Kisah lakon gila

1.2K 45 0
                                    

Raden Kuning kemudian menceritakan kepada Pangeran Arya Mataram, Ki Gede Ing Suro, Bujang Jawa, dan Punggawa Kedum kisahnya diculik perompak di Muara Sungsang. Asen dan Cuncun ikut mendengarkan dan sesekali meluruskan cerita Raden Kuning. Peristiwa pertama yang diingatnya adalah saat ia melansungkan prosesi sakral pernikahan.

“Pagi hari ayah angkatku Huanglo dan istrinya Jhiwyen membawa rombongan keluarga kecil kami untuk mengantarku melakukan akad nikah dengan putri sulung ketua Li yang bernama Chun Hua gelar Hamnah Putri Cinde. Dengan pernikahan itu berarti aku telah menjadi bagian dari keluarga di sana.” Raden Kuning memulai kisahnya.

*****

Pagi hari yang cerah, rumah ketua Li ramai dikunjungi seluruh warga kampung. Ya, saat itu adalah saat yang paling sakral untuk putri sulungnya Chun Hua yang akan mengakhiri masa gadisnya. Sebentar lagi ia akan mendengar Raden Kuning mengucapkan ikrar setia untuknya. Namun sesuai dengan permintaan keluarga Huanglo sebelumnya, Putri Chun Hua akan mengucapkan dua kalimat syahadat yang akan dipimpin langsung oleh Huanglo.

Putri keturunan Tiongkok itu berusia enam belas tahun dan memiliki paras yang jelita. Kulitnya putih mulus, sedangkan wajahnya oval seperti bentuk bulan purnama yang tengah bersinar bagus-bagusnya. Sorot matanya lembut tetapi tajam, pertanda bahwa dirinya memiliki pendirian yang teguh. Iya adalah anak ketua Li yang dilahirkan di perkampungan Muara Sungsang.

Raden Kuning belum pernah bercakap-cakap dengan dirinya. Keadaan jiwanya yang lupa membuat Raden Kuning tidak percaya diri untuk membuka obrolan dengan Putri Chun Hua. Meskipun keduanya telah mengetahui akan dijodohkan, tetapi Raden Kuning tetap tidak berani mendekati Putri Chun Hua meskipun hanya untuk bertukar sapa saja. Dalam pandangannya, Putri Chun Hua bak putri jelita yang turun dari kahyangan. Sementara dirinya seperti orang linglung yang mendapat berkah rezeki yang turun dari atas langit. Tentunya kondisi dirinya yang seperti itu membuat Raden Kuning semakin tidak percaya diri.

Pagi ini adalah kali pertama Raden Kuning melihat paras Putri Chun Hua dari dekat. Harus diakuinya bahwa setiap ia beradu pandang dengan calon istrinya itu jantungnya berdegup kencang. Tabib Yu yang mendampingi Raden Kuning sebagai pihak keluarga sempat tersenyum-senyum sendiri melihat prajurit yang selalu menang dalam pertempuran itu bertingkah seperti orang kalah perang. Wajahnya tertunduk menatapi lantai rumah dari kayu.

“Bagus Kuning, engkau tataplah wajah istrimu ini. Jangan engkau sibuk menatap lantai saja. Awas nanti malam istrimu tertukar dengan Cuncun.” Tabib Yueren terkekeh.

Raden Kuning hanya tersenyum simpul dikatai tabib Yu. Ia bingung harus menanggapi celaan orang yang sangat dihormatinya itu. Apalagi di saat yang bersamaan jantungnya masih berdegup kencang tak tentu arah jika beradu pandang dengan calon istrinya itu.

Prosesi Putri Chun Hua menjadi muslim berjalan dengan mulus. Ketua Li sempat menitikkan air mata ketika melihat putri sulungnya berpindah keyakinan. Untuk menutupi perasaan di dalam hatinya, ketua Li kemudian mengambil hidangan sirih dan menyantapnya dengan nikmat. Seketika giginya menjadi merah dan ketika ia tertawa membuat wajahnya yang angker berubah menjadi lucu.

“Rupanya mudah untuk menghilangkan kesan angker ketua Li. Cukup suguhkan sepiring sirih lalu berikan kepada ketua Li, dijamin tampang seramnya jadi hilang, hahahaha.” Tabib Yueren kemudian kembali tertawa senang.

Akad nikah dipimpin langsung oleh Huanglo. Raden Kuning yang telah berlatih semalaman terlihat lancar mengucapkan ikrar janji suci itu. Ketua Li sendiri yang menutupkan kerudung berwarna merah kepada putrinya yang sekarang telah menjadi istri sah Raden Kuning. Kedua pasangan suami istri itu lalu melakukan sembah sujud kepada Ketua Li dan istrinya serta Huanglo dan istrinya. Putri Cinde menangis bahagia ketika ia mencium tangan ayahnya Litantong.

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang