Chapter 2.18

8.1K 1.2K 216
                                    

Vote-nya jangan dilupain yak .. ^_^






Kelopak yang melindungi bola mata cantik sewarna madu itu terbuka perlahan. Sejenak menyesuaikan cahaya lampu temaram, sampai Nanon benar-benar bangun setelah memastikan jam dinding yang belum beranjak dari angka tiga dini hari.

Pintu kamarnya dibuka sepelan mungkin, meski ia tahu Ohm yang tidur di luar tak akan terganggu. Keadaan suaminya itu masih hangover parah sejak semalam, tak banyak perubahan.

Niat langkah yang ingin ke dapur mencari minum untuk melegakan tenggorokan malah dibelok setelah mendengar suara rintih dan gumaman racau dari kamar Marc. Sepertinya putra tampannya tersebut mengigau. Dengan rasa penasaran Nanon masuk ke kamar putranya. Terang benderang, karena Marc memang tak bisa tidur jika lampunya dimatikan.

"Bunda... dingin nda.."

"Bunda.."

"Papa.. peluk papa.."

Nanon segera mendekat ke sisi ranjang. Menyibak selimut yang menutup sekujur tubuh putra tunggalnya.

"Dek, ini bunda. Bangun, yuk." Berusaha membangunkan Marc yang ternyata badannya begitu panas dengan keringat dingin membasahi tubuhnya.

"Bunda.." masih meracau.

"Adek, bangun sayang." Panggil Nanon pelan dengan menepuk pipi bulat Marc.

Bukannya bangun, si kecil malah mengeratkan pegangan tangannya di kain baju Nanon. Seperti tengah mencari kehangatan.

Bundanya sudah didera panik dan kekhawatiran. Dengan susah payah melepas pegangan Marc pada dirinya lalu keluar mengambil termometer di kotak P3K. Di tengah langkah tergopohnya Nanon masih sempat melirik keadaan Ohm yang sepertinya masih sama saja. Tak ada yang bisa diharapkan.

Nanon kembali masuk kamar Marc dengan segelas teh manis hangat, plaster demam dan termometer digital serta kayu putih. Membalurkannya di kaki serta perut si kecil agar hangat, memasangkan plasternya lalu meminumkan tehnya dengan bantuan sendok agar mudah masuk.

Terakhir menggunakan termometernya. Angka 39°C tertera di layar termometer digital, Marc demam. Mungkin faktor kelelahan saat di sekolah tadi. Makin panik saja bundanya.

"Dek, kita ke rumah sakit aja ya. Bunda anter." Pikiran Nanon sudah benar-benar kacau. Dengan sigap anaknya dipakaikan pakaian tebal agar tetap hangat, tak lupa menyambar dompet dan smartphone serta jaketnya sendiri. Masa bodoh dengan penampilan bangun tidurnya.

Terpikir minta bantuan keluarganya, namun Nanon kemudian urung. Si manis tak mau merepotkan mereka di jam istirahat seperti sekarang. Akhirnya opsi taksi online menjadi pilihan. Untung saja masih ada yang mengambil orderan.

"Halo. Iya saya Nanon.

.. udah di depan? Iya saya keluar, pak. Tunggu sebentar."

Telfon pemberitahuan dari sang driver taksi memaksa Nanon membawa sendiri tubuh gempal si kecil. Membawa Marc dalam gendongan dan melewati Ohm yang seolah tak terganggu begitu saja.

Persetan dengan sang suami, keadaan putra tunggalnya saat ini adalah perhatian utama.







....







Berkas sinar mentari yang menyusup masuk melewati celah ventilasi, memaksa netra jelaga milik Ohm terbuka. Keadaanya kacau, kepalanya pusing, mual sisa hangover semalam, serta bau alkohol yang menguar.

Ohm bangun terhuyung. Memaksa keseimbangan berjalan ke kamar mencari istri manisnya. Namun kosong yang jadi jawaban, tak ada Nanon jua tak ada Marc.

KEEP IT OR RID IT (OhmNanon)Where stories live. Discover now