Kesalahan Penulis Dalam Naskah Dan Mengirimkan Maskah

28 1 0
                                    

Berikut adalah Kesalahan yang Sering Dilakukan Penulis dalam Menuliskan Naskah dan Mengirim Naskah ke Penerbit:

1. Menuliskan kata-kata yang sama
Serangan kata yang sama. Seperti aku, dia, bahkan Anda.

Misal:
Aku menyibak tirai kamarku. Sorotan sinar menyilaukan mataku. Namun, aku tetap harus keluar dan beraktivitas seperti biasa. Aku tidak mau julukan malas terus dilekatkan padaku. Aku harus bisa berubah mulai detik ini.

Bisa diubah menjadi:

Aku menyibak tirai kamar. Sorotan sinar menyilaukan mata. Tetapi aku harus tetap keluar dan beraktivitas seperti biasa. Julukan malas yang selama ini terlekat harus terhapus. Aku harus berubah mulai detik ini.

Dalam satu paragraf, batasi penggunaan kata aku, ku, nya, dsb, menjadi maksimal 3. Memang awalnya akan agak sulit. Tapi jika kita sering berlatih, kita bisa menciptakan tulisan yang padat dan tidak boros serangan kata.

2. Kurang variasi kata
Hampir sama dengan kesalahan menuliskan kata-kata yang sama. Namun, ini lebih ke variasi kalimat.

Misal:
Pohon pisang itu cepat tumbuh. Orang dengan mudah dapat menanamnya dan memelihara, lagi pula petani tidak perlu memupuknya. Dia hanya menggali lubang, menanam, dan tinggal menunggu buahnya. Tanaman pisang memang tidak mau mati sebelum berbuah, sehingga di Sumatera Barat orang tua menasehati anaknya sebagai berikut, “Hai anakku, kalian harus mencontoh hidupnya pohon pisang, berbuah dulu, barulah mati.”

Bandingkan dengan paragraf di bawah ini:

Pohon pisang itu cepat tumbuh. Dapat ditanam dan dipelihara dengan mudah. Lagi pula tidak perlu dipupuk. Petani hanya menggali lubang, menanam, dan tinggal menunggu bebuah. Sehingga di Sumatera Barat, orang tua menasihati anaknya sebagai berikut, “Hai, anakku, contohlah hidupnya pisang. Berbuah dulu, barulah mati.”

(Contoh di atas diambil dari google, dengan perbaikan.)

Intinya, kita variasikan antara kalimat pasif dan aktif dalam satu paragraf. Di paragraf sebelumnya, hanya ada kalimat aktif, sehingga menimbulkan kejemuan kala dibaca.

3. Kalimat tidak efektif
Dikatakan juga sebagai kalimat bertele-tele. Kalimat tidak efektif membuat cerita terkesan dipanjang-panjangkan dengan paksa. Sama dengan mengulang kalimat yang sudah disampaikan di paragraf-paragraf sebelumnya dan memberi info yang sudah diberi tahu sebelumnya.

Contoh kalimat tidak efektif yang sering dipakai penulis:
 Masuk ke dalam
 Terdengar di telinga
 Melihat dengan mata
 Terdengar suara dering ponsel
 Melangkahkan kaki
 Berjalan dengan kakiku
 Semua anak-anak
 dsb

4. Menulis sambil mengedit
Ini sangat tidak dianjurkan. Selain memicu writer’s block, sebagian besar penulis yang melakukan ini TIDAK PERNAH bisa menyelesaikan karyanya. Tulis dulu ceritamu sampai selesai, diamkan selama beberapa hari, baru self editing. Mengapa harus didiamkan selama beberapa hari? Karena jika kita langsung mengedit, justru tidak akan menemukan kesalahan dalam cerita kita sendiri karena psikologi kita masih merasa puas setelah bisa menyelesaikan cerita tersebut. Para penulis senior melakukan ini dan tak jarang merombak cerita secara besar-besaran sebelum diserahkan ke penerbit.

5. Terlalu banyak karakter
Terlalu banyak karakter membuat cerita tidak konsisten. Hindari tokoh yang hanya muncul satu kali, atau tokoh yang tidak memberikan sumbangsih pada cerita.

6. Kata ganti yang tidak konsisten
Misalnya kita pakai tokoh aku, maka pakai aku sampai akhir cerita. Jangan tiba-tiba diganti saya atau gue. Ini yang lebih sering, ya? Penggunaan lo dan gue, tapi setting di Jawa Timur. Itu kurang tepat, karena remaja di Jawa Timur tidak menggunakan lo dan gue sebagai kata ganti.

7. Detail yang tidak penting
Kamu menggambarkan tokoh cerita sebagai seorang siswa berprestasi. Namun, sampai akhir cerita, tidak ada penjelasan tentang prestasi siswa tersebut.

Akan lebih baik jika begini: Tidak usah terlalu gamblang menyebutkan si tokoh adalah siswa berprestasi. Cukup dengan menyisipkan penjelasannya di suatu adegan atau narasi. Ini juga yang dimaksud, “gunakan lebih banyak show ketimbang tell”.

Sementara kesalahan umum yang dilakukan penulis ketika mengirimkan naskah ke penerbit adalah sebagai berikut:

1. Mengirim email tanpa salam pembuka dan hanya melampirkan file.
Ini tidak dianjurkan. Lebih baik gunakan pembuka yang sopan, misal:

Selamat siang, Kak. Berikut kami kirim naskah berjudul Aku Cantik untuk disertakan seleksi terbit gratis.

Terima kasih.

Cukup dengan kalimat sederhana, penerima email akan merasa senang. Kecuali jika memamg penerbit menghendaki naskahnya tidak perlu disertakan pembuka. 

Buat yang mau mengirim naskah ke mayor, jangan sekali-kali mengirim naskah dengan badan email kosong, ya? Untuk mayor, usahakan dengan pembuka yang bagus dan formal.

2. Terus menerus menanyakan kabar naskah.
Penerbit memiliki batas waktu sendiri-sendiri. Jika memang batasan waktunya 3 bulan, kamu bisa menanyakan nasib naskahmu 3 bulan setelah naskah terkirim. Jangan baru kirim, lantas sudah menanyakan naskahmu. Biasanya pihak penerbit malah akan langsung meng-skip naskahmu.

3. Enggan membaca buku-buku yang berkualitas
Ada yang bilang, apa yang kita baca akan mempengaruhi kualitas tulisan kita. Bacaan berkualitas bisa kita temukan di mana saja. Untuk cerpen, bisa membaca di koran atau majalah.

4. Selalu beranggapan bahwa naskah paling sempurna
Perasaan ini akan membuatmu malas melakukan self editing.

Inti yang paling penting, adalah memperbaiki etika di sosial media, mengingat sekarang penerbit juga mempertimbangkan sosial media calon penulisnya. Jalin hubungan yang baik dengan pembaca dan penulis lainnya.

Sumber: Meilettucia

Celengan PengetahuanTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon