Chapter 48

11.4K 1.5K 212
                                    

Nanon memandang dari atas sampai bawah sosok yang duduk di hadapannya dan Ohm kini. Pria dengan setelan kemeja maroon yang pas ditubuh tinggi tegapnya itu datang bersama Krist pagi ini.

Canggung begitu terasa lekat. Entah dia maupun Ohm masih merasa kaget dengan kehadiran tiba-tibanya. Apalagi Krist hanya mengatakan jika beliau adalah tutor mereka, memperkenalkan nama mereka dan pergi begitu saja ke kamar, alasannya untuk melihat si kecil Marc.

"Bisa kita mulai saja belajarnya?" Suara bass sang pria memecah sepi. Tangannya sibuk mengeluarkan beberapa buku handout yang kini disusunnya di atas meja.

"Tapi Tuan Zheng..."

"Panggil pak Victor saja." Potongnya pada kalimat Nanon.

"Ah, iya. Tapi pak, apa nggak sebaiknya kita bicarakan masalah jadwal dan lain-lainnya dulu?"

Dalam hati Ohm membenarkan ucapan istrinya. Pemuda tanggung yang masih setia memadang wajah dingin itu juga memikirkan tentang jadwal shiftnya di cafe mommy Kay, takut jatuhnya bentrok.

"Untuk jadwal dan lain-lainnya sudah saya atur dengan tuan Singto beberapa hari lalu. Setiap minggunya kita akan belajar setiap hari senin sampai kamis jam sembilan pagi sampai jam satu siang. Ijin dan sebagainya silahkan beri tau saya sehari sebelumnya." Kalimatnya benar-benar tertata, khas kalangan berpendidikan.

Nanon membawa pandangan pada Ohm, takut ada bantahan atau tak setuju. Namun ternyata suaminya itu mengangguk. Sepertinya Ohm terlalu malas jika harus berurusan lagi dengan papanya.

"Tapi kalau saya belajar sambil mengasuh anak, apa boleh?" Tanya Nanon takut-takut. Meski dia yakin sang tutor sudah tahu masalah utama mereka dari mertuanya.

Victor mengangguk dengan senyum tipis. "Silahkan. Jangan anggap ini seformal belajar di sekolah. Kalian bebas melakukan apapun asal tetap paham pada apa yang saya jelaskan."

Kedua pemuda di hadapannya menghembuskan nafas lega. Sepertinya sosok gagah Victor tak sekeras yang mereka kira dari penampilannya.

"Karena kita mengejar ketinggalan dari yang lain, jadi materi kita akan lebih padat di sesi-sesi awal ini. Semoga kalian tidak ada masalah." Tambah Victor menyerahkan buku-buku materinya pada Ohm dan Nanon.

Keduanya mengangguk sebagai jawaban. Tangannya sudah sibuk membolak-balik isi buku dengan mata fokus memindai lembar demi lembar yang dianggapnya menarik.

Jemari Nanon mengelus rentetan huruf tercetak besar di cover buku bertuliskan ekonomi. Bibirnya tersenyum miris. Impiannya adalah kimia, mengkaji deretan unsur dengan berbagai reaksinya. Tapi takdir membawanya pada keragaman ilmu sosial.

Mengeluh bukan pilihan Nanon. Yang ada di otaknya hanya membiarkan arus membawanya pada masa depan yang telah Tuhan siapkan. Meskipun pada akhirnya dia tak bisa, tapi Nanon berharap Ohm berhasil.








....





Ohm tiba di cafe ketika para karyawan lain yang satu shift dengannya sore itu sudah memulai pekerjaan bagiannya. Oleh karenanya dengan cepat si tampan berganti pakaian kerja dan langsung mengambil daftar menu serta pulpen untuk dibawanya menuju meja pelanggan yang baru datang.

"Pesanan meja 13, bang." Ujar Ohm menyerahkan sobekan kertas order pada Joss berdiri di balik counter bar.

Joss mengangguk. Sempat memperhatikan penampilan Ohm yang penuh peluh, bahkan rambutnya agak berantakan karena tak tersentuh pomade seperti biasanya.

"Tumben telat, kenapa?" Tanya Joss sambil tangannya sibuk meracik pesanan.

Ohm menghela nafas panjang. "Capek ketiduran abis home schooling. Eh tadi pas mau berangkat Marc tiba-tiba nangis minta gendong."

KEEP IT OR RID IT (OhmNanon)Where stories live. Discover now