Chapter 4

19K 2.4K 334
                                    

Semerbak flamboyan yang baru mekar dari arah halaman depan, menambah kesan hangat suasana makan malam di keluarga Tay. Malam masih di titik awal, dan empat kursi disana telah terisi.

"Tunggu adek sebentar, ya." Ujar sang bunda sembari meletakkan secangkir teh untuk suaminya.

Frank hanya mengangguk. Meski sebenarnya sudah begitu lapar. Sedangkan Pluem, si sulung yang sedang merantau demi pendidikan malam itu kebetulan pulang. Membuat makan malam keluarga mereka terasa lengkap.

"Abang panggil aja ya, bun si adeknya?" Tawar Pluem.

"Boleh deh, bang. Bilangin suruh cepet. Kebiasaan lama si adek." Ayahnya yang menjawab.

Meninggalkan meja makan menuju kamar adik bungsunya, Pluem mengetuk beberapa kali. Sayang hasilnya tak ada.

"Dek, ditungguin ayah bunda tuh. Ayo buruan keluar." Pluem memberi tahu.

"Dek.." iseng-iseng menekan knop pintu, ternyata tak dikunci. Pluem masuk kamar adiknya dengan gerakan hati-hati.

Lampunya belum menyala. Gorden jendela juga masih terbuka. Pluem ingat, tadi adiknya pulang dengan keadaan basah kuyup kehujanan. Lalu tanpa menyapa siapapun sore itu, dia masuk kamarnya dan tak keluar sampai sekarang.

Gulungan selimut di atas ranjang disibak oleh Pluem. Nampak adiknya yang tertidur dalam gelisah. Wajahnya merah, ternoda bekas air mata. Tubuhnya bergetar, kedinginan.

Pluem langsung mengecek suhu lewat dahi dan ceruk leher Nanon. "Astaga.. Dek, kamu sakit?"

Tentu saja tak ada jawaban. Bibir adiknya sibuk meracau gumaman yang entah apa tak bisa Pluem dengar pasti.

"Bunda.. bunda.." Pluem menuju meja makan dengan tergesa.

"Kenapa, bang? Pelan-pelan nanti jatuh." New memperingati.

"Adek, bun. Adek badannya panas."

"Astaga.. biar bunda cek dulu." Mata New beralih menatap ketiga laki-lakinya. "Kalian makan duluan saja. Jangan khawatir, Nanon bunda yang tangani."

Perintah nyonya rumah adalah mutlak. Itu pula yang jadi kebiasaan dalam keluarga Tay. Sehingga mau tak mau meski khawatir Tay, Pluem dan Frank memilih menuruti perintah New.










....








Setelah sempat mengecek keadaan putra bungsunya, New kembali ke kamar Nanon dengan semangkuk bubur, segelas teh hangat dan paracetmol. Nanon adalah tipikal yang sulit menggunakan kain kompres ketika sakit, risih katanya.

Menepuk pelan pipi hangat Nanon "Dek, makan dulu yuk bunda suapin. Habis itu minum obat."

"Eugh.. dingin, bun.."

"Iya, habis minum obat langsung tidur lagi ya.."

New membantu Nanon duduk menyandar pada tumpukan bantal di kepala ranjang. Menyeka dahi si putra kesayangan.

"Ayo buka mulutnya." Menyodorkan sendok berisi bubur tepat di depan mulut Nanon yang tertutup rapat.

"Ayo, sayang.. mau sembuh kan?" Sekali lagi mencoba. Tapi Nanon malah menolehkan kepalanya, menghindari suapan sang bunda.

"Perut Nanon sakit, bun." Adu anaknya dengan mencicit.

"Makanya makan, sayang. Biar perutnya nggak sakit."

"Nggak. Sakitnya disini. Sakit banget, kaya kram." Tunjuk Nanon pada perut bawahnya.

"Kasih kayu putih, ya. Biar nyaman?" Tawar New.

KEEP IT OR RID IT (OhmNanon)Where stories live. Discover now