Chapter 25

15K 1.9K 547
                                    

Akhirnyaaaaaa bisa update setelah wp error dari pagi 😪
Perjuangan banget lahhh..





Ohm berjalan beriringan dengan Nanon keluar rumah dengan penampilan rapi setelah setengah hari Ohm berkutat membantu Nanon di rumah. Mulai dari Nanon yang menyapu, Ohm yang mengepel lantai. Nanon yang mencuci, Ohm yang menjemur pakaian. Serta Nanon yang memasak, Ohm yang menghabiskan.

Apa? Berharap Ohm Pawat bekerja di dapur? Sama saja dengan berharap rubah bertelur. Mustahil.

Rencananya kedua sejoli itu akan ke klinik pribadi dokter Arm setelah tadi sempat membuat janji. Mereka mengambil waktu menjelang makan siang, karena saran dari sang dokter agar mereka tak menunggu terlalu lama.

"Gimana? Bisa nggak?" Nanon masih memandang gelisah Ohm yang terus mencoba menyetarter motornya.

Ohm mendongak. Menatap Nanon dengan sorot putus asa, lalu menggeleng.

"Kita naik taksi aja, ya?" Ajak Ohm.

"Nggak. Taksi mahal. Pake angkot aja deh."

"Kamu nggak apa-apa?" Pandangan tak yakin dilayangkan pada Nanon. Lagipula mana pernah anak bungsu Vihokratana panas-panasan naik angkot.

"Iya. Ayo buruan sebelum kelewat jam makan siang." Tapi keadaannya sekarang berbeda. Angkot jadi pilihan pertama sebelum memilih taksi atau transportasi online.

Setelah memutuskan, keduanya kembali beriringan berjalan ke jalan besar sekitar 200 meter dari rumah mereka untuk menunggu angkot. Butuh sekitar lima belas menit sampai yang ditunggu datang, bahkan Ohm sudah berkali-kali berdecak bosan.

Awal mereka masuk, angkot masih terisi separuh. Cukup lengang. Namun di tengah perjalanan angkot mereka sempat berhenti di depan sebuah sekolah SMA. Anak-anak berseragam SMP berkerubut masuk saling mencari ruang, sepertinya habis mendaftar. Membuat Nanon yang duduk di pojok belakang harus menggeser badannya lebih mepet.

"Hei, kenapa?" Tanya Ohm di samping Nanon, melihat istrinya terlalu banyak melamun.

Nanon menggeleng.

"Mual, ya?"

"Nggak kok."

Sebenarnya yang dilakukan Nanon adalah memandang kosong anak-anak berseragam SMP yang kini sedang saling beradu argumen sambil bercanda satu sama lain. Harusnya ia bisa seperti mereka saat ini. Bersenang-senang dengan teman-temannya dan mendaftar di SMA impiannya. Namun takdir membelokkan arah kehidupannya, melenceng begitu jauh dari yang seharusnya.

"Mas.." Ohm memandang sopan perempuan paruh baya yang duduk di depan mereka, yang baru saja menegurnya.

"Itu kayanya pinggang istrinya pegel kalo harus duduk nyender di situ."

Tak hanya Ohm, Nanon juga jadi ikut menarik atensinya pada si ibu.

"Eh, nggak apa-apa kok, bu." Sanggah Nanon. Meski sebenarnya benar juga, pinggangnya pegal.

"Gantian aja duduknya, mas. Biar istrinya nyender ke masnya." Saran si ibu.

Ohm dan Nanon sempat saling pandang untuk kemudian saling mengangguk sebagai kode. Ohm bangkit dari duduknya membiarkan Nanon bergeser dan bertukar posisi duduk dengannya.

Setelahnya, Ohm membawa tubuh Nanon bersandar di dadanya. Tangan kanan Ohm mengait erat di pinggang Nanon, menjaga agar istrinya tak terjatuh.

"Gimana, mas? Enakan kan?" Tanya sang ibu lagi.

Keduanya tersenyum canggung. "I..iya bu. Makasih." Nanon.

"Lagi hamil gede gitu emang bikin sering pegel sih. Untung suaminya tanggap, ya." Komentar ibu yang lain yang dibenarkan oleh si ibu pemberi usul.

KEEP IT OR RID IT (OhmNanon)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt