Chapter 41

12.4K 1.7K 284
                                    

Vote dulu baru baca ya..







Gema sepatu beradu lantai mengisi kosong di antara lorong-lorong. New dan Krist menatap panik pada sosok Arm yang berdiri sambil menggendong Patrick di depan ruang bayi.

"Arm, gimana? Siapa yang di dalem?" Panik New yang diangguki Krist.

"Tenang, New. Baby sedang ditangani oleh dokter Mix di dalem." Jawab Arm mencoba tenang.

Meskipun begitu, tetap saja tak bisa memberikan barang sedikit ketenangan pada kedua wajah manis itu. Bahkan mereka sengaja meninggalkan Ohm di belakang dengan Lee demi tahu lebih dulu info tentang baby.

Dokter Mix keluar bersamaan dengan kedatangan Ohm dan Lee. Masker yang tadi menutup wajahnya dilepas, memperlihatkan raut pias penuh kekecewaannya.

"Gimana dok?" Tanya dokter Arm.

Dokter Mix tampak mengangguk. "Dugaan awal anda benar, dok. Kita kecolongan."

"Maksudnya apa? Gimana keadaan anak saya, dok?" Tanya Ohm tak sabar. Suara tingginya bahkan membuat si kecil Patrick kini harus menyembunyikan wajah di ceruk leher sang mama.

Krist mengulurkan tangan, mengusap punggung bungsunya. Berharap bisa menenangkan. "Tenang dulu, sayang. Kita denger penjelasan dokter dulu."

"Jadi kenapa Arm?" Tanya New lagi.

Arm melirik Mix dengan ekor matanya. "Mix.."

Mix mengangguk. "Diagnosisnya mengarah ke sindrom gangguan pernapasan atau respiratory distress syndrome. Sindrom ini adalah salah satu penyebab utama kematian bayi premature." Semuanya seolah menahan nafas mendengar penjelasan dokter Mix.

"Hal ini terjadi ketika paru-paru bayi yang belum sempurna dan tidak memiliki zat pelindung atau surfaktan yang cukup. Bahkan tadi baby sempat mengalami henti nafas selama beberapa detik. Untung bisa segera dipacu." Tambah sang dokter anak.

Diam. Tak ada yang berkomentar. Semua kemungkinan-kemungkinan buruk berputar mengelilingi otak masing-masing.

"Solusinya gimana, dok?" Akhirnya Krist yang lebih dulu membuka suara.

"Peralatan di sini kurang memungkinkan. Kita harus secepatnya bawa baby ke rumah sakit yang punya peralatan lebih memadai."

"Kita pindahin sekarang aja, dok. Dimana rumah sakitnya?" Tanya New dengan panik.

"Singapore."

Ohm terdiam, kaget. Bukan karena memikirkan biaya jika sang bayi dibawa ke Singapore, tapi memikirkan bagaimana keadaan Nanon jika harus terpisah dari bayi mereka bahkan sebelum sempat bertemu muka.

"Ma, Nanon gimana?" Ohm menatap sendu sang mama, berharap dapat solusinya.

"Kita nggak bisa bawa Nanon sekalian, dia masih butuh pemulihan di sini." Dokter Arm yang menjawab.

Ohm makin merasa pening. Dirinya ingin yang terbaik bagi sang istri dan buah hati, tapi hatinya tak bisa memilih akan kemana harus menemani.

"Kamu temenin Nanon di sini, Ohm. Biar bunda sama ayah yang bawa baby ke Singapore. Kalo Nanon udah sehat, kalian bisa nyusul." Putus New akhirnya.

"Tapi bun, kalo baby kenapa-kenapa gimana?"

"Jangan berpikir ke arah negatif dulu. Kita ke sana buat ngusahain kesembuhan baby kan? Berpikir negatif hanya akan memperburuk semuanya." New.

"Bener kata mertua kamu, Ohm. Kasihan baby sama Nanon kalo kamu sendiri nggak bisa kuat buat mereka. Kamu paham kan maksud mama?" Tanya Krist mengusap pipi bungsunya.

KEEP IT OR RID IT (OhmNanon)Where stories live. Discover now