Jodoh Bagus Kuning

1.2K 46 0
                                    

Ketua Litantong memberitahukan rencana perjodohan Raden Kuning dengan putri sulungnya kepada Asen dan Cuncun. Mereka berdua mendapat tugas untuk membujuk Raden Kuning agar ia tidak menolak atau membuat ulah. Ketua Li khawatir pernikahan putrinya dengan pria sakti itu batal karena Raden Kuning tak bisa diatur.

Asen dan Cuncun kemudian membawa Raden Kuning menghadap tabib Yueren. Di rumah panggung itu mereka bicara. Setelah rutin meminum ramuan obat, Raden Kuning tidak lagi bertingkah seperti orang gila. Ia kini layaknya orang normal, hanya saja prajurit asal Djipang itu lupa siapa dirinya.

Pendarahan di kepalanya sudah hilang, seiring dengan sirnanya tenaga kiranam dari kepalanya. Akan tetapi yang mengherankan hingga kini Raden Kuning belum juga kembali menjadi orang normal. Padahal Tabib Yu telah berupaya mengerahkan kepandaiannya untuk memulihkan ingatan Raden Kuning. Perlu ada peristiwa pemicu dalam hidup Raden Kuning untuk membuatnya mampu mengingat kembali siapa dan dari mana asalnya. Rencana pernikahan dengan putri Li diharapkan mampu mengikatnya menjadi keluarga dan sekaligus membuatnya sembuh dari kelupaan.

Semakin hari kesehatannya semakin membaik. Meski ingatannya belum pulih, Raden Kuning berubah menjadi penyabar dan penyayang. Sifat aslinya yang welas asih mulai terpancar dari dalam dirinya. Melihat kesopansantunan Raden Kuning, timbul rasa sayang di hati Tabib Yu dan orang-orang di perkampungan Litantong. Terlebih orang-orang yang memang dekat dan selama ini tulus merawatnya.

Jika sebelumnya ia dipanggil dengan nama ejekan Monyet Kuning, lama kelamaan orang-orang di perkampungan Li tak sampai hati memanggil laki-laki yang gagah itu dengan sebutan monyet. Melihat tingkah lakunya yang sopan, Tabib Yu kemudian memberi nama baru, Bagus Kuning.

Matahari belum tinggi benar ketika Asen, Cuncun dan Raden Kuning menghadap ke rumah tabib Yu. Mereka sempat menunggu di ruang tamu, sebelum akhirnya orang tua yang pandai ilmu pengobatan itu keluar. Meskipun di usianya yang telah senja, tabib Yu masih gagah berjalan tanpa bantuan tongkat. Hanya jika bepergian saja ia menggunakan tongkatnya yang juga berfungsi sebagai senjata itu. Raden Kuning pernah merasakan ditotok oleh tongkat tabib Yu ketika awal mereka berkenalan.

"Kami datang ke sini karena mendengar engkau memanggil Bagus Kuning, tabib Yu. Ada perihal apakah gerangan?" Tanya Asen.

"Sudah saatnya aku menyampaikan hal ini kepadamu, Bagus Kuning. Mengingat umurmu yang telah dewasa dan yang pasti ini untuk kebaikanmu, maka kami berencana menikahkanmu dengan putri sulung Litantong. Mungkin dengan cara seperti itu, engkau bisa kembali sadar dan mengenal siapa dirimu sebenarnya." Tabib Yu menerangkan ihwal rencana pernikahannya dengan anak Ketua Li.

"Ah..., aku menurut saja dengan petunjukmu, Kokong. Tetapi apakah nona Chun Hua mau dijodohkan dengan aku yang hilang ingatan ini?"

"Ihwal rencanaku ini telah kusampaikan kepada ketua Li dan ia merespon keinginanku itu dengan baik. Menurutku itu adalah tanda persetujuan darinya. Tinggal engkau melapor, dengan keluargamu, Huanglo dan Jhiwyen, cucuku. Kami menunggu kabar dari kalian untuk kelanjutannya."

Ya, Raden Kuning memang telah mendapatkan keluarga baru di kampung Li. Suatu sore tanpa sengaja ia dipertemukan oleh takdir dengan keluarga barunya itu.

Di ujung kampung tinggal sepasang suami istri yang berprofesi sebagai perakit kapal. Suaminya bernama Huanglo dan istrinya Jhiwyen. Raden Kuning tidak sengaja lewat di depan rumah mereka ketika malam hampir tiba. Dari tempatnya melintas terdengar suara lantunan adzan magrib yang dikumandangkan. Dalam benaknya, Raden Kuning seperti akrab sekali dengan lantunan panggilan untuk sholat itu. Tanpa disadari, suara itu sontak menarik minatnya hingga akhirnya Raden Kuning tanpa disadarinya naik ke rumah panggung yang terbuat dari kayu itu.

"Ayo silakan masuk, Bagus Kuning. Jangan sungkan-sungkan, apakah gerangan yang membawa engkau hingga sampai ke rumah ini?" Huanglo bertanya ramah.

"Aku mendengar engkau menyanyi tadi. Suara lagu itu sepertinya sangat aku kenal. Sedang menyanyi apakah engkau barusan, akhu. Coba terangkan kepadaku?"

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang