Chapter 22

14.3K 1.8K 401
                                    

Sabtu, hari pertama di akhir minggu selalu jadi salah satu saat tersibuk di cafe tempat Ohm bekerja. Seperti saat ini, pemuda yang telah bekerja semenjak pagi itu masih hilir mudik membawakan pesanan pelanggan serta membersihkan meja-meja yang kotor setelah digunakan.

Tiba jam makan siang yang sangat terlambat bagi para pegawai cafe, Ohm memutuskan duduk di taman belakang tempat dimana Kay sering bermain dengan putra kembarnya.

"Ohm, nggak ngambil jatah makan?" Tanya Bright yang melihat Ohm melenggang begitu saja tanpa ke dapur terlebih dahulu guna mengambil makan siangnya.

Ohm menggeleng. "Nggak, bang. Gue dibawain ini." mengangkat tinggi kotak bekal yang dibungkus tas kain di tangan kanannya.

"Yaudah, tungguin gue ngambil jatah, kita makan bareng di belakang." Ujar Bright yang direspon dengan acungan jempol oleh yang lebih muda.

Sembari menunggu Bright, Ohm membuka kotak bekalnya dengan semangat. Matanya berbinar mendapati kreasi istrinya tadi pagi.

Hanya nasi, telur gulung dan tumis jamur. Tapi Nanon rela bangun lebih pagi guna menyiapkan bekal untuk suaminya tersebut. Entahlah, katanya hanya ingin saja. Padahal Nanon juga tahu jika setiap harinya Ohm akan mendapat jatah makan dari cafe.

"Wah, kayaknya enak tuh."

Ohm melonjak kaget mendengar suara Bright yang tiba-tiba. "Sialan lu, bang !! Ngagetin aja."

Yang diajak bicara malah tertawa renyah. "Sorry deh, sorry. Nggak sengaja gue."

"Tumben amat bawa bekal?" Tanya Bright di sela kegiatan rehat mereka.

"Iya. Yang di rumah kebetulan lagi masak banyak."

"Siapa? Yang dulu pernah kesini sama lu itu?"

Ohm sedikit terperanjat, menatap lekat pada patner kerjanya. "Bang, lu tau?"

Seingatnya mommy Kay hanya mengenalkannya sebagai keponakannya pada para karyawan yang lain. Tanpa embel-embel status pribadi.

Bright malah tertawa lagi mendengar reaksi lawan bicaranya. "Tau, lah. Gue yang nganter pesenan kalian waktu itu. Dari gestur kalian sama bentuk tubuh dia juga gue bisa nebak."

Ohm mendadak terduduk lemas.

Sejelas itu ya? -batin Ohm

"Lu mau judging gue setelah ini, bang?" Tebak Ohm gusar.

"Buat apa? Bukan urusan gue juga." Jawab Bright santai.

"Tapi gue pikir pandangan masyarakat soal orang-orang kaya kami bakalan kaya...... ya lu tau sendiri lah."

"Goblok."

Ohm langsung melepas pegangannya pada sendok. Matanya fokus menatap Bright yang baru saja mengatainya tanpa dia tahu maksud tujuannya.

"Maksud lu?"

"Ya elu, goblok. Gue rasa mindset lu harus diubah deh, Ohm." Bright berhenti sejenak, lalu melanjutkan. "Nggak semua orang bakal ngejudge nggak-nggak kok sama orang-orang kaya kalian. Ya meskipun mungkin orang-orang yang berpikiran kaya gitu cuma sebagian kecilnya tapi kemungkinannya tetep ada. Jadi jangan minder. Lu minder kan?"

Tepat sasaran. Bright menangkap mimik wajah Ohm yang seolah membenarkan perkirannya.

"Kalo lu minder gitu, mereka yang nggak suka malah bakal semakin nginjek-injek lu. Emang lu mau? Disini gue nggak membenarkan kesalahan kalian ya, Ohm. Tapi gue liat dari sisi kaliannya. Gini deh, kasarnya toh udah terlanjur kejadian, nggak bisa diulang. Tapi seenggaknya bisa diperbaiki, kan? Buktiin sama orang-orang yang mandang rendah kalian kalo kalian juga bisa bangkit dari kesalahan kalian itu."

KEEP IT OR RID IT (OhmNanon)Where stories live. Discover now