Suhu

808 41 1
                                    

Kedum langsung melompat berdiri. Ia tak sempat lagi memasang kuda-kuda karena lima orang yang berada di dekatnya itu langsung menyerangnya dengan ganas. Mereka mengamuk dengan menggunakan jurus silat uluan. Gerakan dasar orang-orang itu melompat, menerkam dan mencakar. Meskipun terlihat ganas dan mematikan, tetapi orang yang mereka serang kali ini adalah bekas prajurit khusus kerajaan Demak yang terlatih.

Dengan sigap Kedum menggeser kakinya ke kanan dan ke kiri. Meskipun langkahnya seperti tidak beraturan, tetapi setiap gerakan lawannya seolah dapat ditebaknya. Hingga belasan jurus lima orang yang menyerangnya masih tak bisa juga menyentuh ujung bajunya. Ya, mereka tidak mampu mendeteksi gerakan menghindar yang menjadi dasar jurus langkah ajaib.

Tak ingin berlama-lama dengan pertarungan itu, Kedum kemudian mengempos tenaganya ke kaki. Ia bersiap mengeluarkan jurus melampah ingkang lurus. Jurus itu pada dasarnya menggunakan kekuatan tendangan kaki untuk menjatuhkan lawan. Benar saja, baru sependidih air lima orang pengeroyoknya itu terpental terkena tendangan kakinya yang kuat.

“Bak-bik-buk, aduh!” suara erangan mereka tak menyurutkan langkah Kedum untuk segera menjatuhkan lima lawannya. Mereka terpental lima enam langkah dari tempatnya berdiri. Lima orang itu bukanlah tandingannya.

Baru saja ia hendak menyunggingkan senyuman kemenangan, tetiba orang yang duduk di tengah menghampirinya. Tak nampak aura permusuhan dari wajahnya. Ia justru menjura hormat.

“Hai tuan yang gagah perkasa. Engkau kiranya memiliki kepandaian yang cukup untuk menjadi tamu di puncak Gunung Dempo. Sebagai kenang-kenangan aku akan memberimu tiga hadiah. Yang pertama aku akan menurunkan tiga jurus silat harimau. Sedangkan hadiah kedua dan ketiga adalah bukti bahwa dirimu telah menguasai hadiah yang pertama, yaitu engkau boleh membawa kayu panjang umur dan kayu api. Bukankah hal kedua dan ketiga itulah yang menjadi tujuanmu?”

“Aih, tak kusangka kehadiranku di sini telah mendapat perhatian dari penghuni puncak Gunung Dempo. Tak mungkin kiranya aku masih dapat berdiri tegak seperti saat ini jika tanpa perkenan tuan yang terhormat. Aku mengucapkan terimakasih atas hadiah yang diberikan dan selanjutnya aku meminta petunjukmu. Tetapi sebelum itu apakah aku boleh mengetahui namamu, tuan?” tanya Kedum.

“Cukup kenali aku dengan sebutan Suhu. Lihatlah baik-baik gerakanku ini.” Orang yang menyebut namanya Suhu itu segera memasang kuda-kuda. Kaki kanannya sedikit maju ke depan sedangkan kaki kirinya ditarik ke belakang. Sungguh kuda-kuda yang aneh karena dengan posisi seperti itu tubuh doyong ke depan dan seperti tidak memiliki kekuatan.

Bergegas Kedum mengikuti kuda-kuda itu. Selanjutnya ia meniru jurus pertama silat uluan yaitu menerkam musuh. Gerakan menyerang itu disertai dengan cakar harimau yang menyerang ke arah wajah musuh. Tangannya seperti menari bergantian kiri dan kanan. Ketika lawan lengah dengan tarian itu, cakaran panjang akan dilakukan oleh tangan kanan.

“Aih, ganas sekali jurus pertama ini,” Kedum terperangah ketika mengikuti gerakan Suhu.

“Lihat jurus yang kedua!” Suara Suhu seketika membuyarkan lamunan Kedum. Jurus kedua berupa lompatan panjang seperti gerakan harimau menerkam. Yang menjadi sasaran dari jurus kedua ini adalah kepala musuh. Seperti jurus pertama tadi, jurus kedua ini dilakukan dengan lompatan-lompatan kecil yang indah. Jurus ini juga memanfaatkan kelengahan lawan. Sebagai penutup lompatan, Suhu menerkam dengan lompatan tinggi ke atas. Nyaris, kepala Kedum yang menjadi lawan tandingnya menjadi korban. Beruntung dengan cepat ia menggeser tubuhnya sehingga bisa menghindari keganasan jurus kedua. Bergegas ia mengikuti gerakan-gerakan jurus kedua sehingga dalam waktu singkat ia pun telah menguasai gerakan yang kedua.

“Dua jurus telah engkau kuasai. Jurus ketiga ini pada dasarnya merupakan jurus pukulan yang menggunakan tenaga halus. Untuk itu engkau harus menghimpun tenaga panas di bawah pusar dan seraya membayangkan dirimu tengah memainkan dua jurus tadi,” ujarnya memberi petunjuk.

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang