Pertarungan

782 32 3
                                    

Depati Rengkaling memegangi dadanya. Ia langsung terhuyung dan jatuh ke belakang. Beruntung sebelum terjerembab, seorang prajurit menyambar tubuhnya. Seketika suara penonton yang histeris berubah panik. Mereka saling bertanya gerangan apakah yang tengah terjadi.

"Mengapa Depati Rengkaling tetiba seperti itu. Apakah yang terjadi padanya. Panggilkan tabib!” suara Senopati Bagas Rilau yang kencang memecah kegaduhan.

Seorang pria sepuh dengan janggut panjang memutih naik ke atas arena. Segera ia memeriksa denyut nadi Depati Rengkaling. Wajahnya terlihat serius dan berkali-kali menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Aih, orang ini keracunan!” seru tabib pelan. Senopati Bagas Rilau yang telah berada di arena memerintahkan dengan isyarat tangannya kepada tabib agar membawa Depati Rengkaling ke dalam. Bergegas dua orang prajurit datang membawa tandu. Dengan cekatan mereka membawa tubuh lunglai jagoan keraton Palembang itu menghilang di belakang arena. Diantara kerumunan penonton, terlihat seorang pria menggunakan songkok hitam yang sedari memperhatikan peristiwa tersebut dengan seksama. Sesekali nampak mengelus janggutnya serta menyeringai.

Pembawa acara kembali naik ke panggung. Ia berupaya meredam kegaduhan penonton. Suaranya yang keras akhirnya mampu menguasai panggung dan kembali meneruskan acara.

“Mohon perhatian semua. Kita akan melanjutkan adu tanding jika semua penonton dapat kembali tertib. Ya, mohon kembali tenang!” Pembawa acara yang berkumis tipis itu melambaikan kedua tangannya sebagai pertanda agar penonton kembali tenang. Setelah mondar-mandir di atas panggung beberapa saat, usahanya nampak membuahkan hasil. Suara riuh rendah penonton yang semula tak terkendali, akhirnya bisa diminta untuk kembali tenang.

“Kita akan melanjutkan pertandingan ini. Jagoan tuan rumah telah dinyatakan menang. Meskipun ia sekarang dalam keadaan sakit, pertandingan sebelumnya dimenangkan oleh Palembang!” Pernyataan dari pembawa acara disambut tepuk tangan oleh penonton.

“Selanjutnya saya akan panggilkan jagoan dari Kesultanan Malaka yang akan menghadapi wakil dari kerajaan Sulu. Untuk itu kami minta kedua wakil dari kerajaan Malaka dan Sulu untuk mengambil tempat di arena.”

Jagoan dari Malaka itu berhidung mancung dan memakai sorban putih di kepalanya. Jika melihat dari ciri-ciri fisiknya, tak terlihat wajah Melayu pada dirinya. Orang itu berperawakan seperti orang dari India. Langkah kakinya enteng ketika ia melompat ke atas panggung. Terlihat sekali bahwa orang itu sangat percaya diri.

“Perkenalkan aku bernama Saliwan yang akan mewakili kerajaan Malaka,” ujarnya seraya menjura ke arah penonton. Tubuhnya yang tinggi besar dan wajahnya yang tampan serta tuturnya yang ramah membuat penonton langsung jatuh hati kepadanya.

Tak berselang lama, utusan dari kerajaan Sulu juga melompat ke arena. Berbeda dengan lawannya yang berparas rupawan, lelaki yang baru tiba itu berperawakan seperti algojo. Ia mengenakan baju tanpa lengan sehingga otot-ototnya yang menyembul keluar dapat terlihat dengan jelas. Lelaki itu berusaha tersenyum ramah ke araha penonton, tetapi yang terlihat di wajahnya justru seperti sebuah seringai. Giginya yang besar membentuk pola acak di mulutnya yang terus menganga. Singkatnya penampilan lelaki asal Sulu itu benar-benar seperti monster ganas yang siap melumat musuhnya.

“Ayo kau Mpu Malaka, jangan keakehan gaya. Mendekatlah kemari biar kulumat tubuhmu yang mulus itu!” Belum selesai ia bicara ternyata jagoan dari Malaka telah menyerangnya dengan jurus-jurus yang ganas. Pertandingan kedua ini berlangsung tanpa aba-aba. Mereka sudah terlibat jual beli pukulan dengan menyisakan kebingungan dari pembawa acara.

Mpu Saliwan mengibaskan kedua tangannya sehingga lengan bajunya yang longgar itu berubah menjadi kebutan. Suara berkesiur dari kebutan bajunya membuat lawannya kewalahan. Di satu sisi lelaki berwajah seram itu mengelak dari jurus pukulan lawan, di sisi lainnya ternyata kebutan baju utusan Malaka itu tak henti mengancam titik vital di tubuhnya. Jika dilihat dari pengamatan orang awam, maka saat itu jagoan dari Malaka unggul dalam adu tanding tersebut.

“Argh…., lekat!” Seringai lelaki itu kembali terlihat. Kali ini ia bertindak nekat. Dalam keadaan terdesak, ia malah merangsek maju dan berupaya menangkap tubuh lawan. Tindakan nekat itu membuat utusan Malaka itu sempat kaget untuk beberapa saat. Kesempatan itulah yang dimanfaatkan oleh lelaki berotot besar itu untuk memeluk tubuh lawan.

“Hap, kena kau!” Utusan kerajaan Sulu berhasil menangkap tubuh lawannya. Ia langsung menarik tangan lawan dan mengunci lehernya sehingga keduanya bergulingan hingga keluar dari arena. Utusan dari kerajaan Malaka terus berupaya lepas dari pitingan lawan. Mereka bergulingan liar kesana kemari hingga membentur pembatas arena dengan penonton. Semua yang menyaksikan pertandingan itu menahan nafas tegang.

Entah bagaimana caranya Mpu dari Malaka itu dapat lepas dari maut. Tetiba suaranya yang ganjil terdengar berwibawa menghardik lawannya yang masih bergulingan sendirian di tanah. Sepertinya jagoan dari kerajaan Sulu itu tidak sadarjika musuhnya telah berdiri bebas di pinggir arena. Lelaki yang sempat memikat penonton itu hanya berkata-kata seraya menggerak-gerakkan tangannya bak seorang dalang yang tengah memainkan lakon wayang.

“Bergulingan terus engkau sampai tenagamu sirna. Anggaplah tanganmu itu adalah tangan musuhmu yang harus kau lumpuhkan. Kerahkan tenagamu sekuat mungkin. Bergeserlah ke Utara dan Selatan tanpa henti.” Suara lelaki itu seolah memandu gerakan lelaki yang tengah bergulingan di atas tanah tersebut. Hingga akhirnya gerakan lelaki itu terhenti ketika lawannya berteriak kencang memerintahkannya berhenti bernafas.

“Berhentilah kau. Rasakan nafasmu sangat berat menindih dadamu. Tenagamu engkau rasakan hilang dan tubuhmu lemas tak bertenaga!”
Suara itu lebih mirip bentakan yang mengejutkan penonton. Ada aura magis dalam suara pria bersorban itu. Beberapa penonton yang duduk di dekat lelaki bersorban itu berdiri nampak terpengaruh. Mereka merasakan nafasnya tercekat akibat hardikan lelaki berhidung mancung tersebut. Penonton yang terpengaruh suara Mpu dari Malaka segera dibawa keluar dari kursi penonton. Beberapa prajurit yang sigap menjaga di belakang tempat duduk penonton dengan cepat membawa beberapa penonton yang kehilangan kesadaran. Suasana gaduh langsung menyelimuti pertandingan itu. Kursi di sekitar tempat jagoan asal Malaka itu berdiri nampak ditinggalkan oleh penontonnya. Mereka khawatir akan terpengaruh suara Mpu Saliwan.

Sementara itu, lelaki berperawakan seram asal kerajaan Sulu mengalami nasib tak kalah mengenaskan. Ia seperti orang kesurupan mencekik lehernya sendiri hingga nyaris kehabisan nafas. Beruntung prajurit jaga berhasil menyelamatkannya. Tubuh lelaki berotot besar itu dibawa keluar dari arena pertanding untuk diobati oleh tabib.

“Ya, utusan dari kerajaan Malaka yang memenangkan pertandingan ini. Berikan tepuk tangan yang meriah untuknya. Selanjutnya saya persilakan jagoan dari Malaka untuk berisitirahat sambil menunggu pertandingan selanjutnya.” Suara pembawa acara kembali terdengar. Ia meminta utusan kerajaan Malaka untuk kembali ke tempatnya. Namun lelaki yang mewakili Malaka itu justru kembali melompat ke atas panggung.
“Aku tak mau beristirahat. Aku mengusulkan perubahan tata cara bertanding!”

“Aturan seperti apa yang hendak engkau usulkan,” tanya pembawa acara.

“Aku minta pertandingan ini dilakukan dengan cara siapa yang menang terus bertahan. Aku akan terus bertanding hingga ada lawan yang mengalahkanku!”

“Bagaimana bisa aturan pertandingan engkau rubah seenak hatimu seperti itu.”

“Aku rasa permintaanku itu masuk akal. Bagaimana penonton apakah kalian setuju?” tanyanya ke penonton.

“Kami setuju, tuan!” Suara penonton yang meneriakkan kata setuju langsung membuat suasana menjadi riuh rendah. Hebatnya wakil dari kerajaan Malaka itu, ia bisa mempengaruhi penonton untuk mendukung usulannya. Belum sempat pembawa acara menanggapi permintaan perubahan cara bertanding, tetiba berkelebat sesosok bayangan menuju atas panggung.

“Tak usah lagi usulan itu ditanggapi olehmu, tuan. Biarkan aku menjajal mulut besar lelaki bersorban itu. Jika aku kalah, bolehlah usulnya disetujui. Jika ia yang kalah, berarti lelaki bersorban itu hanya berlagak saja dan usulannya boleh engkau tolak. Bagaimana tuan?” Lelaki yang baru naik ke atas panggung itu berperawakan sedang. Yang menarik dari penampilannya adalah bahwa ia mengenakan pakaian prajurit keraton Palembang. Meski tubuhnya tampak lusuh, tetapi dari pakaiannya penonton dapat memastikan jika lelaki itu adalah prajurit Palembang.

“Aih, orang itu Manjar Bisma,” Suma Banding bergumam sendiri.

(Bersambung)

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang