Chapter 2.10

10.8K 1.5K 359
                                    

Yahh.. masih ada yang nggak ngevote ternyata :'(







Dengung deheman suara dalam Ohm menyambut kedatangan Nanon malam itu di kamar mereka. Si manis yang baru saja menidurkan putra tampannya menutup pintu pelan lalu bergerak ke sisi kiri ranjang, tepat di samping suaminya duduk menyender.

Setelah Nanon menyelipkan kakinya masuk ke dalam selimut yang telah lebih dulu digunakan Ohm, barulah suaminya mematikan smartphonenya dan beralih fokus pada sosok indah sang pujaan hati.

"Kok lama banget?" Tanya Ohm sambil memainkan anak rambut Nanon yang sudah berbaring.

Nanon memejam mata sejenak, menikmati sentuhan nyaman suaminya. "Adek cerita dulu seharian ngapain aja sama kakak Patrick-nya. Seneng banget dia punya temen main."

Ohm tersenyum sebagai tanggapan. "Udah kebiasaan mainnya sama eyang atau uncle-nya doang sih. Makanya aku ajak kamu bikinin dia patner main."

"Dih, apaan sih.." Nanon memukul main-main lengan kiri Ohm yang kedapatan mengedipkan sebelah mata padanya.

Sang suami hanya tertawa renyah setelah sedikit menghindar. Namun kemudian lengah putih itu ditangkap dan digenggamnya lembut. Sepasang netra jelaganya diadu dengan hazel cemerlang Nanon.

Posisinya kini Nanon yang berbaring dengan Ohm yang setengah duduk mengungkungnya dari sisi kanan.

"Ohm.." kaku Nanon.

Sudut bibir si tampan sedikit terangkat melihat reaksi sang istri. "Aku serius. Gimana kalau malam ini kita usaha lagi? Siapa tau berhasil."

"E..eum. Enggak !! Jangan. Nggak usah." Jawab Nanon gelagapan mengundang satu alis Ohm untuk terangkat dengan pandangan kebingungan.

"K..kamu kan baru sembuh. Nanti malah sakit lagi. Iya, nanti gimana kalau mualnya malah kumat." Matanya menatap tak fokus, tampak berfikir mencari alasan yang dianggapnya tepat.

Ohm menghembuskan nafasnya cepat. Seperti baru teringat sesuatu, tubuhnya langsung diangkat dari kungkungannya pada Nanon dan berbaring miring menghadap istrinya.

"Kamu bener juga. Lagi pula besok pagi aku harus berangkat kerja. Ke luar kota pula." Ujar Ohm dengan nada malas-malasan.

"Loh, kok tiba-tiba? Urgent banget?"

"Barusan koordinator wilayahnya telfon, ada yang nggak beres sama pengelolaan salah satu toko cabang di sana."

"Apa harus kamu langsung yang turun tangan?" Pandangan si manis begitu menyirat khawatir di tiap sapuannya.

Ohm mengangguk kecil. "Hubungannya udah sama kerugian perusahaan, Non. Aku nggak bisa percaya sama bawahanku gitu aja. Ini tanggung jawab aku, dan aku nggak mau ngecewain papa yang udah kasih kepercayaan ini ke aku."

Yang lebih muda merubah posisi dari menyamping menjadi terlentang, menatap tepat pada langit-langit kamar yang menggelap karena lampu utama telah dimatikan.

"Jangan sedih dong, besok malem aku usahain bisa pulang kok." Hibur Ohm setelah Nanon tak merespon apa-apa.

"Kalau emang capek mending cari hotel aja, pulang lusa paginya." Masih tak menatap Ohm.

"Nggak kok, sayang. Aku usahain sebisa mungkin biar bisa cepet pulang. Nggak tega juga aku biarin kamu sama Marc sendirian di apartment."

Mendengar penuturan Ohm Nanon sontak meringsek, memeluk suaminya dan menenggelamkan wajah di dada bidang Ohm.

"Makasih, ya."

"Kamu bilang apa, Non?" Tanya Ohm. Karena memang suara Nanon tak begitu jelas.

Nanon berdecak. Mendongakkan wajah dan menatap suaminya. "Makasih banyak udah berjuang buat aku sama anak-anak. Aku cinta kamu." Lalu diakhiri dengan kecupan singkat di dagunya.

KEEP IT OR RID IT (OhmNanon)Where stories live. Discover now