Tak Menentu

934 44 12
                                    

“Dar, bragh!” Suara pintu kayu meledak. Peringatan yang diteriakkan Putri Cala tenggelam oleh suara ledakan dan jerit kesakitan. Kepandaian Putri Cala yang paripurna membuat tubuhnya bereaksi dengan membuat labirin pelindung. Sejumlah prajurit yang beradi di belakangnya, terlindungi kesaktiannya.

Sayangnya nasib puluhan prajurit lainnya yang berada di barisan depan mengenaskan. Bom mesiu yang dipasang di pintu kayu telah menebarkan berbagai potongan besi dan benda tajam lainnya. Bubuk panas mesiu juga membakar tanpa kenal ampun para prajurit yang bertugas mendobrak pintu. Mereka tewas mengenaskan menjadi martir jebakan lawan. Tubuh mereka tercerai berai termutilasi meninggalkan bekas hitam.

“Selamatkan yang masih hidup. Kalian yang tidak terluka segera melakukan pertolongan pertama kepada para korban. Bawa mereka ke barak prajurit untuk segera diberi pengobatan lanjutan. Hei, engkau prajurit. Cepat cari Penasehat Suma Banding dan Senopati Sentri Payu!” Putri Cala mengambil kendali pasukan. Sekedipan mata saja prajurit yang diperintah Putri Cala telah kembali dengan menggotong dua tubuh dalam keadaan terluka.

“Lapor, Tuan Putri. Kami menemukan Tuan Suma Banding dan Senopati Sentri Payu dalam keadaan pingsan. Mohon petunjuk darimu bagaimana cara kami memberikan pertolongan pertama kepada pimpinan kami ini?” salah seorang prajurit meminta petunjuk kepada Putri Cala.

“Bawa keduanya kesini. Biar aku yang berusaha mengobati mereka!” Suara Putri Cala tegas. Dengan bergegas kedua tubuh tak sadarkan diri itu dibawa ke hadapan perempuan sakti itu.

Putri Cala segera duduk bersila. Ia memeriksa denyut nadi Suma Banding. Sungguh lukanya tidak ringan. Beberapa potongan besi menancap di sekujur tubuh ahli strategi itu. Dengan menghela nafas panjang, Putri Cala menempelkan kedua tangannya ke dada lelaki gagah yang kini tak berdaya itu. Ia menyalurkan tenaga Sembilang yang berkhasiat untuk pengobatan.

Peluh tipis menghiasi putri cantik jelita itu. Matanya masih terpejam berkonsentrasi mengeluarkan tenaga dalam. Sungguh keadaan saat itu saat tak terkendali. Ratusan prajurit yang mengepung tempat yang dicurigai menjadi sarang musuh itu, tak lagi berkonsentrasi untuk menangkap lawan. Banyaknya korban luka dan tewas membuat para prajurit yang selamat berupaya memberikan pertolongan.

“Augh, air,” Suma Banding membuka kelopak matanya perlahan. Dahaga yang sangat membuatnya meracau minta minum. Bergegas prajurit yang berada di dekatnya membawakan air minum dan dengan persetujuan Putri Cala air itu dioleskan ke bibir lelaki gagah tersebut.

“Kalian segera bawa Penasehat Suma Banding ke istana untuk mendapat pengobatan lanjutan dari tabib. Aku akan berupaya mengobati Senopati Sentri Payu,” Putri Cala mengucap pelan. Beberapa prajurit kepala kemudian memapah tubuh Suma Banding yang masih lemah dan membawanya naik ke atas kuda. Dengan cekatan, kuda pilihan yang ditumpangi Suma Banding segera melesat menuju keraton Kuto Gawang.

Kondisi luka di tubuh Senopati Sentri Payu lebih parah lagi. Darah akibat luka terkena pecahan besi tajam di beberapa bagian tubuhnya masih mengucur membasahi seragam prajurit yang dikenakannya. Dengan isyarat jarinya, Putri Cala memerintahkan agar prajurit yang berada di dekatnya untuk mencopoti baju besi yang dikenakannya.

“Beruntung Senopati Sentri Payu mengenakan pakaian perang. Pecahan besi tajam yang melukai tubuhnya tertahan oleh pakaian tempur yang terbuat dari baja pilihan. Kendati begitu, di bagian tubuhnya yang tidak terlindungi, lukanya cukup parah. Akibat luka itu, Senopati Sentri Payu kehilangan banyak darah. Putri Cala mengempos tenaga Sembilang dan menyalurkannya ke tubuh Sentri Payu.

Tubuh perempuan cantik itu bahkan sampai mengeluarkan kabut asap tipis. Meskipun saat itu hari masih sore, namun akibat penyaluran tenaga Sembilang beberapa prajurit yang berada di sekitar lokasi pengobatan merasakan kehangatan tenaga yang terhimpun dari jamur Sembilang itu. Ya, tenaga Sembilang didapat Putri Cala karena ia mengkonsumsi jamur beracun ketika terjebak di gua Sembilang.

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Where stories live. Discover now