Chapter 2.26

8.5K 1.1K 204
                                    

Boleh vote dulu nggak sih? :'(











Berhari menikmati hidup bersama keluarga kecilnya, Nanon seolah menatap dua sisi mata pisau sekaligus. Tumpul, lembut dan penuh kasih sayang dari suami yang telaten merawatnya. Namun runcing, tajam dan menyayat dari tatapan tak tertebak sang putra sulung.

Ohm tak lepas ucap dari perkataannya yang berniat memperbaiki hubungan dengan Marc. Namun penolakan berasal dari si bocah sendiri. Marc selalu menolak bantuan-bantuan kecil yang ditawarkan orang tuanya, seperti menyuapi makan, membantu mandi, atau membantu menyiapkan buku pelajaran. Bahkan si kecil tampan juga menolak saat papa bundanya mengajak kembali tidur bersama di kamar mereka.

Bukan, bukan balas dendam. Anak sekecil itu tak punya pikiran picik sebusuk itu pada dua terkasihnya. Marc hanya merasa takut. Takut jika ia terlalu bergantung pada orang tuanya nanti dan tiba-tiba perhatian itu akan kembali hilang diambil darinya seperti sebelumnya.

Jauh dalam hatinya si kecil bahkan merasa asing pada orang tuanya sendiri. Seolah ia bukan siapa-siapa di apartment mereka. Seolah ia tak punya hak menuntut lebih dari papa dan bundanya.

"Kak, nanti papa yang jemput pulang sekolah ya. Kamu tunggu di pos satpam kaya biasa aja." Ujar Ohm memberi tahu tatkala ketiganya larut dalam sarapan mereka.

Si kecil yang tengah fokus dengan roti dan selai cokelatnya menengadahkan kepala. "Boleh sama uncle Frank aja nggak? Atau uncle Perth?"

"Uncle Frank kan lagi di Paris sama uncle Drake. Uncle Perth juga lagi sibuk di kantor." Bundanya yang menjawab.

"Kalau gitu sama eyang Tay aja."

"Marc, nanti ngerepotin eyang Tay. Lagi pula nanti papa mau anter bunda check up terakhir, susah kalau harus bolak-balik jemput kamu ke rumah eyang juga." Jelas papanya panjang lebar yang mendapat tatapan tajam dari Nanon.

Ternyata si bunda lebih peka. Raut kecewa sang putra ditangkap jelas oleh netra cokelatnya. Mungkin bagi Ohm rentetan kalimatnya barusan hanya sekedar kalimat biasa. Namun bagi Marc kalimat yang dilontarkan papanya bagai pengingat jika ia hanya sekedar anak yang merepotkan bagi mereka.

"Nggak apa-apa nanti papa sama bunda jemput adek di rumah eyang Tay habis dari dokter ya." Ujar Nanon mengelus lembut poni yang muncul di sela topi terbalik si kecil.

Marc masih menunduk. Bahkan saat menjawab-pun netranya tak dialihkan dari piring di hadapan. "Aku mau nginep di rumah eyang. Aku kangen eyang Tay sama eyang New."

Bocah sekecil itu sudah pandai menutupi luka. Katakan berlebihan, tapi Marc merasa lebih nyaman di rumah eyang atau grandpa grandmanya.

Ohm mengadu pandang dengan Nanon mencari persetujuan. Namun Nanon yang menggeleng kepala tanda tak tahu malah jadi jawaban. Si manis juga bingung bagaimana harus mengambil sikap saat ini.

"Nanti papa telfon eyang dulu ya?" Tawar Ohm.

Marc mengangguk kecil. "Pokoknya Marc mau ke rumah eyang." Lirihnya.

"Yaudah yuk kita berangkat, udah siang." Ujar Ohm memecah hening yang beberapa saat tercipta setelah Marc diam.

Nanon sudah berniat bangkit mengantar kedua lelakinya ke pintu utama. Sayang, gelenyar nyeri di perut bawah memaksanya kembali duduk.

"Non, nggak apa-apa kan?" Tanya Ohm panik yang langsung berjongkok di samping kursi Nanon setelah mendengar ringisan sang istri.

Yang ditanya menggeleng. Tangannya sibuk mengelus permukaan perutnya yang tadi terasa sakit. "Adek nendang kenceng banget aja."

Tangan besar Ohm ikut bergerak mengusap perut sang istri sayang. Merasakan gerakan halus dari calon bayi yang ada di sana.

"Dek, jangan nakal dong. Kasihan bundanya kalau kesakitan." Lalu diakhiri kecupan bertubi di perut Nanon.

KEEP IT OR RID IT (OhmNanon)Where stories live. Discover now