Cerita

5.5K 734 55
                                    

Boleh vote dulu nggak?








Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak sepuluh menit lalu. Berbondong murid mulai meninggalkan area sekolah menyisakan beberapa yang masih menunggu jemputan, menunggu tumpangan, atau memang sengaja tinggal karena suatu hal.

Marc, si bocah tampan yang hampir tiga hari bolak-balik sekolah-rumah dengan menggunakan transportasi online karena hubungannya yang sedang tak baik dengan orang tuanya, mendadak merubah tampang menjadi cemberut ketika tanpa pemberitahuan apa-apa tiba-tiba Lexus hitam sang papa sudah di depan mata.

"Kok nggak bilang dulu mau jemput? Aku kan jadi harus cancel abang ojolnya !!" Baru sepersekian detik duduk di samping kemudi, papanya sudah kena semprot.

Padahal sebelum Ohm melempar tatap setajam elang, Marc berniat melengos dan kabur meninggalkan sang papa.

"Biar kamu bisa menghindar?" Sarkas Ohm sembari menyalakan lagi mesin mobilnya, bersiap menyusur jalan raya yang lumayan padat.

Putra sulungnya berdecak. Lebih memilih mengalihkan tatap pada kaca jendela, memandang sisi jalanan di sebelah kiri tak peduli pada papanya yang mulai jengah dipacu emosi.

Ya, berhari melihat Marc bersikap dingin pada ia dan Nanon membuat Ohm begitu muak dan jengah. Ohm tahu putranya merasa bersalah setelah mengetahui rahasia besar mereka. Namun kalau sudah begini bukannya rasa bersalah yang Marc tunjukkan, malah seolah menyalahkan.

Ohm tak tega melihat Nanon terimbas langsung. Bagaimana si lelaki manis selalu menatap sendu pada putra sulungnya, bagaimana Nanon menangis memunggunginya kala malam mereka tidur, semuanya terasa menyakitkan bagi Ohm.

"Loh, kok nggak ke arah rumah?" Marc berbalik menatap papanya kaget saat jalanan asing menyapa inderanya.

Ohm tak menjawab. Lebih memilih fokus pada stir dan jalanan dari pada terpancing emosi meladeni putranya yang sedang ngambek.

"Pa !! Kita mau ke mana? Kabarin bunda dulu kalau mau pergi, nanti bunda khawatir."

CEO perusahaan retail itu tersenyum remeh. "Masih peduli sama bunda?"

Diam. Marc menciut tahu sang papa sedang tak baik-baik saja. Lagi-lagi, ia yang salah.

Si pemuda tanggung lebih memilih kembali duduk tanpa suara. Membiarkan kemanapun sang papa membawanya.

Butuh setengah jam lebih sampai Ohm menghentikan laju mobilnya.

Cafe? -batin Marc melihat bangunan yang kini ada di hadapan

"Papa mau ngajak hangout?" Gumam Marc mengikuti Ohm di belakangnya.








....







Membiarkan Marc mengekor, suara pantofel milik Ohm dan sneakers Marc yang beradu lantai mengundang atensi seseorang.

"Ohm !!" Panggil seseorang dari arah mesin kasir sambil menyongsong Ohm memberi pelukan.

"Hai, Mom." Balas Ohm, jua memeluk si lelaki paruh baya dengan tak kalah bersahabat.

"Astagaa.. udah jadi orang sukses ya kamu sekarang. Apa kabar, sayang?"

"Baik, Mom. Mommy juga sekeluarga apa kabar?"

"Baik juga. Yuk duduk dulu. Eh, ini?"

Marc menoleh kebingungan ketika si lelaki paruh baya memberi atensi padanya. Ia yang masih kebingungan dengan interaksi sang papa dan si lelaki makin dibuat tak paham saja.

Ohm tersenyum. Menarik Marc agar berdiri tepat di sisinya. "Ini Marc, Mom. Anak sulung Ohm."

"Ya Tuhan, udah gede aja. Kelas berapa, sayang?"

KEEP IT OR RID IT (OhmNanon)Where stories live. Discover now