Chapter 2.24

8.2K 1.1K 130
                                    

Urutannya vote, follow, baru baca. Jangan ada yang diskip, pleaseee ;-)












Hujan berangsur reda meski masih menyisakan gerimis yang tak seberapa besarnya. Basah setia mendekap malam yang sedang berada di tengah kuasa.

Nanon duduk menyelonjorkan kaki di sofa ruang tengah apartment-nya. Membiarkan televisi menyala mempertontonkan film musikal romantis berjudul La La Land meski fokusnya sedang tak ke sana.

Di bawahnya Ohm, sang suami duduk meleseh beralas karpet sambil menyender manja di lengan Nanon. Kepalanya dibenamkan di sisi perut istrinya menikmati elusan pelan tangan lembut Nanon di sana. Masa bodoh dengan Emma Stone dan Ryan Gosling yang tengah bernyanyi ria di layar kaca.

"Kamu masih kepikiran soal Marc?" Ohm memberanikan diri membuka obrolan.

Nanon sedikit bergerak memperbaiki posisi karena pinggangnya mulai tertekan. "Gimana aku nggak kepikiran? He's my son."

"Sorry, I know this is my fault. I've gone too far with him." Kalimat berbau sesal Ohm utarakan.

Yang diajak bicara menggeleng lemah. Elusannya di rambut Ohm beralih pada rahang tegas sang suami. "It's not anyone's fault. Even if anyone is to blame, it's not just you, but us. We are both laymen in this state and still need a lot of adaptation and learning."

"Terutama tantang posisi Marc."

"Yea, ofcourse."

Meski kata yang diucap coba memperbaiki keadaan mood buruk sang suami yang merasa bersalah, tak dipungkiri hati Nanon sendiri merasa begitu resah. Bagaimana tidak jika setelah kejadian Ohm meninggikan suara pada Marc di dapur kediaman Ruangroj, sang bocah tak mau ikut pulang bersama orang tuanya. Bahkan sekedar menatap mata Ohm saat dipamiti-pun lensanya menghindar.

"Aku sempet berfikir kalau keputusan aku buat ngasih adek ke Marc secepat ini adalah kesalahan."

"Ohm.." Nanon mendelik tak rela. Ibu mana yang mau anaknya sendiri dilabeli dengan 'kesalahan'? Rasanya seperti deja vu, kembali ke masa awal hadirnya Marc di antara mereka.

Suaminya menggeleng dengan mata terpejam. "Sempet, Non. Cuma sekelebat pikiran bodoh aja."

Deru nafas Nanon yang sempat memburu berangsur kembali normal. "Adek udah mau lahir, Ohm. Aku nggak mau nantinya Marc malah benci ke dia, atau kita."

Ohm mengerti, yang diucapkan Nanon bisa saja terjadi jika ia dan Nanon masih belum bisa bersikap 'adil' pada kedua buah hatinya.

Tangan kanan Ohm dilingkarkan pada perut besar Nanon, dengan beberapa ciuman kecil di sana. Menyalurkan kasih sayang pada dua tercintanya sekaligus.

"Kaya yang kamu bilang tadi, kita butuh banyak belajar lagi sama adaptasi. Kita masih punya waktu sampai baby lahir. Kita belajar sama-sama. Mau kan?"

"Apa waktunya cukup?" Nanon meragu.

"Lebih dari cukup kalau kita mau nyoba sungguh-sungguh."

Menghela nafas pelan, wajah serius Ohm mampu mengundang anggukan Nanon. "Ayo berjuang sama-sama."

Senyum Ohm makin lebar kemudian mengusakkan wajah di perut besar Nanon. Tingkahnya menghadirkan tawa geli sekaligus bahagia di rupa manis sang pujaan.

"Oh iya. Tadi kata dokter apa? Jadinya periksa kemana?" Tanya Ohm setelah Nanon memutar posisinya menjadi menghadap sang suami dengan kaki diselonjorkan ke arah karpet.

"Ke dokter Arm. Kangen banget rasanya lima bulanan nggak ketemu beliau." Ada binar cantik menyeruak di netra si manis kala si empunya bercerita.

"Semuanya baik-baik aja. Baby juga udah tambah gede, makanya aku disuruh ngurangin es sama gulanya. Takutnya malah kegedean di perut, nanti nggak bagus." Lanjut Nanon.

KEEP IT OR RID IT (OhmNanon)Where stories live. Discover now