Kyai Layang Bulan

1.2K 38 2
                                    

Rangga Balun segera mengambil alih keris yang masih berada dalam genggaman tangan Raden Kuning. Keris itu tidak bereaksi ketika berada dalam genggaman tangan pemuda tanggung tersebut. Ya, Rangga Balun memang tahu persis hal ihwal riwayat keris yang saat ini diberikan Rembalun kepada orang yang dikaguminya itu. Rangga Balun bahkan ikut membantu proses pembuatan keris yang menjadi maha karya kakaknya, Rembalun.

“Aku kenal sekali dengan keris ini. Meskipun kakang Rembalun tak pernah memberitahuku langsung, namun saat melihat kakang Raden Kuning terluka saat menggunakannya, maka aku yakin sekali jika ia terluka karena keris ini. Mengapa bisa demikian. Biarlah sebentar lagi bukti yang akan menjawabnya!” Rangga Balun memberi penjelasan kepada semua yang hadir di padepokan. Ia kemudian menciumkan gagang keris ke hidung Raden Kuning. Tak lama berselang, lelaki tangguh itu siuman.

“Aih, aku mencium bau harum kayu gaharu. Wanginya menyadarkanku. Apa yang terjadi. Mengapa aku bisa ada di sini?” Raden Kuning kembali dilanda kebingungan.

“Entah apa yang merasuki pikiranmu, Dimas Raden. Engkau sepertinya meragukan kehadiranku. Tadi di pesanggrahan guru, tetiba dirimu menyerangku dengan ganas. Lalu engkau mengajak bertarung lagi di padepokan. Namun, dirimu tetiba muntah darah tanpa ada penyebabnya!” Suara Rembalun membuat terang keadaan. Murid-murid di padepokan yang tadinya heran mengapa dua orang murid kinasih Ki Ageng Selamana itu mengadu kesaktian, jadi mahfum. Ada faktor lain yang menyebabkan mereka berdua terlibat pertikaian.

“Aku seperti mendapat bisikan. Di mataku kakang Rembalun seperti bayangan yang tidak nyata. Terbukti ketika bertarung tanpa menggunakan keris pemberianmu, tak satu pun jurusku yang mampu menyentuh kulitmu. Engkau bagaikan bayangan yang berada di tempat lain. Hanya ada satu cara bagiku untuk membuktikannya. Kita bertarung hidup-mati. Namun belum sempat membuktikan pikiranku, entah mengapa tenaga dingin yang bersumber dari keris ini tetiba berbalik menyerangku dari dalam.”

“Nah, justru itulah yang membuat aku mahfum jika kakang terluka karena disebabkan oleh keris buatan kakang Rembalun. Keris itu ingin menyampaikan pesan bahwa pemilik ilmu bayangan akan tak berguna kepandaiannya jika berhadapan dengan keris berkepala elang itu. Selanjutnya, keris itu juga ingin menyampaikan bahwa ia memiliki khasiat untuk pengobatan. Oleh karena itu, agar kakang Raden Kuning mahfum, maka kakanglah yang menjadi pasien pertamanya.” Rangga Balun menuntaskan penjelasan mengapa Raden Kuning tetiba terluka.

“Aih, keris ini serupa dengan Kyai Layon yang berkhasiat mengobati racun. Engkau memang sangat berbakat, Dimas Rangga Balun. Satu lagi, Dimas. Aku butuh nama untuk keris kakang Rembalun ini. 

“Keris itu bergagang kepala burung Elang. Mpu pembuatnya adalah pewaris jurus bayangan, maka aku beri nama keris itu Kyai Layang. Bagaimana kakang, kalian sepakat kan denganku!” seru Rangga Balun berapi-api.

Sejenak seluruh murid di padepokan terdiam. Mereka menunggu respon dari Raden Kuning dan Rembalun. Suasana hening ketika itu membuat mereka tegang. Dalam hatinya mereka kagum dengan kecerdasan adik seperguruan mereka yang baru beranjak remaja itu.

“Aih, engkau memang cerdas Dimas Rangga Balun. Nama itu pas sekali dan aku menyukainya. Bagaimana kakang Rembalun. Setujukah engkau dengan nama Kyai Layang karya Rembalun. Aku lengkapkan namanya menjadi keris Kyai Layang Bulan. Wah, bagus sekali namanya.” Wajah Raden Kuning sumringah. Sepertinya ia sangat gembira menemukan nama untuk keris yang kini menjadi miliknya itu.

“Bagus sekali nama kerismu, Dimas. Aku setuju dengan namanya.” Rembalun menjawab singkat. Di matanya ia masih menyimpan segudang tanya.  Lelaki berkepandaian Mpu itu kemudian menghela nafas panjang dan menyampaikan tanya kepada Raden Kuning.

“Maafkan aku, Dimas Raden. Mengapa engkau di alam bawah sadarmu selalu curiga dengan kehadiranku. Setidaknya perasaan itulah yang aku rasakan. Engkau kerap menyerang tanpa alasan yang jelas.” Rembalun bertanya dengan suara pelan.

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang