Chapter 2.12

10K 1.3K 124
                                    

Vote dulu lah, baru boleh baca ;)










Jam kantor mulai berjalan sekitar empat puluh menit yang lalu. Perth menatap bosnya yang sedari tadi tersenyum macam orang gila.

Gue tinggal dua minggu aja sampe stres gitu si Ohm -batin Perth menatap bergidik

"Ohm, Ohm.. heh.." berkali lengan kekar sang bos dicolek kecil berharap bosnya mengalihkan atensi.

"Ck. Apaan sih??" Kesal juga Ohm lama-lama.

"Lu udah sarapan?"

Ohm mengangguk. "Nanon bikin bubur ayam tadi."

"Tadi berangkat lewat jalan biasa?"

Lagi-lagi mengangguk. "Emang kenapa sih, Perth? Nanyanya aneh amat lu?"

Perth menggeleng. "Takut aja lu kesambet apa gimana dari tadi ketawa-ketawa nggak jelas begitu."

"Sialan !!" Dengan satu sambitan pulpen ke arah si sekretaris. Untung saja Perth bisa gesit menghindar.

"Gue lagi bahagia tau."

"Rencana kemarin sukses?"

"Sukses besar. Dapet bonus lagi."

"Bonus apaan?"

Yang ditanya malah tersenyum misterius. Satu tarikan seringai jadi andalan.

"Ada deh.. nanti aja gue kasih tau kalau udah pasti."

"Lah? Belum pasti? Tapi kok lu udah seneng?" Bingung Perth.

"Nanti mau cek ke ahlinya dulu. Tapi aslinya udah yakin banget sih gue."

Percakapan keduanya tak berlanjut karena Singto yang tiba-tiba datang masuk ruangan Ohm tanpa mengetuk pintu. Grandpa dari Marc itu datang dengan maksud untuk mengevaluasi hasil kerja putra bungsunya selama beberapa bulan ke belakang ini.







....






Melesakkan mobil Lexus kesayangan ke apartmentnya di jam makan siang, Ohm bahkan tak ijin terlebih dahulu pada sekretarisnya. Rencananya siang ini ia dan Nanon akan menemui seseorang demi memastikan soal keberadaan kado anniversary yang Nanon berikan padanya.

Mobil berwarna hitam tersebut berhenti tepat di depan gedung apartment, di mana Nanon sudah berdiri menunggunya. Seraut senyum disajikan pada Ohm oleh sang istri.

"Marc jadinya gimana?" Tanya Nanon setelah masuk mobil.

Ohm yang tengah membantu Nanon memasang safety belt-nya menjawab. "Tadi kebetulan papa ke kantor, jadi aku sekalian minta tolong buat jemput Marc. Nanti paling dibawa ke rumah mama papa, jadi nanti kita jemput ke sana aja."

Nanon mengangguk-anggukkan kepala. Meski dalam hati muncul sepercik rasa bersalah tak bisa me jemput putranya seperti biasa.

"Udah bilang dokter Arm?" Kali ini Ohm yang bertanya.

"Udah. Kita ke rumah sakit tapi. Beliau lagi shift di sana soalnya, bukan di tempat praktik."

"Ok."

Mobil berjenis SUV tersebut mulai berjalan kembali, membelah jalanan siang di tengah riuh ramai para pengguna jalan.

Ohm melirik Nanon yang duduk di sampingnya. Si manis tampak tak tenang dengan remasan gusar di telapak tangannya sendiri.

"Hei, kenapa?" Yang lebih tua sempatkan melirik sejenak, mengalihkan pandang dari jalanan barang seper sekian detik.

Nanon menggeleng dengan gestur lemah. Nafasnya dihembuskan pendek dengan mata terpejam.

KEEP IT OR RID IT (OhmNanon)Where stories live. Discover now