Kata Siapa Jadi Penulis itu Susah?

18 0 0
                                    

Jadi penulis itu mudah. Apalagi jaman digital seperti sekarang. Kata Siapa Jadi Penulis itu Susah?

Mudah, pasti mudah.
Tak ada sesuatu yang tidak mungkin di dunia ini loh.

Imajinasi dan Menulis

"Imajinasi lebih penting daripada pengetahuan. Sebab, imajinasi tidak terbatas." (Albert Einstein)
Menurut sebagian besar orang, imajinasi merupakan khayalan dan salahsatu sifat manusia (bisa dikatakan) amat penting. Mengapa? Sebab, tidak sedikit orang-orang yang berprestasi ternyata buah dari 'imajinasi'. Lalu, berbagai pakar ilmu mengatakan bahwa imajinasi dan pengetahuan itu berbeda. Apabila imajinasi tidak dibatasi oleh apapun. Sementara, pengetahuan dibatasi oleh konsep, teori, serta membutuhkan langkah-langkah tertentu. Sebut saja para penulis di Indonesia mulai dari angkatan lama sampai saat ini seperti : Buya Hamka, H.B Yassin, Linus Suryadi Ag, Chairil Anwar, W.S Rendra, Umbu Landu Paranggi, Emha Ainun Nadjib, K.H Mustofa Bisri, Aprinus Salam, Abdul Wachid BS, Faruk HT, Suminto Sayuti dan lain sebagainya. Merekalah yang menjadi icon kesusastraan Indonesia yang akhirnya berkembang hingga ke berbagai daerah bahkan ke berbagai negara di dunia. Dan, imajinasilah yang mengawali proses kreatif mereka dalam berkarya.

Saya Punya Potensi?
Setiap pribadi manusia memiliki potensi dibidang masing-masing, sesuai dengan passion mereka. Siapapun dia! Apapun profesinya!
Secara umum, orang-orang akan lebih menghargai hal-hal yang berhubungan dengan struktural atau katakanlah 'formal', seperti : orang kaya (materi/ harta), orang yang memiliki profesi sebagai polisi, TNI, Dokter, Pegawai Negeri Sipil, Guru PNS, Pegawai kantoran, dan lain-lain yang mana mereka memiliki status sosial bergengsi di masyarakat. Alhasil, orang-orang yang tidak gila kekuasaan atau harta benda sudah pasti terpojokkan begitu saja. Sebab, kebanyakan orang akan menilai apapun dari fisiknya bukan dari hal lain yang lebih hakikat.
Nah, dari fenomena di atas kita akan lebih memahami keadaan dan bisa menyikapi secara cerdas dengan cara 'berimajinasi dan menulis'. Sebelum menulis, berimajinasilah. Dari situ akan lahir kepekaan-kepekaan lahir maupun batin.

Bagaimana Mengasah Kepekaan?
Cara yang paling sederhana dalam mengasah kepekaan yaitu dengan cara 'menulis diary'. Saya ambil contoh, seorang guru (honorer) di sebuah sekolah menengah atas yang memiliki kegelisahan. Baik menangani problem anak didiknya maaupun problem pribadinya. Maka dari itu, cara menyiasati kegelisahan-kegelisahan yang terjadi dalam dirinya yaitu dengan jalan menulis diary/ catatan harian. Dari tulisan-tulisan sederhananya itu lalu guru tersebut mengirim ke salahsatu media cetak (sekitar tahun 2006). Hasilnya? dimuat oleh media cetak (koran). Dari keisengan itulah menjadi kebanggaan yang tak ternilai harganya. Sehingga, mengakarlah dalam diri dan dia meyakini bahwa menulis itu menjadikan hidup bahagia serta tambah berharga.

Penyihir Kata

Seorang penulis sajak (selanjutnya disebut penyair) lahir dari kegelisahan; kecewa yang teramat; luka yang tak sembuh-sembuh; bimbang yang berkepanjangan; dan cita-cita yang tak kesampaian. Apakah masing-masing orang mempunyai cita-cita? Harapan untuk masa depan? Lalu, apakah penyair adalah sebuah cita-cita atau profesi?

Siapa yang disebut Penyair?
Penyair menurut KBBI adalah orang yang menulis syair (baik perempuan maupun laki-laki). Syair di sini merupakan syair lama atau pun modern (yang sekarang disebut puisi modern). Menurut beberapa referensi, syair lama masih menonjolkan rima abab, aabb, aaaa, dan seterusnya (sepadan dengan pantun). Selanjutnya puisi modern yaitu puisi yang mengacu dari puisi-puisi Sutardji Colzoum Bachri (Presiden Penyair Indonesia).
Sederetan nama muncul dari antologi puisi di berbagai daerah. Jalan puisi delalu dijadikan jalan sunyi sekaligus jalan kehidupan. Dan tidak sedikit juga penyair-penyair lahir dari media cetak (Koran). Menurut keyakinan mereka, ketika karya diakui secara nasional berarti harus dimuat (publish) oleh media cetak (koran). Sehingga, penyair-penyair yang lahir melalui media cetak memiliki proses kreatif yang berbeda dengan penyair yang lahir melalui antologi buku yang memang karena kedekatan melalui kawan/ komunitas. Dan, tidak sedikit pula karena kedekatan itulah mereka ingin populer di kanca kepenyairan Indonesia atau lebih luasnya pada kesusastraan Indonesia. Istilahnya "sekali tempel, terus populer".

Celengan PengetahuanWhere stories live. Discover now