Chapter 2.1

13.7K 1.7K 132
                                    

Bintangnya dipencet dulu aja, baru baca dengan tenang ya .. 😊








Pekat semakin larut di akhir hari. Suara derik hewan malam bahkan sudah berganti sunyi. Tapi tidak untuk Nanon. Mata sewarna hazel dengan binar kehangatannya tersebut masih nyaman terjaga.

Duduk berdua di atas ranjang bersama Ohm yang mendekapnya dari belakang. Macbook sang suami ada di tangan, menampilkan gambar demi gambar kenangan masa lalu Marc yang terpaksa harus Nanon lewatkan, jadi fokus utama mereka.

"Ini waktu di rumah papa. Dia seneng banget dipangku gitu sama grandpa-nya." Dalam layar tersaji foto Marc yang berusia sekitar dua tahun sedang duduk nyaman di pangkuan Singto. Keduanya menghadap kamera dengan senyum yang begitu menawan.

"Kalau ini? Waktu dia TK?" Jemari Nanon mengusap layar yang menampakkan foto sang putra dalam balutan seragam sailor warna putihnya.

Ohm bergumam mengiyakan. "Itu waktu dia pertama sekolah. Dia berani banget loh, langsung mau ditinggal sendiri di hari pertama."

Nanon tersenyum, namun dengan air mata. Haru menyeruak memukul telak rasa kecewanya yang melewatkan masa-masa emas tumbuh kembang sang putra tunggal. Foto-foto dari masa bayi Marc sampai masa sekarangnya ini seolah sedang membuktikan dan mengejeknya lewat kenangan, jika Marc akan baik-baik saja tanpanya.

Si manis berbalik, menatap sang suami. "Kenapa Marc nggak mau tidur sama kita? Apa karena ada aku sekarang?" Tanya Nanon.

Ohm tak langsung menjawab. Tangannya lebih dulu bergerak menghapus noda air mata di wajah cantik sang istri. Meski menjadikan Nanon nampak lebih menggemaskan, namun adanya air mata di sana selalu sukses membuat dada Ohm berdesir sakit.

"Sejak di TK B dia emang udah terbiasa tidur sendiri kok, Non. Katanya udah besar, makanya nggak mau tidur di sini lagi. Please, stop nyalahin diri kamu sendiri."

"Aku nggak nyalahin diri aku sendiri, Ohm. Aku cuma lagi ngomongin kenyataan. Dan kenyataannya emang aku seolah bukan siapa-siapa lagi buat dia."

"Sssstt.. kok ngomong gitu? Pelan-pelan, Non. Pelan-pelan. Mulai dari dia udah terima kamu, dia udah terbiasa manggil bunda ke kamu, lama-lama dia juga akan terbiasa sama kehadiran kamu."

Nanon bungkam, tak mengeluarkan jawaban. Macbook di tangan dimatikan lalu diletakkan di nakas samping ranjang. Tubuhnya direbahkan, memeluk nyaman Ohm yang telah menyusul berbaring di sisi kanan.

"Kamu mau bantuin aku?"

Mata Ohm dibawa menunduk. Beradu tatap dengan netra sang istri yang kini mendongak dari posisi nyaman di dada yang lebih tua. Onyx bertemu hazel. Menimbulkan percikan cinta yang begitu tulus dan nampak nyata.

"Buat?"

"Ngejar ketinggalan aku soal Marc. Kasih tau aku apapun soal Marc, tentang kesukaan dia, tentang kebiasaan dia, apapun. Mau kan, Ohm?"

Ohm tersenyum tampan di tengah anggukan. "Tentu. Apapun yang bikin kamu bahagia, pasti aku mau."

Lalu satu kecupan singkat di bilah kenyalnya membawa merah cantik Nanon menguar sampai telinga.

"Dan soal kamu." Ujar Nanon setelah kembali berhasil menguasai diri dari semu malu.

"Aku kenapa?"

"Boleh cerita tentang kamu selama enam tahun ini?"

"Boleh. Asal gantian."

"Kamu duluan."

Jemari Ohm kini bermain mengelus anak rambut Nanon yang menutup sebagian dahinya. Sedang si manis makin mengeratkan pelukan di pinggang sang suami, mencari nyaman.

KEEP IT OR RID IT (OhmNanon)Where stories live. Discover now