Ia lemparkan. Kedua matanya sontak menatap lelaki tak jauh darinya "So, this's the one Captain of basketball club?" 

"Loser"

"Ngga usah belagak lo. Kalau ngga karena Papi punya bakat di basket, lo ngga bakal kayak gini" Ia tak sama sekali peduli, mengedikkan bahunya acuh sebelum di beberapa detik kemudian dengan sigap Ia menangkap bola yang dilemparkan sedikit kasar dari sosok itu.

"You better button it"

Jevon menggiring bolanya kembali. Netranya sempat menangkap Jevan berapi - api seolah termakan setiap kata yang dilemparnya. Well, he got what he wanted for sure. Jevon kenal dengan sosoknya yang terlampau mirip seperti Nyonya besar di kediamannya ini. Sosok yang gampang terpancing amarahnya, membuktikan jika sumbu pendek yang ada di sana berhasil terbakar hanya karena potongan - potongan kata dari dirinya.

Pun Jevon tak bisa menahan kekehannya kala dirinya merasakan perangai Jevan yang telah masuk ke dalam perangkapnya. Lelaki itu seakan enggan kalah dengan dirinya, Jevan mengerahkan seluruh upayanya agar Ia semata - mata bisa menelan katanya mentah - mentah. Yet for the sake! Playing around with him would be the best ever.

"See? That Captain never failed to give the best"  Tawa ringan Jevon keluar, berbarengan dengan muka tengil khas Jevan yang berhasil mendahului beberapa point hingga membuat kesenjangan angka dari keduanya. Bahkan sedari beberapa menit yang lalu Jevon tiada henti dapat melihat senyum angkuh yang bolak balik lelaki itu hadiahkan untuknya.

"Arrogant"

"That's Abraham's thing"

Tawa Jevon meledak seketika. Okay, he wouldn't say no for that-right-thing-ever-said. Bahkan ngga perlu Jevon ribet - ribet untuk menjelaskannya karena telah terasa jelas sangat nyata alasan di balik itu semua.

Atensi Jevon kini tengah berkonsentrasi untuk dapat bola setelah entah berapa saat yang lalu, Ia mengalah mencoba memberikan peluang untuk dirinya tersebut bisa bermain tarik ulur dengan lelaki tersebut. Jevon tau, jika lawannya itu tak seimbang. He got perfect in every thing in sport, while Jevon just can get a perfect score in a few things. But he knows that focusing on a few things, could make him get more advantage than him. Don't ya?

Dengan mengandalkan otak dibandingkan emosi bak sifat lelaki tersebut, Jevon berhasil merebut bolanya. Kalau Jevan sudah berupaya keras, dan kali ini tampak lelah. Lain hal dengan Jevon yang baru mengeluarkan effortnya. Bola yang ada di tangannya tersebut sukses masuk ke dalam keranjang di atas tanpa melalui sama sekali rintangan.

"You have to push harder, don't ya?"

Kata - kata bagai terkesan merendahkan tersebut kini mendapatkan tatapan nyalang dari sang lawan "Fuck" pun dengan kata kasar yang membuat Jevon semakin bersemangat menantangnya. His nightmare is actually a good dream for him.

Sayangnya kebahagiaannya itu harus tersela ketika Ia mendengar panggilan untuk keduanya "Selamat siang Tuan Muda" dari jarak ini, Jevon dapat melihat sosok wanita tengah membukukkan badan hormat layaknya tak enak hati telah mengganggu kegiatan keduanya.

BlissUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum