Chapter 8

17.3K 2.1K 463
                                    

".... kalian menikah minggu depan."

Suara tegas Singto membuat kaget seluruh eksistensi di sana, terkecuali sosok Tay Tawan.

"Mas.." lirih New menatap suaminya.

"Benar. Ini keputusan terbaik menurut kami." Jawab Tay tak kalah tegas.

"Tapi usia mereka, gimana sama sekolah? Gimana sama respon masyarakat?" Giliran Krist yang menyuarakan keresahannya.

Singto menatap lembut namun tegas pada sang istri. Menunjukkan aura yang begitu dominan.

"Ujian mereka tinggal bulan depan kan? Selesaikan sampai ujian. Masalah pandangan orang, kita sembunyikan sebisa mungkin."

"Tapi Ohm masih bisa lanjut sekolah kan pa?" Tanya anaknya lirih. Takut juga kena bogem Tay lagi seperti kemarin.

Singto mendengus. "Itu urusan nanti."

Nanon meremas kain celana bagian pahanya kuat. Entah kenapa mendengar peluangbsekolah Ohm masih terbuka meski sedikit, hatinya terasa sakit. Karena dia yakin, tahun depan dia tak akan bisa masuk SMA impiannya.

Pluem menaruh pandang pada kegelisahan adiknya. Menelisik wajah manis yang biasanya ceria kini harus berkabut air mata.

"Jadi maksud om minggu depan kita adakan pernikahan tertutup untuk mereka?" Tanyanya.

Singto mengangguk penuh wibawa. "Aku tau salah satu gereja kecil di pinggir kota. Kita nikahkan mereka di sana. Tanpa tamu, hanya kita."

"Tunggu !!" Sergah Krist menarik perhatian semua yang ada di sana.

Ibu dua anak itu tampak ragu mengeluarkan suaranya. "Bagaimana kalau.... kita dengar dari Ohm dan Nanon. Maksudku, kita belum tanya pendapat mereka kan?"

New mengangguki setuju. Tak tega juga melihat bungsunya seolah jadi tersangka di tengah sidang perkara begini.

Tapi bukankah mereka memang tersangka?

"Nggak." Tolak Tay. "Mereka nggak di posisi buat milih. Pilihan mereka ya hanya nerima."

New menatap nyalang suaminya. "Tapi mereka yang bakal jalanin, mas !! Kita perlu denger juga pendapat mereka."

Tak

Semua menatap kaget hentakan sepatu Frank yang tiba-tiba berdiri. Pemuda yang sedari tadi diam dengan wajah tak tertebak itu menatap jengah.

"Kak.." Tegur New.

"Kakak ke kamar, bun. Pusing." Setelah mengucapkannya, tanpa menunggu jawaban, Frank langsung pergi menuju kamarnya. Bahkan ada gebrakan keras saat pintu kamarnya ditutup.

Tay menghela nafas melihat kelakuan putra tengahnya. Menatap keluarga Singto dengan tatapan menyesal.

"Maaf membuat kalian kurang nyaman."

"No problem. Mungkin dia emang lagi sakit." Ujar Singto.

"Pa.." Suara Ohm kembali menjadi pusat atensi. "Aku boleh ngobrol sebentar sama Nanon?" Lanjutnya.

Singto menatap Tay, mencari persetujuan. Setelah nampak kepala keluarga Vihokratana mengangguk, Singto mengiyakan permintaan bungsunya.

"Ajak Ohm ke halaman belakang, dek. Kami nungguin sambil diskusi soal acara minggu depan." Perintah Tay pada Nanon.

Nanon mengangguk. Sudah tak punya daha untuk menolak.

Kemudian remaja yang tengah hamil dua bulan itu beridiri diikuti Ohm, meninggalkan kelima orang lainnya yang masih betah di ruang tamu.




KEEP IT OR RID IT (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang