Di tengah pusaran penyelidikan

933 41 7
                                    

Orang yang menghentikan kereta kuda berjalan mendekati kereta. Mereka berjumlah tiga orang. Jika menilik dari pakaiannya, orang itu adalah kawula biasa. Langkah kakinya yang berat pun membuktikan bahwa orang-orang itu hanya bertenaga kasar. Suma Banding yang semula khawatir langsung menghela nafas lega. Tetapi ia tak mau penyamarannya terbongkar. Beruntung saat itu ia berpakaian kawula. Wajahnya yang kusut masai imbas tak tidur semalaman mendukung penyamarannya.

“Hei kusir yang membawa penumpang. Kami hanya ingin menawarkan kerjasama,” ujar orang itu.

“Kerjasama apakah tuan?” tanya kusir kereta.

“Kami kekurangan kendaraan untuk mengangkut barang dari gudang itu menuju pasar di Candi Laras. Sedangkan barang itu harus segera sampai di tempat. Kebetulan tadi aku melihat kalian melintas, segera muncul di benakku untuk menawarkan kerjasama. Bagaimana jika aku minta bantuanmu agar membawa barang untuk diantarkan ke tempat tujuan. Engkau boleh mengantar dulu penumpangmu, jika arah kita bersebrangan.”

“Aku pun hendak ke Candi Laras, tuan. Jadi aku tak berkeberatan jika engkau ingin mengambil kerjasama dengan orang ini, kusir.” Suma Banding memberi isyarat agar kusir menerima tawaran orang itu.

“Baiklah. Jika penumpang yang aku bawa tidak keberatan dan karena arah tujuan kita pun sama, maka aku menerima tawaran kerjasama darimu.”

Kusir kereta kemudian memutar balik arah. Dengan langkah pelan mereka menuju bangunan yang ternyata adalah gudang penyimpanan bahan makanan. Suma Banding ikut turun dari kereta. Ia berkeliling hingga ke bagian depan gudang. Langkahnya terhenti karena gudang itu dijaga oleh dua orang pria bertubuh kekar yang langsung memandangnya dengan curiga. Suma Banding terpaksa mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam gudang. Tetapi dari sudut matanya ia dapat melihat bahwa di dalam sana ada beberapa pekerja yang bertugas melakukan bongkar muat barang. Berkarung-karung beras menumpuk di sisi kanan dan kiri gudang. Tingginya hampir menyentuh langit-langit.

Suma Banding sempat melirik dari sudut matanya jika orang-orang yang baru datang dari kapal Galai tadi berada di dalam sana. Mereka terlihat memandori pekerja bongkar muat beras. Entah apa yang tengah mereka lakukan. Tetapi dalam hatinya ia curiga jangan-jangan rencana untuk menyebar racun itu bisa berasal dari tempat ini. Suma Banding tak ingin larut dalam syak wasangkanya tersebut. Hanya saja di dalam hatinya telah mencatat bahwa tempat yang kini ia datangi itu adalah salah satu sarang tempat musuh bermukim sementara. Ia juga harus mengawasi jalur pasokan beras menuju istana. Apakah ada kaitannya dengan beras yang berasal dari gudang di tempat ini.

Sependidih air, puluhan karung beras telah bertengger di bagian belakang kereta kuda yang ditumpangi Suma Banding. Kuli pengangkut menyelesaikan angkut muat barang hanya dalam sekejap. Keringat dari pria-pria berbaju kotor itu terlihat menghiasi wajah mereka. Sinar matahari pagi yang mulai meninggi menjadi penyebab lain jatuhnya peluh para pekerja kasar itu. Suma Banding merasa sudah cukup mendapatkan informasi di tempat itu. Ia segera melompat naik ke atas kereta. Kusir kereta membedal kuda penarik kereta setelah menerima beberapa keping pitis sebagai upahnya.

Ya, keraton Palembang yang baru telah mengenalkan koin pitis sebagai alat tukar. Mata uang baru itu dibuat dari bahan logam yang terbuat dari campuran timah hitam dan timah putih. Pitis yang berupa uang koin itu ditengahnya memiliki lubang berbentuk kotak atau bulat, lalu dirangkai dalam ikatan paket-paket yang masing-masing pengikatnya terdiri dari lima keping.

Meskipun masih dikenal terbatas di kalangan penduduk lokal saja, namun pedagang asing tetap menerima pembayaran dengan pitis. Biasanya mereka yang akan bertransaksi ke luar Palembang menukarkan keping pitis dengan koin emas. Beberapa pedagang setempat memanfaatkan jasa tukar mata uang dengan membuka tempat di sejumlah tempat di sekitar pelabuhan Musi.

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang