Mengatur Strategi

805 36 4
                                    

"Ada apa denganmu, Raden?" Suma Banding bertanya gusar.

"Entahlah, Paman. Sepertinya aku juga terkena racun." Raden Sabtu berusaha bangun dari jatuhnya. Bajunya kotor terkena debu tanah.

"Bagaimana bisa Raden yang sangat hati-hati bisa keracunan?" Suma Banding menghentikan langkahnya. Senopati Sentri Payu dan prajurit pengawal juga menghentikan langkah mereka.

Temaram cahaya di sepanjang regol menuju bangunan sebelah Selatan keraton membuat pandangan mata terbatas. Pijar cahaya lampu minyak yang menerangi regol hanya mampu memberikan sedikit cahaya untuk melihat kondisi Raden Sabtu sesungguhnya. Hal itu telah dipikirkan masak-masak olehnya sebelum menjatuhkan diri ke tanah.

"Sepertinya aku keracunan ketika hampir dilukai oleh anak buah Ketua Li di penginapan Mandau. Di mana Raden Gatra, aku harus segera meminta obat darinya. Tunggulah sebentar Paman Suma Banding, aku menemui keponakanku itu dulu." Tanpa meminta persetujuan, Raden Sabtu berlari menuju lapangan di dekat barak prajurit. Di tempat itulah Raden Sabtu melihat guru dan murid aneh itu bersemedi. Tanpa kesulitan, Raden Sabtu berhasil menemukan mereka.

"Salam hormat saya, Yai Belingis, Nyai Derimas. Dan engkau keponakanku Raden Gatra. Ada hal penting yang perlu aku utarakan kepada kalian. Izinkan aku mendekat." Raden Sabtu segera bergegas mendekat ke tempat mereka. Kakek Belingis dan istrinya Nyai Derimas tidak lagi melakukan semedi dengan cara aneh. Ketika itu mereka tengah duduk di amben di bawah pohon beringin Janggut yang telah berusia ratusan tahun.

Meskipun kedatangan Raden Sabtu menimbulkan banyak pertanyaan, tetapi orang tua aneh itu sepertinya tidak mengambil perduli. Ya, kedua orang tua sakti itu memang tidak sama dengan orang biasa. Keanehan adalah sahabat mereka. Pun ketika Raden Sabtu datang dengan langkah tergopoh-gopoh, mereka menganggap lumrah.

"Ado apo, Raden Sabtu. Kau ini memang galak nian ganggu kami yang lagi menikmati angin malam. Cepat bae kau bilang apo keperluan kau itu, Nyai kau ini lagi kesumangan dengan Yai kau yang belagak ini, hahahaha.....!" Kakek Belingis bersuara kencang. Raden Sabtu awalnya tidak mengerti apa maksud kakek gila itu. Tetapi karena suara Kakek Belingis tak kunjung berhenti, Raden Sabtu akhirnya mahfum.

"Ai, Yai Belingis ini ruponyo calak jugo. Mak ini Nyai Derimas dan Raden Gatra. Prajurit di keraton ini ado yang jadi pengkhianat. Tapi sampai saat ini aku belum tau siapo pemimpin mereka yang terlibat. Cuma ado dua senopati dan penasehat kerajaan yang saat ini ngecakkan kekuasaan atas prajurit. Senopati Bagas Rilau sudah aku simpulkan idak terlibat. Aku curiga kalau Senopati Sentri Payu itulah yang jadi pemimpin pengkhianat." Raden Sabtu berbisik pelan. Kakek Belingis terus bicara sendiri. Rupanya ia sengaja bertindak seperti itu agar suara Raden Sabtu tenggelam oleh suaranya yang keras.

"Payu, kito tangkap bae sekarang Sentri Payu itu. Biar aku dewek yang cungkil matonyo!" Nyai Derimas kelihatan murka.

"Jangan dulu, Nyai. Kito harus yakin nian sebelum bertindak. Aku masih perlu waktu untuk membuktikan itu. Ado hal yang meragukan aku, Sentri Payu itu ikut luko saat ngejar perusuh dari Malaka."

"Terus kalu masih nunggu, apo dio kendak kau sekarang?" Nyai Derimas bertanya geram.

"Aku baru sampai di sini, tapi Paman Suma Banding la ngajak aku untuk menghadap rajo. Senopati Sentri Payu melok pula diajaknyo. Yang mencurigakan aku tuh, ado prajurit pengawal Senopati Sentri Payu yang diajaknyo melok kami. Alasannyo untuk melakukan pengawalan. Ini aneh nian. Untuk apo di rumah dewek kito perlu dikawal, yo idak?" Raden Sabtu bicara dengan suara tergesa-gesa.

"Terus mak mano Raden Sabtu pacak begeser dulu ke tempat kami ini. Tadi ujinyo diajak menghadap rajo?" tanya Raden Gatra sambil menggaruk kepala.

"Tadi aku belagak keno racun. Itu alasan aku bae supaya aku ado alasan untuk nggari kau, Raden Gatra. Nah sekarang tugas kau, enjukkan aku pil obat, icak-icaknyo itu obat penawar racun," jelasnya.

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang