Telik Sandi yang menghilang

890 41 7
                                    

“Jangan tergesa kalian main pukul. Kami orang sendiri!” Salah seorang dari penyusup itu berteriak lantang. Seketika prajurit telik sandi yang telah mengerubunginya tertegun. Sebelum keadaan menjadi lebih buruk, dua orang yang diduga penyusup itu angkat bicara.

Terimalah hormat kami, Tuan Suma Banding. Saya Plantik dan ini Kelansa dari gugus tugas sandi bawahanmu!”

“Aih, ternyata kalian berdua. Tahan semua kemarahan kalian prajurit. Mereka berdua ini memang benar adanya adalah orang kita sendiri. Apa ceritamu Plantik dan Kelansa. Kalian berdua sudah lama sekali menghilang. Tadinya aku berpikir jika kalian telah gugur.” Suma Banding segera menghampiri dua telik sandi pilihan yang dikira penyusup itu. Ketiganya berpelukan hangat. Suasana haru segera terasa di tempat itu. Puluhan telik sandi menyaksikan peristiwa tersebut dan mereka merasa tersentuh hatinya.

Ya, Plantik dan Kelansa adalah telik sandi yang dikirim Suma Banding ke Malaka. Sudah dua belas purnama mereka menghilang. Tak ada khabar berita sedikit pun yang sampai ke telinga Suma Banding tentang hasil tugas mereka. Tetiba mereka berdua muncul setelah sebelumnya telah dianggap tiada.

Tak ada puji-pujian dalam pertemuan itu. Cukup pelukan hangat sudah mewakili. Pantang bagi telik sandi pilihan untuk berbagi jati diri apalagi membocorkan informasi. Suma Banding segera melanjutkan memberi petunjuk kepada para telik sandi pilihan yang masih berkumpul. Malam telah larut ketika pertemuan itu dibubarkan. Suma Banding memanggil khusus Plantik dan Kelansa untuk menghadapnya.

“Ceritakan padaku, sebenarnya apa yang kalian alami selama dua belas purnama ini. Mengapa kalian tidak berkirim khabar. Sedemikian gawatkah keadaan sehingga kalian berdua menghilang tak tentu rimba. Jika aku perhatikan dari tampang dan pakaian kalian, praduga menuntunku bahwa ada peristiwa tak enak yang telah kalian alami.

“Benar, tuan. Sesuai rencana, di Malaka kami berdua diterima menjadi prajurit. Kami berdua selanjutnya bertugas menjadi prajurit jaga istana. Dalam sebuah kesempatan, kami mendaftar dan akhirnya terpilih mengikuti pelatihan prajurit khusus telik sandi. Kelansa memilih tidak menonjolkan diri, sedangkan aku memilih sebaliknya. Dalam mengikuti latihan itu, aku selalu mendapat nilai tinggi dari para pelatih. Hingga akhirnya aku terpilih sebagai prajurit sandi terbaik dan bekerja langsung di bawah perintah Sultan.” Plantik membuka kisahnya. Dengan isyarat matanya, ia terlihat mempersilakan Kelansa untuk melanjutkan cerita.

“Sedangkan saya meskipun dinyatakan lulus sebagai prajurit sandi, tetapi dalam menjalankan tugas, saya bertanggung jawab hanya kepada seorang telik sandi senior. Tugas yang saya kerjakan pun, hanyalah tugas kecil. Saya diminta untuk mengawasi salah seorang putri Sultan. Tetapi, justru dari tugas sepele itulah akhirnya kami mendapat informasi. Ternyata sang putri menjalin hubungan dengan seorang perwira yang masih kerabat dari kesultanan Banten. Enam purnama yang lalu, saat menjalankan tugas, saya mendengar rencana-rencana sang kekasih ketika bertamu ke istana sang putri,” tutur Kelansa.

Kedua telik sandi pilihan itu kemudian melanjutkan cerita dan melaporkan tentang rencana Banten untuk menguasai Palembang. Langkah pertama mereka adalah dengan membuat kekacauan pada saat adu tanding nanti.

“Mereka akan menyebar racun pada saat hari pelaksanaan adu tanding tiba. Oleh karena itu, dapur istana adalah tempat dimana mereka akan menyusupkan orang,” tukas Plantik.

“Hmm, lalu menurut kalian apa yang harus kita lakukan?”

“Maafkan kami, tuan. Menurut saya kita justru harus memperlonggar dapur istana. Biarlah orang-orang itu merasa misi mereka berhasil. Tetapi sesungguhnyalah kita memiliki dapur lain untuk memasok makanan dan minuman kepada peserta adu tanding.” Plantik memberikan saran.

“Wah usulmu sangat masuk akal. Hei, aku lupa mengapa kalian berpenampilan tak seperti prajurit sultan Malaka?”

“Praduga tuanku bahwa kami mengalami keadaan yang tak baik itu salah, tuan. Penampilan kami seperti ini adalah dalam rangka menjalankan tugas Sultan. Kami diminta menjadi salah satu peserta dalam adu tanding itu. Plantik yang kebingungan bagaimana cara berkirim khabar kepada Tuan tanpa ketahuan oleh telik sandi Malaka akhirnya terpaksa unjuk kemampuan. Dalam suatu kesempatan, kami berpura-pura mabuk dan berselisih paham,” urai Kelansa.

“Tak mungkin kami berkirim khabar karena kami yakin bahwa diri kami pasti diamat-amati oleh telik sandi lain. Ini adalah strategi mengawasi pengawas. Pada saat itu kami berdua berkelahi adu pukulan hingga ratusan jurus. Setelah melihat kepandaian kami itulah, maka seorang prajurit telik sandi senior melapor kepada Sultan bahwa kami berdua memiliki kemampuan beladiri jauh di atas prajurit telik sandi lain. Bahkan menurutnya kepandaian kami pun masih di atas jagoan yang mereka persiapkan untuk ikut adu tanding di sini. Lalu kami sempat diadu dengan beberapa prajurit pilihan yang telah disiapkan untuk ikut adu tanding di Palembang. Beruntung kami bisa mengalahkan mereka dan akhirnya terpilih untuk dikirim ke sini. Agar identitas kami tak terkuak, kami diminta berpenampilan layaknya seperti orang dari dunia persilatan,” tutup Plantik.

“Aku mendapat informasi jika Malaka juga mengutus orang-orang asing bersorban untuk mengacau di sini. Siapakah mereka itu?”

“Itulah yang kami risaukan, tuan. Mereka adalah pengawal utusan kesultanan Banten. Kami tidak dapat mengakses informasi mengenai kelompok itu. Tetapi kurang lebih mereka menjalankan agenda politik lain yang perlu kita waspadai. Jika kami diutus untuk mengukur seberapa hebat prajurit pilihan yang dipunyai keraton Palembang, namun berbeda dengan mereka. Mereka mengemban misi khusus yang tak kami ketahui.” Kelansa menghela nafas panjang.

“Lalu bagaimana hubungan kesultanan dengan orang-orang bermata biru, Portugis?”

“Malaka saat ini menjadi daerah taklukan Portugis. Mereka menguasai jalur perdagangan sutera. Kapal-kapal Portugis bahkan berlayar hingga Maluku mengumpulkan rempah-rempah dan mengirimkannya ke pangkalan balatentara mereka di Malaka,” jelas Plantik.

“Hmmm, baiklah Plantik dan Kelansa, sudah banyak sekali berita yang engkau siarkan kepadaku. Jika aku butuh kehadiran kalian berdua, maka aku akan memanggil kalian!” Suma Banding mengakhiri pertemuan mereka. Kedua telik sandi itu kemudian berkelebat pergi.

Di ujung matanya, Suma Banding dapat melihat jika ada sepasang mata yang sedari tadi memperhatikan percakapan mereka. Orang itu berusaha mencuri dengar pembicaraan antara  Suma Banding dengan Plantik dan Kelansa. Suma Banding berpura-pura tak mengetahui keberadaan orang itu. Ia juga sedapat mungkin menghindari terjadinya keributan di malam yang dingin itu.

Penasehat keraton Palembang itu segera membalikkan tubunya dan berjalan perlahan pergi menjauhi regol tempat pertemuan. Orang yang mengawasinya itu kemudian muncul dari bubungan atap regol dan melompat turun ke bawah. Ia kemudian bergegas menuju rerimbun semak tanaman bunga dan hilang di telan kegelapan malam. Tanpa ia sadari, dirinya saat itu tengah dimata-matai oleh prajurit telik sandi senior dari keraton Palembang. Ya, Suma Banding yang ingin mengetahui jati diri orang itu ternyata tidak pulang kekediamannya, tetapi justru bersembunyi untuk mengintai siapa sebenarnya mata-mata itu. 

Sependidih air, dari rerimbun taman yang berada di belakang bangunan regol muncul seseorang laki-laki. Suma Banding yang mengawasinya terkejut setelah melihat siapa orang yang baru saja mengintai pembicaraannya dengan Plantik dan Kelansa.

“Aih, tak kusangka mata-mata itu ternyata….. Aku telah kecolongan selama ini!” Suma Banding bergumam pelan.

(Bersambung)

Kalau suka ceritanya, jangan lupa follow akun author, komen dan like ya

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Where stories live. Discover now