Bunda

4.1K 476 77
                                    

Vote dulu kaya biasa yap ;)










Hampir dua bulan berjalan Marc menjalani hari-harinya sebagai anak SMA. Celana pendeknya sudah ganti dengan celana panjang. Birunya berganti abu-abu. Osis kuningnya sudah berubah menjadi cokelat.

Selama ini si bocah tanggung pikir kehidupan SMA akan membawanya pada level kebebasan yang semakin naik. Nyatanya sama saja. Bahkan fisik dan mentalnya makin dikekang oleh tugas dan tugas yang tak ada usainya. Selesai satu, muncul lagi tujuh.

"Kak, ini kalau naruh handuk tuh jangan di atas kasur. Langsung dijemur aja. Seragammu juga digantung dong, masa disampirin di kursi kaya gitu doang? Kalau kusut gimana? Mana ini buku-buku berantakan banget lagi, apa nggak diberesin??"

Pagi yang direncanakan akan sedikit santai karena ingin memanja badan yang harus mengerjakan tugas sampai malam, kini malah terasa runyam. Baru jam enam, Bundanya masuk kamar membangunkannya dan memaksanya mandi, walau jelas putranya ogah-ogahan.

Ketika Marc selesai mandi-pun ternyata Nanon belum meninggalkan kamarnya. Si lelaki manis terus mengomel sambil bolak-balik tiap sudut kamar membereskan kekacauan ruang pribadi putra pertamanya. Tak mempedulikan wajah kesal si remaja yang sedang mengaca, menata rambut sambil cemberut.

"Berisik tau, Bun."

Deg.

Jemari Nanon yang sedang mengumpulkan buku-buku Marc langsung berhenti dan melirik sang putra dengan ekor mata. "K..Kak.." lirihnya.

"Bunda bilang ini-itu buat kebaikan kamu juga. Kamu diajarin disiplin sama Papamu sejak kecil kan? Kenapa sekarang jadi begini??" Tambah Nanon menajamkan pandang pada Marc.

Mata yang berat karena kantuk, pening di kepala yang lelah dan kurang tidur, ditambah emosi tak stabil yang menghantam diri, Marc memukul pinggir almarinya murka.

BRAAAKK!!

"TAU APA BUNDA SOAL MASA KECILKU??  NGGAK USAH BELAGA TAU SEMUANYA, BUN! MASA KECILKU CUMA ADA PAPA. NGGAK ADA BUNDA!!"

Menyambar dasi yang belum terpasang serta tas punggung yang hanya diselempang di pundak kanan, Marc berjalan cepat keluar kamar. Mengabaikan presensi Nanon, bahkan sempat sengaja memabrakkan sedikit pundaknya pada pundak sang bunda.

"MARC!!"

Nanon mengejar Marc ke pintu utama. Tapi sayangnya langkahnya terlalu kalah oleh derap emosi yang menguasai Marc sampai ulu hati.

Tak berselang, Ohm dan Mac yang sebelumnya sudah siap duduk di meja makan datang menyusul Nanon ke ruang tamu. Memastikan keributan apa yang terjadi di rumah mereka sebegini pagi.

"Bun??" Langkah kaki kecil Mac mendekati sang bunda lalu merangsek dalam pelukan Nanon setelah si manis berlutut di hadapannya. Menyamakan tinggi dengan sang bungsu.

Wajah duplikat Ohm itu menatap bingung pada sang papa saat bundanya hanya menangis saja dalam peluknya. Membuat Ohm ikut menunduk, mengelus pundak belakang Nanon yang tersedu-sedu.

"Mac makan sarapannya dulu ya. Bentar lagi Papa sama Bunda nyusul." Logat penuh dominasi dari sang papa tentu tak bisa Mac tolak begitu saja.

"Iya, Pa."

Sepeninggal si kecil, Ohm mengambil alih posisinya. Membawa tubuh rapuh Nanon dalam dekap lalu menghapus air mata yang menganak suangai.

"Ada apa, sayang?" Suaranya dalam dan teduh. Menenangkan.

Wajah basah yang masih semanis ketika awal jumpa menghantam kewarasan Ohm. "Aku... hiks.. aku salah.. ngomong.."

"Ssst, udah udah. Marc nggak bakal ngambek lama-lama kok. Dia kan sayang sama bundanya."

KEEP IT OR RID IT (OhmNanon)Where stories live. Discover now