Marc dan Bunda

9.4K 960 107
                                    

*Just oneshot. Anggep aja bonus buat kalian ;)








Temaram fajar di sisi timur perlahan berubah menjadi cahaya hangat. Kicau burung yang bertengger di pucuk palem di halaman jadi penanda jika cerahlah yang tengah datang.

Marc, si sulung kesayangan papa dan bundanya baru saja keluar kamar dengan penampilan segar serta wangi cedarwoood yang bercampur aquatic segar. Tas sudah di punggung, topi biru kesayangan juga sudah di tangan. Mata serupa sang papa menatap selusur menuju ruang makan, tempat di mana keluarganya jam segini berada.

Sampai di area meja makan, kerutan di dahi si remaja tanggung makin mendalam. Aneh. Meja makan yang biasanya penuh hidangan lezat karya sang bunda, kini hanya terisi roti tawar dan selai didampingi segelas susu. Pun dengan keadaan penghuninya. Hanya ada sang papa yang duduk di kursi ujung, singgasananya.

"Loh, pa. Bunda sama adek kemana?" Tanya Marc mendekat.

"Duduk dulu, kak." Perintah Ohm.

Namun sepertinya si sulung masih enggan menuruti. Posisinya masih berdiri di belakang kursinya sendiri.

"Adek lagi nemenin bunda di kamar. Bunda sakit." Lanjut Ohm membuat Marc membulatkan matanya kaget.

"Bunda sakit apa, pa? Kayaknya tadi malem masih baik-baik aja deh waktu kita netflix-an bareng."

Ohm menghembuskan nafas kecil. "Masuk angin kayaknya. Kecapean."

Si remaja tanggung mengangguk lalu meneguk susu buatan sang ayah tanpa perlu duduk terlebih dahulu.

"Duduk, kak. Nggak baik minum sambil berdiri." Tegas Ohm.

"Aku buru-buru, pa." Ujar Ohm di sela tegukan.

"Nanti papa anter bareng sama Mac. Duduk dulu sarapan yang bener."

Marc berdecak. Punggung tangannya bergerak menghapus sisa susu yang mengotori bibir. "Malah lama nanti, aku udah buru-buru banget. Mau sepedaan sama temen."

"Mau bawa sepeda?" Tanya ayahnya.

"Iya."

"Bahaya loh, kak. Jarak dari sini ke sekolah kamu kan lumayan jauh."

"Bareng sama temen-temen, pa. Pasti aman kok." Anaknya masih mempertahankan argumen.

Ohm hanya bisa pasrah dengan sifat keras kepala putra sulungnya. "Yaudah ke kamar bunda dulu sana. Tengokin keadaan bunda sekalian kamu pamit."

Sang bocah melirik jam tangan di pergelangan kirinya. "Nggak sempet deh, pa. Udah telat. Pamitin papa aja ya." Lalu menyambar roti di piring dan pergi berlalu tak mempedulikan teriakan papanya.









....








Ohm memasuki kamarnya dengan sang istri setelah Marc pergi. Dapat ia lihat, Nanon sedang terbaring lemah dengan selimut tebal. Ditemani Mac, sang bungsu yang duduk di sisinya sambil sesekali menyeka dahi sang bunda yang berkeringat setelah tadi diberi obat.

"Dek,"

Mac menoleh.

"Ambil tas sama sepatunya. Yuk papa anterin ke sekolah."

Sang bocah yang sudah siap dengan seragam merah putihnya malah memasang wajah sedihnya. "Boleh nggak sekolah aja nggak, pa? Adek mau jagain bunda."

Ohm menghela nafasnya. Satu tangan terulur mengusak rambut tebal si bungsu. "Katanya mau jadi pilot, gimana bisa kalau suka bolos sekolah gini?"

"Tapi kan..."

"Nanti juga ada seleksi tim sepak bola kan? Adek udah latihan keras selama ini. Mau latihannya jadi sia-sia?" Ohm melihat perubahan raut sang putra yang kini menggeleng. "Makanya ayo berangkat. Biar bunda papa yang jagain."

KEEP IT OR RID IT (OhmNanon)Onde histórias criam vida. Descubra agora