Chapter 44

12K 1.7K 368
                                    

"Usaha kami sudah semaksimal mungkin. Tapi maaf ....... "

































Silahkan vote dulu ☺️





"Usaha kami sudah semaksimal mungkin. Tapi maaf keadaan pasien belum menunjukkan perubahan yang segnifikan. Baby belum melewati masa kritisnya."

Hancur. Hati Nanon terasa remuk redam mendengar penjelasan panjang sang dokter yang terdengar sumbang di telinga. Tubuhnya merosot tanpa tenaga dalam dekapan rengka sang suami.

"Kami bisa melihat keadannya, dok?" Krist ikut bertanya khawatir.

Sang dokter mengangguk. "Boleh. Asal bergantian. Baby masih butuh perawatan intensif."

Setelah sang dokter undur diri, mereka memutuskan membiarkan Nanon dan Ohm masuk terlebih dahulu melihat sang bayi.

Dalam langkah pelan, Nanon berjalan terhuyung. Tangan kanan Ohm setia menjaganya, melingkar lewat samping badan.

Makin dekat, suara gemuruh di hati Nanon semakin terdengar nyata. Ini pertama kalinya untuk sang ibu muda melihat si buah hati yang telah diperjuangkannya dari awal demi melihat dunia.

"Ohm.." Nanon memandang Ohm ragu. Hatinya tak siap, namun harus dipaksa siap akan keadaan ini.

"Kenapa, sayang?" Tangan besar Ohm menangkup pipi bulat Nanon.

Nampak mata si manis kembali berkaca-kaca. "Aku... takut." Nanon sadar, tak sepantasnya dia ragu di saat seperti ini. Tapi perasaannya tak bisa membohongi, dia takut, kalut, ragu, khawatir. Campur aduk menghantam ulu hatinya.

Sejenak Ohm bawa kepala istrinya dalam dekapan di dada. "Ssst.. kenapa harus takut? Adek udah nunggu kita. Adek pasti baik-baik aja." Berharap kata-katanya dapat menenangkan sang istri meski kenyataannya dirinyapun tak kalah kalut.

"Kita harus yakin, Non adek bakal baik-baik aja. Adek kan kaya bundanya, kuat." Lanjut Ohm.

Nanon mengangguk, meski sekilas. "Iya, adek pasti baik-baik aja. Pasti." Gumamnya seolah bagai rapalan mantra.

Langkah mereka kembali dibawa semakin dalam. Semakin mendekat pada persona kecil di tengah ruangan yang masih setia di dalam inkubator hangatnya.

Lagi-lagi Nanon menangis. Bayi yang bahkan belum mencapai usia bulan itu harus bertelanjang dada dengan serangkaian alat menempel di perut dan dada kecilnya. Di mulutnyapun tak luput dari selang yang terhubung langsung dengan tabung oksigen.

Kedua orang tua muda itu saling berpeluk memberi kekuatan satu sama lain. Menyampaikan keluhan-keluhan yang teriring lantunan do'a bagi si buah hati yang tengah berjuang melewati kesakitan.

Masih tak lepas tangis, Nanon bersama Ohm semakin mendekat dengan si kecil. Jarak mereka tinggal berbatas dinding kaca inkubator yang melingkupi tubuh rapuh anah semata wayangnya.

Brukk..

Nanon terduduk bertumpu lutut. Matanya sejajar dengan si bayi yang tidur terlentang.

"Dek, ini bunda. Adek apa kabar?" Tangan Nanon bergerak mengelus dinding kaca, seolah benar-benar mengelus kulit tipis sang buah hati.

Ohm ikut menangis sambil memegangi pundak Nanon yang naik turun mati-matian menahan isak.

"Bener ya apa kata papa, telinga kamu persis kaya punya papa. Kalo bibir kamu, nurun dari bunda." Celoteh demi celoteh Nanon biarkan mengalir begitu saja.

"Sehat yok, dek bunda kangen adek."

"Non.." Ohm menyamakan posisi dengan Nanon. Tangan Nanon yang masih si permukaan kaca digenggamnya lembut. "Bunda harus kuat, demi adek. Buat adek kita harus kuat sama-sama, ya.."

KEEP IT OR RID IT (OhmNanon)Where stories live. Discover now