Perfect Wife

1.1K 65 14
                                    


Januari 2023


Langkah kaki Rose yang semula begitu berhati - hati menuruni tangga, mendadak jadi semakin kencang ketika melihat sosok lelaki terduduk di sectional sofa, yang kini menjadi landasannya ketika Ia melemparkan dirinya ke sana.

Tawa renyah lelaki itu kian kencang kala Ia menyerbu paras tampan lelaki itu dengan beberapa kecupan. Merasa tak ingin kalah, Jeffrey kini turut berganti menempelkan bibir keduanya berkali - kali. Memicu tawa geli keluar dari bibirnya.

"Watch the place, please"

Kepala Rose sontak menoleh, mendapati Richard dengan tampang tak terima menatapnya begitu sinis "Kenapa emang? Dia udah jadi suami gue, jadi terserah dong kalau gue mau begini dimana aja. Asalkan ngga sampek make out aja"

"YA NGGA DI RUMAH GUE JUGA!!"

"Well, you're the one who invite us to be here" Rose mengangkat bahunya tak acuh, tanpa ingin beralih dari posisinya, bahkan mengundang kekehan pelan dari Jeffrey yang mengusak rambut pirangnya gemas.

Ngga lama, muncul seorang wanita ikut bergabung dan langsung ditarik ke dalam pangkuan Richard yang seolah balas dendam, lelaki itu membawa Wendy dalam sebuah ciuman. Tapi sayangnya, tak sama sekali dipedulikan sama Rose.

Rose memilih menolehkan wajah Jeffrey padanya, sibuk dengan dunia mereka sendiri. Menikmati waktu kebersamaan mereka yang eksistensinya semakin kesini kian jarang mereka dapatkan. Apalagi kini ada sosok lain yang juga membutuhkan perhatian darinya

"Ah, lo berdua belom liat hasil masterpiece gue kan?" Rose sontak kembali menoleh, diikuti dengan Jeffrey menatap ke arah Richard yang menunjukkan senyum miring dengan muka songgongnya.

"Please, follow my lead, Mrs. Abraham" Rose hanya memutar bola matanya malas. Kendati begitu Ia juga tetap berdiri, berjalan mengikuti Richard berbarengan dengan Jeffrey yang melingkarkan lengan di pinggang kecilnya.

Kakinya kembali menapaki undakan tangga di rumah baru bergaya victoria milik Richard. Beberapa hari lalu Rose mendapatkan telepon dari Kakak lelakinya yang memintanya untuk mengunjungi lelaki itu pake alasan jika sebagai adik yang baik, Ia harus mengunjunginya saat Kakaknya itu fix pindah kesini. Padahal Rose tahu jika maksud sebenarnya adalah Richard cuma pengen pamer.

Sebagai keturunan Orlando, Richard itu benar - benar memiliki selera sama seperti Papanya—Tuan Stefano Orlando terhormat—bahkan Rose yakin keduanya itu memiliki prinsip old but gold melihat barang - barang antik terpampang di setiap dinding juga rak - rak yang ada di sepanjang jalan. Ciri khas Richard yang sedari dulu memang suka mengumpulkan beberapa barang - barang jadul yang dulu bikin Rose suka ngga paham apa essencenya.

Selepas melewati lorong, Rose kini berakhir masuk ke dalam suatu ruangan di pojok yang membuat dirinya membuka sedikit membuka mulutnya "Wah, gila. Lo kayaknya emang udah next level akut kalau menyakut dugem"

Satu hal yang Rose ngga habis pikir adalah daripada turntable, walkman atau barang lawas yang lainnya. Richard lebih suka turntable modern—disc jokey—dimana maka dari itu lelaki itu membuat lounge serta diskotik versi mini di dalam ruangan tersebut. 

"It's just for remembering how I met pretty woman who's being the mommy of my daughter" Rose cuma menatap datar Richard yang mengecup pipi Wendy, membuatnya memilih membuang muka ke arah alat disc jockey.

"Lo masih bisa maininya, Bang? Gue ki—Aw!"

"Ngga usah pegang - pegang. Asal lo tau aja, Ini salah satu alat Dj yang sama yang dipake Calvin Harris dan cuma ada tiga doang di dunia. Lagian jaman sekarang lo ngga usah pake ini, pake software doang juga bisa"

BlissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang