Menelusur Bengawan Solo

3K 89 0
                                    

Kapal Jung bertiang luar besar itu membelah aliran Sungai Bengawan Solo. Nampak tiga pemuda bertubuh tegap piawai memainkan layar mencari kemana arah angin berhembus. Seorang diantaranya masih berusia muda sekali, tetapi justru ia yang nampak mengomandoi dua pemuda lainnya.

Ya, pemuda itu adalah Raden Mas Arya Kuning. Dua pemuda lainnya masing-masing Punggawa Kedum dan Punggawa Tuan. Meski usia mereka relatif muda, tetapi dalam hal beladiri dan pertempuran, mereka dididik langsung oleh Arya Penangsang dan Panembahan Kadi yang merupakan putra Sunan Kudus.

“Cepat turunkan perahu kecil, aku merasa ada orang yang mengintai perjalanan kita. Perlambat laju kapal ini. Menurut hematku pengintai itu adalah seorang telik sandi. Biarkan aku menangkap dan bertanya apa maksud ia mengintai kita.” Tanpa bertanya lagi dua punggawa Keraton Djipang itu mengerjakan perintah Raden Kuning.

Secepat kilat Raden Kuning melompat dari kapal Jung ke perahu kecil. Ia meluncur ketepian dan mendarat di tepi Sungai Bengawan Solo. Menurut hematnya kini tanah yang dipijaknya itu masuk wilayah Padukuhan Trucuk. Dengan sekali loncatan Raden Kuning telah mendarat di ranting pohon besar. Lalu ia kembali berkelebat menuju belukar di arah Barat.

“Duk, aw.”

Pukulan Raden Kuning tepat mendarat di pelipis pria paruh baya yang bersembunyi di semak perdu. Suaranya nyaring terdengar sebelum tubuhnya terjerembab masuk ke dalam belukar. Setelah melumpuhkan pengintai, Raden Kuning langsung menyeretnya ke perahu dan segera dibawanya ke kapal Jung.

“Siapa kau. Apa kepentinganmu memata-matai kami.”

Tiba-tiba Raden Kuning menjentikkan jarinya dan meluncurlah batu kerikil tepat menotok urat leher orang yang sedang diinterogasinya itu.

“Kau jangan coba-coba berbohong di hadapanku. Cepat jawab pertanyaan tadi!” bentaknya.

Tak nampak lagi perlawanan dari pria paruh baya itu. Terlihat sorot matanya lemas mengetahui jika orang yang menangkapnya ini adalah pria pilih tanding.

“Aku hanya mau menjawab pertanyaanmu jika engkau mau memenuhi syarat yang kuajukan,” ujarnya lemah.

“Hei kau jangan main-main di depanku. Jangan buat kami semua emosi melihat kelakuanmu yang tak pantas ini,” Raden Kuning kembali menghardik orang itu lagi. Namun tawanan itu hanya diam saja tak merespon bentakan lawannya. Melihat kekerasan hati orang yang diduga telik sandi ini, Raden Kuning akhirnya bersiasat.

“Baik, aku mau mendengarkanmu. Apa syarat yang engkau ajukan?”

“Setelah aku selesai bercerita, hadapkan aku dengan pimpinanmu.”

Permintaan janggal itu membuat kening Raden Kuning berkerut. Apalagi ini batinnya. Namun tidak ada pilihan lain agar dapat mendengar pengakuan dari orang ini begitu batinnya.

“Aku menerima  syaratmu tetapi dengan satu syarat juga. Jika engkau tak berkata jujur, engkau akan kubunuh sebelum ceritamu selesai,” ujar Raden Kuning mantap. Dilihatnya tak ada perubahan raut muka pria di hadapannya ini.

“Kapal ini akan ditenggelamkan di Tuban. Sia-sia pelarian kalian ini. Aku adalah petugas telik sandi yang ditugaskan untuk memberikan kabar kedatangan kalian dari sini. Hadapkan aku kepada Pangeran Mataram,” jelasnya tanpa tedeng aling-aling.

Kecurigaan Raden Kuning makin menjadi. Terlebih telik sandi ini mengenal Pangeran Arya Mataram. Tentu ini jebakan. Raden Kuning terlihat murka.

“Mengapa engkau semudah itu memberitahukan misimu. Aku tak percaya keteranganmu ini!” Kembali Raden Kuning murka. Dicabutnya keris yang berada di balik pinggangnya. Sebelum benda tajam itu berlumuran darah menghujam tubuh telik sandi, terdengar suara nyaring yang menyelamatkan nyawa si telik sandi.

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Where stories live. Discover now