Bertemu prajurit setia

1K 45 1
                                    

Dengan cepat sekitar dua puluh orang yang menumpang lima perahu kecil itu melempar tambang dan naik ke kapal Jung. Gerakan mereka amat trampil. Itu menandakan kelompok yang datang ini bukan orang biasa. Teriakan mereka seolah nyanyian perang yang membakar semangat. Biasanya lagu-lagu itu adalah kepunyaan prajurit yang biasa berlaga di medan tempur.

"Prajurit, sambut serangan musuh!" Raden Kuning segera memberi aba-aba. Meskipun tidak pernah mengira akan diserang, insting yang terlatih membuat prajurit Palembang itu dengan cepat membentuk barisan dan melolos pedang.

"Trang, trang!" Suara besi beradu. Kelompok penyusup menyerang dengan ganas.

Raden Kuning dan Pangeran Sekar Tanjung segera melompat ke dalam arena pertempuran. Meskipun hanya mengandalkan tangan kosong, tiga orang penyerang telah jadi korban pukulan dan tendangan mereka. Kesemuanya terpental membentur dinding kapal karena terkena pukulan dua pendekar tangguh itu.

"Pangeran Sekar Tanjung. Prajurit, tahan serangan kalian. Kita menyerang orang sendiri!" Tetiba salah seorang penyerang meneriakkan perintah. Seketika mereka melompat mundur ke belakang dan menghentikan serangan.

"Ampunkan kami, Yang Mulia. Kami tidak mengenali engkau. Terimalah sembah sujud hamba!" Sang penyusup tetiba menjatuhkan diri dan memberi hormat kepada Pangeran Sekar Tanjung.

"Aih, tak disangka. Rupanya engkau Senopati Glagah Watu. Hampir saja kita saling bunuh tadi. Mengapa kalian sampai menyerang kapal Jung ini?" Pangeran Sekar Tanjung menyentuh pundak prajurit yang tengah bersujud itu.

"Ka-kami, kelaparan Pangeran. Sejak kemarin kami belum makan." Senopati Glagah Watu memberi penjelasan dengan terbata-bata.

"Aih, cepat kalian mengisi perut dulu. Prajurit, hantarkan hidangan segera kesini!" Raden Kuning segera memberi perintah. Seketika prajurit Palembang mengambilkan makanan. Dengan lahap dua puluh orang pasukan keraton Tuban itu menyantap makanan hingga habis tak bersisa.

"Nah, sekarang engkau ceritakanlah apa yang terjadi," perintah Pangeran Sekar Tanjung .

"Dua malam lalu kami dikejutkan oleh peristiwa masuknya ratusan prajurit yang selama ini berada dalam perintah Pangeran Sentapa. Mereka tidak sendirian. Bersama mereka hadir puluhan orang bertampang asing dengan jenggot lebat berpakaian sorban masuk ke kotaraja. Peristiwanya begitu cepat sehingga kami semua tidak ada yang sadar jika mereka datang untuk memberontak terhadap kepemimpinan Kanjeng Gusti Haryo Balewot. Prajurit keraton di bawah pimpinan Soka Lulung tak bisa berkutik karena dengan kepandaiannya, orang-orang bersorban itu telah menawan Kanjeng Gusti Haryo Balewot. Tanpa perlawanan, kami semua menyerah. Selanjutnya mereka melucuti senjata kami." Glagah Watu memulai ceritanya.

"Lalu, mengapa kalian bisa ada di sini?" tanya Pangeran Sekar Tanjung.

"Hamba berinisiatif untuk menyelamatkan keluarga keraton, Pangeran. Di saat semua perhatian tertuju kepada Gusti Balewot, diam-diam hamba masuk ke dalam keraton. Saya melihat Pangeran Ngangsar tertidur. Tidak ada yang menjaganya. Yang ada di benak saya, jika Pangeran Sentapa ingin melanggengkan kekuasaan, maka akan berbahaya bagi Pangeran Ngangsar. Mengingat dirimu tidak berada di Tuban, sudah barang tentu Pangeran Ngangsar adik Pangeran Sekar Tanjung yang masih kecil itulah yang akan menjadi sasaran si Sentapa culas itu. Tanpa pikir panjang, hamba melarikannya bersama dua puluh prajurit hamba yang setia. Kami memilih sisi Timur pantai Tuban karena tempat ini jarang didatangi orang."

"Lalu, mengapa kalian memilih sembunyi-sembunyi seperti perompak datang menyerang kapal Jung ini. Tak patut perbuatanmu itu, senopati!" Pangeran Sekar Tanjung terlihat murka mendengar cerita Senopati Glagah Watu. Tak salah jika ia saat ini mencari pelampiasan dengan memarahi senopati yang dekat dengannya itu.

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang