Jamur Sembilang

1K 46 0
                                    

Kedua insan yang terkurung dalam telaga itu lupa diri. Mereka seperti kehilangan kesadaran. Layaknya dua orang manusia yang sedang dilanda asmara, Raden Kuning dan Putri Cala berpeluk manja seperti tak ingin berpisah lagi. Hubungan keduanya tidak wajar karena didorong oleh hasrat yang muncul setelah makan jamur yang tumbuh di sela-sela dinding gua.

“Ah, apa yang kita lakukan. Ini tidak boleh, kita terkena racun Putri.” Raden Kuning tersadar. Beruntung nalarnya yang kuat segera dapat mendeteksi jika perbuatan mereka itu tidak wajar. Raden Kuning kemudian mundur dua langkah dan melolos Kyai Layon dari balik bajunya. Segera ia menempelkan tubuh keris ke hidungnya. Dihirupnya dalam-dalam penangkal segala racun dan bisa itu. Dengan cepat pengaruh jamur beracun hilang.

Ia kemudian menghampiri Putri Cala yang masih bersikap manja. Diulanginya cara yang sama. Ditempelkannya Kyai Layon di indera penciuman gadis bersisik itu. Mulanya anak semata wayang Mentrabang itu menghindar, tetapi dengan kemampuannya.

Ajaib, dari pori-porinya mengepul asap berwarna jingga. Baunya anyir dan menyengat. Raden Kuning menahan nafas agar tidak mencium baunya. Kyai Layon seperti menempel pada hidung dan mulut Putri Cala, sedangkan gadis cantik yang mengidap penyakit aneh itu seperti cacing kepanasan. Tubuhnya mengelepar dan berusaha melepaskan diri dari Kyai Layon.

Tenaga hentakan dari Putri Cala sangat kuat. Raden Kuning terpaksa mengerahkan tenaga semesta untuk menandingi kekuatan tenaga Putri Cala. Makin lama makin kuat tenaga yang dikerahkan gadis itu. Raden Kuning terpaksa mengerahkan seluruh kemampuannya agar gadis itu bisa ditundukkan.

“Engkau tenanglah, Putri. Biarkan keris pusaka ini mengobati penyakitmu. Jika saja aku tahu sedari tadi bahwa penyakitmu bisa disembuhkan oleh keris ini, tentu aku tak akan sampai menculikmu. Dan kita tak akan tersesat di telaga ini.” Raden Kuning membujuk gadis bersisik itu agar tenang.

“Arg, argh….. ssssssstttt.” Suaranya aneh. Terkadang seperti binatang buas, terkadang berubah seperti ular.

Kyai Layon terus menguras racun yang ada di dalam tubuh putri Mentrabang itu. Adu tenaga antara Raden Kuning dan Putri Cala membuat Kyai Layon berubah warna. Terkadang ia berubah kemerahan dan terkadang berubah putih. Asap berwarna jingga terus mengepul. Satu persatu sisik di bagian wajahnya rontok. Seiring dengan kepulan asap, sisik yang sebelumnya ada di seluruh tubuh Putri Cala berjatuhan. Suaranya yang nyaring terdengar memantul di gua yang berisi telaga itu.

“Cring, cring.” Sisik dari tubuh Putri Cala jatuh dan saling bergesekan di pinggir telaga. Raden Kuning yang melirik ke arah jatuhnya sisik, terkejut karena mendapati bahwa sisik di tubuh Putri Cala telah berubah menjadi kepengan yang mirip sekali dengan emas. Warnanya berkilauan menerangi telaga.

Asap berwarna jingga yang sebelumnya keluar dari seluruh pori-pori tubuhnya, perlahan mulai mengecil. Raden Kuning terus mengerahkan seluruh tenaga semesta untuk mempercepat proses penyembuhan Putri Cala. Setelah asap jingga hilang, dari ubun-ubun kepala gadis itu keluar asap berwarna kuning emas. Bedanya asap itu membentuk mahkota yang dalam pandangan Raden Kuning seperti mahkota para putri raja.

Keanehan lainnya terjadi. Di pinggir telaga itu tetiba tubuh Putri Cala yang mengenakan mahkota asap terbelah menjadi banyak. Senyumnya merekah sangat bersahabat. Raden Kuning mahfum bahwa yang baru dilihatnya ini adalah halusinasi. Ia lalu menutup matanya.

“Ah engkau lagi-lagi membuatku harus mengerahkan seluruh kepandaianku, Putri. Memecah tubuh menjadi banyak hanya bisa dilakukan oleh orang yang sudah sangat matang pikirannya. Bagaimana mungkin engkau yang masih sangat belia ini mampu melakukan itu?”

“Tak perlu engkau menyembuhkan Putri Cala, hei pemuda linglung, Jika engkau mau mengurungkan niatmu mengobati Putri Mentrabang ini, maka aku akan membantumu mengobati penyakit lupa yang telah lama kau derita.” Putri Cala bermahkota asap bicara dengan kekuatan batin.

Raden Kuning tentu saja tidak terpengaruh dengan bujuk rayu Putri Cala. Dalam pandangan mata batinnya, yang baru saja mengajaknya bicara itu adalah makhluk asral yang tidak perlu dituruti kemauannya. Sepintas Raden Kuning seperti terkenang dengan orang yang memiliki kemampuan memecah raganya menjadi banyak. Ingatan itu sepertinya sangat dekat dengan pikirannya. Tetapi ia lupa siapa orang itu dan dimana ia berada.

“Kasihan gadis ini. Ia juga layak  untuk memiliki kehidupan normal. Mengapa kalian bangsa jin sampai tega hati menyakiti manusia. Relakanlah ia. Lepaskanlah agar ia bisa menjadi manusia normal kembali.”

“Tak bisa semudah itu. Ayahnya Mentrabang telah berjanji kepadaku untuk menyerahkan Putrinya hanya demi meningkatkan ilmunya. Ia berjanji, sebagai tukarannya adalah anak gadisnya ini. Aku hanya datang menagih janji. Jika janji tidak ditunaikan, maka putrinya akan menjadi sanderaku seumur hidupnya.” Makhluk gaib yang bersemayam di dalam tubuh Putri Cala ternyata pernah mengikat janji dengan Mentrabang. Ya, memang selama ini perompak sadis itu menggunakan segala cara agar  menjadi yang tak terkalahkan. Termasuk diantaranya bersekutu dengan makhluk gaib.

Berbagai ilmu anehnya itu telah membuat putri semata wayangnya menjadi korban. Ia jatuh sakit dan tidak bisa diobati karena sakitnya sangat aneh. Selain kulitnya tumbuh sisik, di saat-saat tertentu perilaku Putri Cala juga berubah seperti binatang buas. Kyai Layon yang dititipkan oleh Adipati Tuban Raden Haryo Balewot memang berkhasiat sebagai penawar dari segala macam racun. Tetapi khasiatnya untuk mengobati sakit yang disebabkan oleh gangguan makhluk tak kasat mata, baru diketahui oleh Raden Kuning.

Setelah merasa cukup kuat batinnya, Raden Kuning membuka matanya. Segala ilusi yang tadi dilihatnya buyar. Ia kini dapat dengan jelas melihat bahwa Putri Cala telah seperti manusia normal. Sisik yang sebelumnya menempel di kulitnya, kini tak kelihatan lagi. Mahkota asap yang tadi ia lihat juga telah raib. Raden Kuning segera menghentikan pengerahan tenaga.

“Di mana aku. Engkau siapa. Mengapa kita ada di tempat ini?” Pertanyaan itu mengalir dari bibir gadis cantik yang kini semakin jelita itu.

“Kita terkurung dalam gua yang berisi telaga ini. Kau dan aku terjatuh ke sini setelah terperosok di lubang yang ada di atas sana. Engkau sebelumnya mengidap penyakit aneh. Beruntung atas perkenan Allah melalui lantaran Kyai Layon, sakitmu bisa disembuhkan!”

“Ah, aku ingat engkau. Lalu apa yang telah kita lakukan sebelum engkau mengobatiku?” Tanya gadis itu menyelidik.
“Tadi memang kita berdua keracunan jamur yang tumbuh di dinding gua. Tetapi syukurlah Kyai Layon menyadarkan aku. Bahkan Kyai Layon juga mengangkat penyakitmu. Cantik sekali engkau tanpa hiasan sisik ular di wajahmu itu.” Raden Kuning terkekeh.

Mendengar olok-olokan Raden Kuning, Putri Cala malah menjulurkan tangannya. “Namaku Putri Cala. SIapa namamu?”

“Oh ya. Aku sendiri tak tahu siapa diriku. Keadaanku tak jauh lebih baik dari keadaanmu sebelumnya. Yang aku tahu, aku sekarang tinggal di Muara Sungsang menjadi anggota keluarga dari Ketua Litantong. Sedangkan asal usulku yang lain, hingga saat ini aku belum mampu mengingatnya.”

“Hei ternyata engkau juga sama anehnya denganku.” Putri Cala tersenyum. Giginya yang putih rapi itu menambah kecantikannya. Ya, gadis itu memang cantik alami. Meskipun tak bergincu, wajahnya bisa membuat laki-laki takluk di ujung kakinya. Raden Kuning juga melihat bahwa Putri Cala memiliki daya tarik magis yang mampu mempengaruhi orang.

Sinar matahari yang telah meninggi dapat dirasakan dari sinarnya yang menerobos dari sela-sela bebatuan. Jarak antara telaga dengan dinding atas gua sangat tinggi. Untuk mencapai ke atas sana, Raden Kuning harus memiliki sayap. Sayangnya meskipun ilmu meringankan tubuhnya nyaris sempurna, tetapi untuk mencapai dinding atas gua, diperlukan paling tidak tiga pijakan untuk menotol. Sedangkan keadaan gua itu dindingnya sangat licin dan berair.

Di saat Raden Kuning tengah terbengong memikirkan jalan keluar, Putri Cala mengumpulkan sisik emas yang jatuh di tanah. Sisik yang jumlahnya puluhan itu berbunyi gemerincing saat berada di genggaman Putri Cala. Gadis itu terlihat berupaya untuk melebur sisik emas itu menjadi bongkahan dengan tenaganya. Terjadi keanehan saat sisik emas mendapat saluran tenaga dalam. Sisik-sisik itu terangkat dua jari dari genggamannya. Mereka seperti sayap kunang-kunang yang terbang dan menyorotkan cahaya.

“Putri Cala, mungkin dengan sisik emas itu kita bisa keluar dari telaga ini!” Seru Raden Kuning bersemangat.

(Bersambung)67

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Where stories live. Discover now