Kekacauan

762 40 4
                                    

“Engkau baru saja terkena jurus Mantra Tunjuk, kakek busuk. Jangan kau pikir dengan ilmu racun murahanmu itu engkau mampu memperdayaku. Aku beri waktu engkau sependidih air untuk mengatasi ilmu racunmu yang sekarang tengah berbalik menyerangmu dari dalam. Jika engkau bisa mengatasinya, barulah engkau layak bertarung denganku.” Putri Cala kemudian berlalu meninggalkan arena.

Langkah kakinya yang anggung serta semerbak wangi tubuhnya mendatangkan decak kagum penonton. Ternyata ia menuju tempat raja dan pejabat penting keraton Palembang. Dihadapan kerabat suaminya yang kini menjadi pemimpin di Palembang itu, Putri Cala menghaturkan sembah.

“Daulat Yang Mulia. Kami orang hina dari perkampungan Bendawa di pedalaman Sungsang datang menghadap. Sesuai perintah Yang Mulia, kami juga membawa semua anggota kelompok yang memiliki kepandaian untuk memperkuat keraton Palembang dari serangan musuh,” ujar Putri Cala.

“Aih, darimanakah engkau mendapat informasi itu. Aku tidak pernah meminta kalian datang membawa serta pasukan. Tetapi pintu keraton ini terbuka lebar untuk menyambut kedatangan kalian, Diajeng Putri,” Ki Gede Ing Suro buka suara. Tatapan matanya yang teduh tak menghilangkan nada tegas dalam suaranya.

“Kami menerima surat beberapa hari yang lalu yang berisi titah Yang Mulia. Ada beberapa orang berseragam prajurit keraton yang membawa langsung surat itu kepada kami,” jawabnya.

“Ini pasti terjadi kekeliruan. Penasehat Suma Banding, adakah engkau meminta bantuan dari Muara Sungsang?”

“Ampun Yang Mulia, hamba tidak pernah memberi perintah untuk meminta perkuatan pasukan di Palembang," jawab prajurit setia itu. Mendengar jawaban itu, raja mengusap dagunya seraya berpikir.

" Aih, jangan-jangan ini adalah strategi licik lawan untuk menguasai perairan Muara Sungsang Yang Mulia. Jika kelompok Bendawa yang merupakan kelompok terkuat di sana tidak berada di tempat, maka musuh akan lebih mudah menguasai perairan strategis itu,” lanjut Suma Banding. Wajahnya terlihat panik.

“Hmmm, jika memang demikian maka persoalan adu tanding ini tak sekedar beradu pengakuan siapa yang paling kuat. Firasatku mengatakan bahwa apa yang terjadi sekarang barulah permulaan dari rencana lawan. Suma Banding, kerahkan prajurit. Tangkap semua lelaki bersorban. Jebloskan mereka ke dalam penjara. Jika ada yang melawan, perangi mereka dengan kekerasan!” Raja memberi perintah.

Mendengar titah itu, seketika suasana pecah dengan kepanikan. Penonton yang tadinya duduk rapih di tempatnya masing-masing secara serentak berusaha meninggalkan keramaian. Akibatnya terjadi saling dorong diantara mereka.

Suma Banding yang mendapat titah langsung memberi perintah kepada pasukan yang dipimpin Bagas Rilau. Namun mereka terhalang kepanikan warga yang berlari lalu lanang. Untuk mengatasi kepanikan itu, Bagas RIlau memerintahkan ima ratus prajurit di bawah pimpinannya membentuk barisan. Mereka  bersiaga menunggu perintah selanjutnya.

Kesempatan kacau balau itu dimanfaatkan oleh kelompok lelaki bersorban untuk minggat dari arena. Mpu Bayan yang tengah terluka memberi isyarat dengan siulan keras. Seketika puluhan lelaki bersorban yang mengaku utusan dari Malaka segera melompat pergi dari arena.

Suma Banding kemudian memberikan tanda dengan isyarat jarinya kepada Senopati Bagas Rilau untuk mengerahkan telik sandi untuk mengintai keberadaan lawan. Sayangnya ketika itu keadaan sudah sedemikian tak terkendali, sehingga tugas para telik sandi itu pun juga menjadi terhalang.

Tak ingin larut dalam keadaan panik itu, Suma Banding kemudian melompat menuju tempat raja dan kerabatnya dan memerintahkan prajurit pilihan untuk mengawal sang raja masuk kembali ke dalam keraton. Putri Cala yang masih kebingungan diminta oleh Suma Banding bertanggungjawab terhadap keselamatan raja.

“Diajeng Putri, mohon kiranya engkau sudi bersamaku mengawal Yang Mulia Raja Palembang kembali ke dalam keraton. Jangan sampai ada pihak musuh yang mencoba mengambil kesempatan ini untuk membokong raja dan keluarganya. Aku butuh bantuanmu!” Suara Suma Banding yang lembut sudah cukup bagi Putri Cala untuk segera melakukan pengawalan.

Dengan ditemani anggota kelompok Bendawa, mereka membawa rombongan raja kembali ke istana Kuto Gawang. Melihat keadaan itu, prajurit yang berjaga di pintu masuk keraton segera membentuk barikade pengamanan. Rombongan raja langsung dikawal menuju dalam istana di bawah pengamanan ribuan prajurit.

Setelah raja Palembang dipastikan aman, Suma Banding kemudian mengajak Putri Cala kembali ke arena. Mereka membawa serta lima ratus prajurit tambahan yang semula berada di bawah komando Senopati Sentri Payu. Prajurit tersebut akan melakukan perkuatan terhadap prajurit yang telah bersiap menumpas pengacau.

Prajurit terlatih itu tak membutuhkan waktu lama. Mereka segera membentuk barikade. Barisan terdepan adalah prajurit yang membawa tombak dan perisai pelindung. Di barisan tengah adalah prajurit panah dan yang berada di bagian akhir adalah prajurit berkuda. Derap kaki prajurit di bawah mulai menyebrang sungai yang menjadi pintu masuk keraton Kuta Gawang menuju arena. Prajurit di bawah pimpinan Senopati Bagas Rilau masih berada di ajang adu tanding.

Suasana kericuhan yang terjadi di arena adu tanding tinggal menyisakan tapak-tapak kaki dan sampah. Utusan Malaka yang mudah dikenali dari sorbannya, tak berada lagi di tempat itu. Ya, Senopati Bagas Rilau memang diperintahkan bergerak lambat. Senopati Bagas Rilau yang mendapat titah untuk melakukan penangkapan lelaki bersorban nampaknya lebih memilih menyelamatkan rakyat terlebih dahulu. Meihat datangnya bantuan, Senopati Bagas Rilau segera membedal kudanya untuk menghadap Suma Banding.

“Lapor, penasehat kerajaan. Kami belum bergerak untuk mengejar utusan Malaka. Saya lebih memilih menyelamatkan rakyat yang panik daripada segera mengejar musuh. Maafkan saya, Tuan. Mohon kiranya tuan sudi menyampaikan petunjuk atas keadaan ini,” jelasnya.

“Bergegaslah arahkan prajurit menuju dua tempat. Yang pertama engkau pimpinlah prajurit menyisir lokasi penginapan di Candi Laras. Sedangkan aku akan menuju gudang di kawasan dermaga. Menurut perkiraanku, mereka belum pergi jauh!”

“Baik, Tuan. Saya akan memimpin pasukan melakukan pembersihan di lokasi penginapan.”

“Tetapi Bagas Rilau. Ingatlah, jangan lukai rakyat jelata.”

“Siap!”

Selanjutnya mereka segera mengarahkan pencarian di dua lokasi yang disebut oleh Suma Banding. Prajurit berbaris rapi menuju dua tempat yang diduga menjadi sarang persembunyian para pengacau yang mengaku dari Malaka itu.
Derap langkah kaki prajurit yang menyusuri sepanjang Sungai Musi menambah tegang suasana. Kawula biasa menutup pintu rumahnya karena takut menjadi sasaran amuk musuh. Sepenanak nasi, Suma Banding sudah berada di depan bangunan menyerupai gudang yang pernah diintainya beberapa waktu lalu. Pintu gudang tertutup rapat. Tak ada suara yang terdengar di sana. Sepi.

“Hei kalian yang mengaku utusan Malaka. Cepat buka pintu. Jika tidak kami akan masuk dengan cara paksa!” Suara Suma Banding yang menggelegar tak mendapat respon. Dengan isyarat jarinya, ia memerintahkan prajurit untuk membuka paksa pintu gudang. Dengan cekatan belasan prajurit mendorong pasak kayu beukuran besar untuk mendobrak pintu. Sekedipan mata saja, pintu gudang berukuran besar dari kayu itu mulai terdorong ke dalam. Di saat yang menegangkan itu, tetiba Putri Cala berteriak kencang.

“Hentikan mendobrak pintu, kita dijebak!”

(Bersambung)

Apa yang terjadi di gudang itu. Baca lanjutan kisahnya besok ya. Jangan lupa follow akun penulis ya.

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora