Chapter 52

10K 1.5K 174
                                    

Vote dulu baru baca, boleh? 🙄














Suara ramai para siswa mulai mengisi setiap sudut sekolah pagi itu. Nanon yang berpisah dengan Ohm di ujung lorong memasuki kelasnya dengan langkah ringan. Tujuannya adalah sang sahabat baik, Perth yang duduk di pojok belakang bagian kiri.

"Pagi, Non." Sapa Perth yang saat itu tengah memainkan smartphone-nya random.

Nanon tersenyum. "Pagi. Gue duduk sama lu ya?"

Sayangnya ekspresi Perth tak seperti yang dia harapkan. "Yaaah, bangku sebelah gue udah di taken sama si Nice."

"Nice?"

"Iya, chairmate gue dari kelas X."

"Oh yang kemaren sama lu kan? Yang matanya bulet lucu?"

"Bener yang kaya pororo." Terang Perth disertai kekehan di belakang kalimat.

"Gue sama siapa dong?" Gumam Nanon akhirnya setelah melihat sekeliling kelas yang rata-rata setiap bangkunya sudah memiliki penghuni.

"Deket pintu masih kosong tuh, Non." Tunjuk Nanon.

"Belum ada yang punya? Gue nanti sendirian dong?"

"Nggak. Kelas kita jumlah siswanya genap kok. Nanti pas masuk juga pasti lu dapet temen sebangku."

Akhirnya mau tak mau Nanon mengangguk. Sampai di menit-menit terakhir sebelum bel masuk pun belum ada yang mengisi bangku kosong di sebelahnya.

Tak berselang lama bel berbunyi, seorang guru wanita melewati pintu diikuti seorang pemuda tinggi yang berjalan cepat dengan nafas ngos-ngosannya.

Sang pemuda nampak mengedarkan pandang mencari bangku kosong. Tatapannya jatuh pada bangku di sebelah Nanon. Dengan raut datar, si pemuda mendekati Nanon, tepatnya bangku di sebelahnya.

"Boleh duduk di sini?" Sang pemuda bertanya sambil menunjuk bangku kosong tersebut.

"Eum." Nanon hanya mengangguk canggung.

Tak ada obrolan setelahnya. Si pemuda hanya sibuk mencoret-coret buku tulisnya dengan goresan tak jelas, meski sang guru sedang menjelaskan di depan kelas. Dan Nanon bahkan tak terlalu peduli. Aura pemuda di sebelahnya begitu dingin dan seolah membangun batas kasat dengan teman yang lainnya.

Rambut cokelat semi ikal dengan tubuh tinggi semampai. Matanya kecil, agak sipit. Nanon yakin jika sang pemuda tersenyum pasti matanya hanya akan menyisakan segaris lurus. Pipinya tirus dengan bentuk rahang yang proporsional, dan kulitnya agak sedikit tan meski tak segelap Ohm Pawat.

"Kenapa ngeliatin gue?"

"Eoh?" Nanon tersentak kaget. Padahal si pemuda tak mengalihkan pandangannya dari buku, tapi ia tahu jika Nanon sedang memperhatikannya.

"Enggak. Nggak kenapa-kenapa." Jawab Nanon gelagapan, merasa tertangkap basah.

"Perhatiin pelajarannya. Bu Alice nggak suka kalau ada muridnya yang nggak merhatiin waktu pelajaran." Suaranya berat, dalam.

"Ah, iya." Cicit Nanon dengan wajah menunduk.










....









Krist masuk ke ruangan kerja suaminya dengan menenteng bungkusan bekal makan siang yang diraciknya sendiri. Tanpa perlu mengetuk pintu, bahkan tak peduli jika suaminya mungkin sedang ada tamu di dalam.

Cklek ..

"Ketuk pintu dulu, Neen." Suara Singto terdengar menginterupsi.

Krist tak menjawab. Langkahnya dibawa semakin mendekat pada Singto.

KEEP IT OR RID IT (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang