Chapter 54

9.2K 1.4K 338
                                    

Vote aja dulu, baru baca ;D


















Mata serupa karamel itu mengerjap berkali, coba beradaptasi dengan kilau lampu kamar yang terasa menusuk. Tangannya meraba-raba, menemukan gundukan kecil berbalut selimut di sebelahnya.

Nanon terlentang dengan mata terbuka setelah merasa Marc tertidur nyaman di sebelahnya. Otaknya kembali mengingat bagaimana mereka berakhir ketiduran menunggu seseorang yang tak kunjung pulang.

Tes.

Setitik air turun dari ujung mata melewati telinga. Nanon tak menghapusnya, membiarkan jejaknya kering tersapu udara.

Setelah kepergian Ohm, si manis bersikeras pada dirinya sendiri untuk menunggu suaminya pulang. Dari mulai bermain dengan Marc, menimang buah hatinya yang mulai rewel, sampai menggendong si kecil yang ketiduran setelah menghabiskan susu sebotol penuh.

Dengan si bayi dalam gendongan, berkali-kali Nanon menengok halaman luar lewat jendela. Berharap menemukan Ohm yang kembali dengan senyum seperti biasa. Tapi keinginannya hanya tinggal keinginan. Sampai malam memasuki larut, Ohm belum jua pulang.

Tangannya yang mulai pegal menggendong Marc, dan rasa tak  nyaman dalam tidur si kecil, Nanon memutuskan menidurkan Marc di kasur mereka. Menyandingnya berniat awal tak tidur, hanya mengistirahatkan badan, tapi tubuhnya berkhianat. Nanon tak bisa bohong, badannya begitu lelah. Oleh karenanya si manis ketiduran bersama Marc kecil di sisinya.

Setelah menepuk-nepuk kecil tubuh Marc yang sempat menggeliat agar kembali pulas, Nanon membawa langkahnya keluar kamar. Jendela ruang tamu yang mengarah langsung ke halaman menjadi tujuan utamanya.

Namun sebelum kakinya mencapai ruang tamu, Nanon sudah berhenti dengan helaan nafas dalam. Dadanya berdesir tak nyaman, ngilu.

Ohm Pawat tertidur di sofa ruang tengah dengan lengan kanan menutup mata. Sepatunya tak sempat dilepas, rambutnya acak tak tertata, jaketnya tersampir begitu saja di ujung sofa.

"Ohm.." panggil Nanon, meski suaranya teramat lirih. Mustahil Ohm akan mendengarnya.

Didekatinya sang suami yang masih terlelap. Nanon berlutut melepas sepatu Ohm, kemudian menyelimutkan jaketnya ke dada si yang lebih tua.

"Eunghh.. jangan ganggu gue !!" Gumam Ohm sambil merubah posisinya menjadi menghadap senderan sofa.

Sepertinya Ohm mengigau. Bau khas alkohol menguar dari mulutnya yang baru saja terbuka.

Nanon bernafas berat, dadanya sakit. Apalagi ketika leher jenjang Ohm yang kini terlihat jelas karena posisinya yang membelakangi Nanon. Bekas kemerahan menjurus ungu nampak menghias bagian bawah telinga kanannya.

Nanon merasa harga dirinya kembali terinjak. Ia tak bodoh, ia paham bekas apa yang tercetak menghias leher sang suami.

"Apa aku harus nyesel, Ohm?" Bisik Nanon yang sebenarnya lebih ditujukan pada dirinya sendiri.

Masa bodoh dengan Ohm yang masih terbaring di atas sofa, Nanon memutuskan kembali ke dalam kamar untuk mengistirahatkan tubuh dan pikirannya.

Matanya terpejam berharap tak ada lagi air mata yang keluar. Nanon tak mau Marc mendengarnya menangis. Nanon tak mau anaknya melihatnya nampak lemah.

Meski dengan itu rasa sakit yang dirasakannya terasa berkali lipat menghujam dada. Bagaimanapun Nanon hanya remaja biasa. Di saat anak seusianya bisa menangis sepuasnya mengadu dalam pelukan sang bunda, Nanon sudah harus kuat menahan lara demi putra tercinta.










....











Sinar mentari yang masuk lewat celah ventilasi menghantam tepat pada indera penglihatan Ohm yang kini mulai terbuka. Masih dengan kepala yang terasa pusing, Ohm mendudukkan tubuhnya.

KEEP IT OR RID IT (OhmNanon)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz