Bayi

6.9K 597 80
                                    

Vote dulu yaa ;)







"Bun, mau ke mana?" Raut heran Ohm menatap Nanon yang tampak grusa-grusu setelah menerima telfon dari seseorang.

Sabtu pagi itu sang kepala keluarga yang super sibuk tersebut memang menyempatkan waktu liburnya untuk membantu Nanon memasak sarapan di dapur. Namun di tengah kegiatan, bahkan telur di tangan masih belum sempat dipecahkan, Nanon harus membagi fokus menerima telfon dari seseorang. Hanya sebentar, setelah telfon dimatikan kini si manis tampak melangkah menuju pintu dapur untuk keluar.

Nanon menoleh dengan tatapan menyesal. "Ke rumah abang sebentar, Aiden nangis nggak berhenti-berhenti, mereka kewalahan katanya."

"Loh, kenapa bukan kak Frank sih?"

"Kak Frank juga pasti capek ngurus Ailee. Kamu kaya nggak pernah punya bayi aja."

Bahkan ngurus bayi sendiri tanpa kamu aja aku pernah, Non -batin Ohm tak kuasa tersuara

"Terus ini?" Tatapan mata Ohm menunjuk sederet bahan masakan di counter dapur yang belum terolah.

"Kamu selesein ya? Bangunin anak-anak sekalian kalau sarapannya udah jadi. Jangan lupa suruh mereka gosok gigi dulu baru boleh makan."

Sang suami berdecak malas. "Are you sure?"

"Cuma omelette sama nasi goreng, pasti bisa kok. Bumbu halus buat nasinya ada di kulkas, kotak biru baris ke dua." Khas seorang Nanon, penuh persiapan. Lagi pula putra-putranya kurang suka dengan nasi goreng yang bumbunya hanya bawang rajang yang ditumis biasa.

"Hm. Aku coba. Kamu ke sana gimana? Mau aku anter dulu?" Ohm bertanya.

"Nggak usah, abang udah pesenin taksi. Kalau gitu aku ganti baju dulu."

Sepuluh menit Nanon kembali masuk dapur dengan keadaan lebih rapi. Tubuh rampingnya dibalut basic sweater polos berwarna lylac. Langkahnya mendekat ke arah Ohm yang masih sibuk mengocok telur omelette-nya.

"Aku pergi dulu ya." Pamit Nanon mengecup bibir Ohm singkat.

Tapi namanya Ohm, tak akan puas dengan perlakuan begitu saja. Tangan kanannya yang tadi memegang pengocok telur dilepaskan untuk merengkuh dan menahan tengkuk Nanon. Kepala si manis semakin didekatkan sehingga pagutan mereka bertahan lebih lama.

Kecup, hisap, jilat, dan kembali kecup lagi. Bahkan lipbalm Nanon dapat Ohm rasakan melalui lidahnya. Rasa strawberry, manis.

"Hati-hati di jalan." Ucap Ohm akhirnya setelah tautan mereka lepas tanpa protes dari istrinya.

"Jagain anak-anak."

"Siap!!"

Nanon mulai melangkah lagi keluar dapur, dibarengi gerak cepat seorang remaja yang berlari dari pintu dapur ke arah kamarnya di lantai atas. Takut ketahuan mengintip. Padahal itu bukan salahnya, orang tuanya saja yang kadang lupa punya anak-anak yang harus dijaga kesucian matanya.

Mata gue udah mereka bikin nggak suci sejak lama -batin si anak pertama






....







Suara sedu tangisan bayi menyapa Nanon ketika baru memasuki rumah sang abang, setelah kakak pertamanya tersebut membukakan pintu baginya. Suara dari makhluk kecil yang usianya belum genap tiga bulan itu begitu kencang, bahkan terdengar sampai ruang tamu ketika posisinya ada di dalam kamar.

"Kok sampai gitu nangisnya, bang?" Tanya Nanon sambil berjalan.

Pluem menggeleng lemas. "Nggak tau, dek. Dari sebelum subuh begitu terus."

KEEP IT OR RID IT (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang