Chapter 2.6

11.2K 1.4K 116
                                    

Vote dulu ya, tombol bintangnya ada kan? ;)


















Terik mentari membuat sebagian orang merasa enggan sekedar berada di luar ruangan. Rasa gerah dengan keringat mengucur membuat semakin ingin mengumpat pada sang surya yang tepat di atas kepala.

Tapi tidak untuk Nanon. Rasa panas di tubuhnya bahkan malah berubah dingin karena panik yang mendera.

Bagaimana tak panik jika beberapa waktu lalu Nanon mendapatkan telefon dari guru kelas Marc yang memberi kabar jika putra semata wayangnya tersebut tiba-tiba muncul ruam di sekujur tubuh ketika pelajaran sedang berlangsung. Karena itulah saat ini ia dan sang putra yang ada di pangkuannya sedang menumpang sebuah taksi menuju rumah sakit.

Tangan Nanon bergerak, mengusap rambut lebat Marc yang kini menyerukkan kepalanya di dada sang bunda. Hazel beningnya menatap sendu, penuh dengan raut kesedihan.

Sang suami yang dihubunginya semenjak awal Nanon tahu keadaan Marc tak bisa langsung datang. Ohm sedang meninjau progres pembangunan salah satu kantor cabangnya di kota sebelah. Jadi si tampan akan langsung menyusul ke rumah sakit meski membutuhkan waktu agak lama, setelah ini.

Sampai di rumah sakit-pun Nanon masih tak luput dari rasa panik. Dengan langkah keras, dibawanya tubuh si kecil dalam gendongan. Beruntung antrian di ruang dokter anak tak terlalu panjang.

Tak sampai berlarut-larut, keadaan Marc langsung tertangani oleh dokter Mix yang sudah jadi dokter langganan si kecil semenjak ia lahir.

"Jadi adek kenapa, dok?" Tanya Nanon khawatir setelah pemeriksaan selesai.

Dokter Mix menyugar rambut Marc masih berbaring di ranjang pasien. Lalu pandangannya dibawa menuju mata sang bunda. "Marc makan udang?"

Nanon mengangguk kaku. Teringat jika dalam nasi goreng bekal makan siang Marc tadi ia campur dengan beberapa seafood segar.

Tarikan nafas sang dokter terdengar jelas. "Marc punya alergi udang, Non. Kalau dia makan udang ya jadinya gini ruam-ruam. Kalau parah malah bisa sampai gatel."

"Mm..Marc.. maafin bunda, dek." Gumam Nanon memandang anaknya yang tampak lemas.

Dalam hati si manis menyesal dan menyalahkan diri sendiri yang begitu ceroboh. Kehilangan waktu enam tahun bersama si buah hati membuat Nanon tertinggal jauh soal menyelami diri Marc lebih dalam.

Nanon tak tahu apa warna favorit si kecil. Nanon tak tahu hal apa saja yang tak disukai Marc. Serta hal-hal kecil lain yang harusnya dipahami luar dalam oleh seorang ibu pada sang buah hati.

Apa ini artinya aku gagal? -batin Nanon

"Jangan sedih, Non. Jangan nyalahin diri sendiri." Suara dokter Mix menarik kembali kesadaran Nanon yang sempat nyaman dalam pikirannya sendiri.

"Marc bakal baik-baik aja, kok. Nanti saya kasih obat buat alerginya sekalian gel luar biar ruamnya cepet reda." Tambah sang dokter mencoba menenangkan.

Si manis hanya mengangguk. Membawa Marc kembali dalam gendongan sembari menunggu sang dokter menuliskan resep untuknya.

"Ini ditebus di apotek bawah, ya. Marc banyak-banyak istirahat biar cepet sembuh." Ucap lembut dokter Mix.

"Makasih banyak ya, dok."







....








Dalam wajah sendu yang masih menatap si buah hati di gendongan, Nanon duduk menunggu resep obatnya selesai di racik. Kursi tunggu di depan apotek tersebut tak terlalu ramai siang itu. Hanya ada Nanon dan tiga orang lain yang duduk dengan jarak berjauhan.

KEEP IT OR RID IT (OhmNanon)Where stories live. Discover now