Chapter 6

18.9K 2.4K 632
                                    

"Gugurin sebelum kandungannya makin besar."

"Mas !!" Bentakkan dari New seolah mencoba menarik kembali kewarasan sang suami.

Mata sang bunda melirik Nanon yang begitu kalut, lemah sembari memeluk perutnya sendiri dengan kedua tangan. Gerakan defensif pada si janin.

"Nggak gini caranya, mas !! Mau gimanapun bayi itu calon cucu kita. Kamu mau bunuh cucu kamu sendiri??"

"Tapi Hin, apa kata orang-orang nanti? Itu aib buat keluarga kita. Anak kita yang masih SMP harus hamil di luar nikah." Tay masih mencoba membalas.

"Persetan dengan orang lain. Yang terpenting adalah Nanon dan keselamatan bayinya, mas. Apa kamu juga nggak mikir, Nanon masih kecil kalau kandungannya digugurin itu bakal ngebahayain dia juga !!" Nada yang digunakan New semakin berani pada sang suami.

Dengan tatapan menunduk, sesekali mencuri pandang pada perdebatan kedua orang tuanya, Nanon menangis. Karena kebodohannya New dan Tay yang biasanya romantis sekarang harus bertengkar beradu pendapat.

"Biarin Nanon pergi, yah." Ucap Nanon lirih, namun masih bisa didengar kedua orang tuanya.

New membelalakkan matanya. Tay menggeram marah.

"Pergi? Maksud kamu, dek?" Tanya bundanya lembut.

"Kalau Nanon disini cuma jadi aib, biarin Nanon pergi. Nanon mau mertahanin anak Nanon, bun." Ujar Nanon dengan lelehan air mata.

"Nggak !!" Sergah sang ayah. "Gugurin atau minta tanggung jawab ayahnya."

"Tapi yah.."

"Keputusan ayah udah final, Non. Kamu pilih gugurin anak itu atau minta tanggung jawab Ohm. Kasih tau ayah alamatnya kita kesana temuin orang tuanya."

Nanon masih diam. Otaknya dipaksa berpikir untuk memilih. Meski sejatinya sudah pasti Nanon akan memilih sang bayi, tapi hatinya juga terlalu sakit untuk datang dan minta pertanggung jawaban Ohm.

New datang mendekat. Membawa bungsunya yang kalut dalam dekapan aura keibuan.

"Bilang sama ayah, dek. Kasih tau alamatnya Ohm." Bujuk New.

Bungsunya tetap tak bergeming. Tay hampir saja kembali naik pitam jika New tak langsung menahannya dengan kode tatapan mata.

Bahkan kini isakan Nanon semakin terdengar pilu, teringat perlakuan-perlakuan Ohm yang begitu nyata menolak mereka. Menolak Nanon dan calon anaknya.

"Bun, adek..."

Brukk ...

"Adek !!"

Bisikan Nanon tak selesai. Tubuh lemahnya ambruk dalam pelukan sang bunda.

Dengan pandangan khawatir yang kentara, kedua orang tuanya membawa tubuh si bungsu ke atas ranjang.

"Ini salah kamu, mas !!" Ujar New. "Kalau kamu nggak terlalu keras sama dia, dia nggak akan pingsan gini."

Tangan bundanya dengan lembut mengusap dahi dan wajah basah Nanon. Setelahnya beralih mengoles kayu putih di pelipisnya berharap sang putra akan segera sadar.

Tay tak bersuara, seolah sadar akan kesalahannya. Namun remasan kuat di tangan belum terurai. Pertanda emosinya masih melingkupi.

Cklek..

Pintu kamar Nanon terbuka.

"Adek kenapa, bun?" Yang datang Frank, masih dengan seragam sekolah.

Belum juga New menjawab, Tay sudah memotong. "Kamu tau rumahnya Ohm, kak?"

Frank mengernyit bingung. Namun tetap saja pertanyaan ayahnya dijawab. "Yang tau si Drake, yah. Kenapa?"

KEEP IT OR RID IT (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang