Chapter 42

11.9K 1.8K 165
                                    

Inget aturannya kan? Vote dulu baru baca !!








Dokter Arm baru saja keluar ruang ICU setelah selesai memeriksa keadaan Nanon. Tersisa Chimon, Pluem dan Ohm yang masih terlingkup bahagia melihat Nanon yang telah sadar dari komanya.

Menyadari jika kedua sejoli di depannya butuh waktu sejenak berdua, Pluem memutuskan menarik Chimon untuk keluar dengan alasan mencari makan. Atau mungkin sekalian pendekatan?

Perlahan, Ohm berjalan lebih dekat. Menempatkan diri tepat di samping ranjang sang istri. Diusapnya wajah pasi dengan cekungan dalam di lingkar bawah mata tersebut.

"Non, maaf." Ucapnya lirih. Entah tepatnya untuk apa.

Dengan meminta bantuan Ohm, Nanon berusaha mendudukkan tubuh lemasnya. Menubrukkan diri dalam dekapan sang suami setelah tepat usahanya membuahkan hasil.

Keduanya menangis, dalam rengkuhan saling menguatkan. Ucapan syukur mengalir lepas dalam hati mengingat rasa tak bisa untuk saling kehilangan.

Nanon yang tak bisa kehilangan Ohm demi orang lain, dan Ohm yang tak bisa kehilangan Nanon karena dipisah takdir.

Setelah bermenit-menit mereka habiskan hanya dengan pelukan erat dan lingkupan sunyi, Nanon akhirnya buka suara.

Sebuah pertanyaan menggelitik hati ketika menyadari perutnya tak lagi berisi. Nanon ingat, Ohm menemani dia operasi lalu bayi mereka telah lahir. Hanya sampai itu, dan ingatan Nanon terhenti.

"Ohm, adek mana?"

"Eh, adek.. anu.. dia..." Ohm gelagapan. Harusnya sudah dari awal dia mempersiapkan jawaban bagi pertanyaan yang begitu mudah terprediksi ini. Tapi realitanya, dia kehabisan kata. Mati kutu.

"Ohm, kenapa? Adek dimana?" Lirih Nanon sekali lagi. Suaranya bahkan masih sedikit serak, efek baru bangun setelah dua hari koma.

Ohm masih menatap rancu, matanya bergerak mencari alasan tepat. Tapi gelagat tak biasanya membuat Nanon menarik hipotesa sendiri.

Si manis kembali menatap nanar. "Ohm, jangan bilang adek......" Kalimatnya menggantung, tak sanggup diselesaikan.

"Eh, nggak gitu sayang. Kamu jangan mikir macem-macem." Ujar Ohm panik dan kembali membawa Nanon dalam dekapan lembut.

Punggung dan kepala belakang Nanon jadi sasaran belaian lembut tangan besar Ohm. Sambil sesekali bibir tebalnya mendesis, mencegah si manis kembali bersedih.

"Karena adek lahir premature, adek masih harus diinkubasi, Non. Jadi dia nggak bisa kita temui dulu beberapa waktu ini." Jelas Ohm berharap Nanon menerima alasannya.

"Nanti kalau adek udah sehat, udah kuat, kita temuin dia bareng-bareng ya.." lanjut si tampan.

Nanon menghela nafasnya, mencoba mengerti. "Gitu, ya? Tapi kalau cuma lihat dari jauh, apa nggak boleh juga?"

"Kan kamunya juga belum pulih sepenuhnya, sayang. Kita tunggu sampai kamu juga sehat, ya." Alasan lagi.

Padahal dalam hati sejujurnya Ohm juga khawatir. Dari tadi sang mertua belum mengiriminya informasi update tentang keadaan si buah hati. Ohm begitu resah, dan takut. Apalagi mengingat penjelasan dokter Mix mengenai keadaan paru-paru sang bayi.

"Ohm, satu lagi." Suara Nanon membawa jiwa Ohm kembali dari lamunannya.

"Apa, sayang?"

Bukannya merona dipanggil sayang, kini wajah Nanon malah tampak gelisah dan begitu ragu.

"Soal..... soal... M..mm..Marc."

Deg.

Ohm lupa. Masih ada satu berita buruk lagi yang harus ia sampaikan pada sang pujaan hati. Tapi apa harus sekarang? Secepat inikah?

KEEP IT OR RID IT (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang