Menikahi Pewaris Rupagatri

1K 41 0
                                    

Raden Kuning hanya bisa termangu. Kata yang baru diucapkan Putri Cala adalah menikah. Petunjuk itu didapatnya setelah ia membaca aksara yang tertulis halus di lantai dasar gua. Kata seperti syair kidung itu ternyata menyimpan makna di dalamnya.

“Bagaimana engkau bisa mendapatkan petunjuk itu, Putri Cala. Aku sudah berulang kali membacanya tetapi tak juga mampu menemukan petunjuk itu?”

“Engkau perhatikan, Kakang. Di setiap kata terdapat aksara besar yang jika dirangkai menjadi kata. Lihatlah aksara besar itu adalah M-E-N-I-K-A-H-I RUPAGATRI.” Putri Cala menunjuk ke lantai gua. Refleks, Raden Kuning membaca petunjuk itu dan ia akhirnya menemukan kata menikah. Ia menatap wajah Putri Cala yang cantik itu dengan sorot mata kagum. Ya, gadis itu memang memiliki kepintaran di atas orang rata-rata.

“Hebat engkau, Putri. Aku sendiri belum tentu dapat memecahkan petunjuk itu dengan cepat tanpa bantuanmu. Tadi aku sudah berusaha dengan keras berpikir mendapat petunjuk tetapi engkau dengan mudah dapat menangkap makna dari aksara itu.”

“Ah, Kakang. Engkau terlalu memujiku. Apalah artinya aku hanya memecahkan kata tersembunyi dalam kalimat itu.” Putri Cala tertunduk malu. Perasaannya campur aduk.

“Jadi jika petunjuk itu berlaku bagi kita, maka syarat menguasai jurus itu adalah menikah. Artinya jika yang belajar jurus Mantra Sembilang masih berstatus gadis sepertimu, maka engkau tidak akan bisa menguasainya?” Raden Kuning bertanya dengan mimik serius. Jarang ia seperti itu. Biasanya Raden Kuning pasti akan berusaha menggangu Putri Cala dengan ocehannya yang jenaka.

“Ya, aku juga berpendapat seperti itu, Kakang.” Kendati berupaya menutupi keresahannya, Putri Cala tetap menjawab pertanyaan itu.

“Baik, jika itu syaratnya, maka kita akan menikah di tempat ini dengan disaksikan alam dan semua  mahkluk-makhluk ciptaan Tuhan yang ada  di sini.”

Percakapan singkat itu terhenti. Keduanya tak sanggup menyembunyikan rasa gundah gulana, suka, cita yang bercampur aduk menjadi satu. Raden Kuning harus mengakui jika dalam pergaulan mereka terperangkap dalam gua, rasa sayang itu telah tumbuh dengan sendirinya. Begitu pula yang dirasakan Putri Cala. Ia tak mampu lagi menutupi ketertarikannya kepada pria yang gagah perkasa itu. Yang menjadi penghalang hubungan mereka selama ini karena status Raden Kuning telah menikah. Putri Cala tak mau menyakiti perasaan wanita yang ada di luar sana. Namun karena penghalang itu akhirnya dikesampingkan karena hanya dengan cara itulah Putri Cala dapat menguasai jurus Mantra Sembilang.

Malam itu, sinar bulan yang menerobos masuk lewat celah dinding gua menjadi saksi bisu janji suci yang diucapkan dua anak manusia. Mereka mengikrarkan pernikahan dengan disaksikan semua makhluk hidup yang ada di dalam telaga gua Sembilang. Meskipun begitu, upacara pernikahan itu dilakukan dengan khidmat dan penuh cinta.

Tidak ada makanan dan tamu yang hadir dalam pernikahan di tempat tersembunyi itu. Kedua mempelai merayakan hari bahagia itu hanya berdua saja. Kudapan yang disiapkan adalah ikan bakar dan jamur sembilang. Hanya itu yang tersedia di tempat tersebut. Meskipun begitu raut wajah penuh suka cita terlihat dalam mimik Raden Kuning dan Putri Cala yang bahagia. Keduanya memang telah saling memendam rasa. Atas kebersamaan di tempat yang sunyi itu, waktu merambat ke dalam hati mereka masing-masing. Membuahkan rasa saling suka diantara mereka. Kesamaan nasib dan ketidakjelasan arah kehidupan di masa depan karena terkurung dalam gua Sembilang, membuat ikatan batin di antara keduanya sangatlah erat.

Dan, ketika raut wajah Putri Cala merona merah akibat racun jamur Sembilang yang menjadi satu-satunya makanan perayaan pesta pernikahan, jantung Raden Kuning berdegup kencang. Hawa panas akibat racun Jamur Sembilang tak tertahankan. Dua anak manusia yang tengah di mabuk asmara itu mendendangkan lagu cinta sebagai penutup ikrar janji saling setia di masa depan. Saat keduanya merengkuh bahagia hingga mencapai puncaknya, Putri Cala tersenyum bahagia. Mereka berdua tertidur dalam bingkai kebahagiaan yang tak terkira.

Layaknya sepasang pengantin baru yang tengah memadu kasih, Raden Kuning dan Putri Cala larut dalam kebahagiaan. Racun Jamur Sembilang yang dikonsumsi setiap hari justru menambah hangat hubungan kedua sejoli itu. Kecemasan akibat terkurung dalam gua Sembilang tak lagi menjadi beban mereka. Yang ada hanya kehangatan dan rasa ingin lagi dan lagi. Tak pernah terpikirkan oleh keduanya bahwa teralineasi dari dunia luar justru membuat cinta mereka makin bertambah.

Tanpa keduanya sadari, energi panas yang muncul dari efek racun jamur menyatu ke dalam tubuh. Perlahan tapi pasti, Putri Cala mulai terbiasa dengan racun jamur. Raden Kuning memberikan petunjuk bagaimana cara menghimpun tenaga di dalam telaga. Mereka berdua melepas pakaian berendam di dalam air, sama-sama melatih tenaga Sembilang. Berbeda dengan istrinya, Raden Kuning setiap hari harus menetralisir tenaga Sembilang agar tidak mempengaruhi tenaga semesta. Jika efek racun Sembilang tak lagi bisa dibuang melalui latihan di dalam telaga, Raden Kuning dan Putri Cala menuntaskannya di pinggir telaga. Kedua tubuh itu menyatu dengan alam yang menjadi saksi indahnya pernikahan prajurit pilih tanding Djipang dengan Putri perompak ganas di Selat Malaka.

“Atur tenaga Sembilang yang kini terhimpun di bawah pusar ke seluruh pembuluh darahmu, Putri. Kemudian engkau coba gerakan jurus pertama, Mantra Tunjuk. Di dalam kitab dituliskan gambar cara melepas tenaga lewat tunjuk. Coba engkau salurkan setengah tenagamu yang telah terhimpun ke telunjukmu!” Raden Kuning memberikan petunjuk bagaimana cara melatih jurus pertama dari kitab Mantra Sembilang. Mereka berdua masih berendam di dalam telaga.

Seketika Putri Cala mengikuti petunjuk itu. Awalnya terasa sulit untuk mengerahkan separuh tenaga yang terhimpun di bawah pusarnya ke telunjuk tangan kanannya. Berkali-kali tenaga itu buyar tak mau diatur olehnya. Raden Kuning yang melihat istrinya kepayahan mengatur tenaga Sembilang segera menotok di telunjuk Putri Cala. Hawa dingin dari tenaga semesta segera merasuk ke tangan kanan Putri Cala. Anehnya setelah ada tenaga luar yang merasuk dalam tubuhnya, seketika tenaga Sembilang yang masih terhimpun di pusar mengejar hawa dingin tenaga semesta.

“Kakang, bagaimana caranya mengatur agar aku bisa menahan tenagaku sendiri agar tidak merespon tenaga dalammu. Lihat tenaga semestamu langsung hilang diusir pergi dari tubuhku oleh tenaga jamur Sembilang.”

“Aku hanya memberi pancingan agar tenaga dalammu mau bergerak keluar dari sarangnya. Nah coba sekarang engkau berkonsentrasi ke arah dinding sebelah Timur sana. Buatlah dalam pikiranmu jika itu adalah tenaga musuh yang hendak merasuk ke tubuhmu.” Raden Kuning segera naik ke daratan. Ia membiarkan istrinya sendiri yang berkonsentrasi terhadap penggunaan jurus Mantra Tunjuk.

“Baik, kakang.” Putri Cala segera berkonsentrasi. Ia memejamkan matanya sejenak dan segera mengambil fokus ke dinding yang ditunjuk suaminya. Sependidih air, matanya terbuka dan Putri Cala memutar telunjuk kanannya searah jarum jam lima putaran. Selanjutnya ia menarik tangannya merapat ke bahu. Dan dengan sekuat tenaga ia menunjuk ke dinding gua.

“Dar!” Dinding gua sebelah timur hancur berantakan terkena jurus Mantra Tunjuk. Raden Kuning terpana. Dalam jarak jauh, ternyata istrinya dapat mengirimkan tenaga pengrusak di dinding itu. Bagaimana jika tubuh manusia yang menjadi sasaran pukulannya.

“Luar biasa. Ganas, ganas. Jurus Mantra Tunjuk sangat ganas. Janganlah engkau sembarangan menurunkan tangan jahat kepada orang lain. Biar jurus itu menjadi salah satu kuncianmu saja untuk mengalahkan musuh tangguh,” ujar Raden Kuning.

Mantra Tunjuk terdiri dari dua bagian. Yang pertama jurus mantra itu adalah berbentuk mantra jurus. Tetapi yang kedua dari Mantra Tunjuk mengandalkan mata sebagai alat untuk memperdaya lawan.

“Hei, Bagus Kuning. Segera lepas bajumu. Cepat engkau gendong aku!” Tetiba suara Putri Cala menghardik nyaring. Raden Kuning yang mendengar hardikan itu seperti kerbau dicocok hidung. Ia melepaskan pakaian hingga tak menggunakan selembar benang pun di tubuhnya. Seperti orang linglung ia berjalan masuk kembali ke telaga menghampiri Putri Cala. Tanpa menunggu perintah, pria yang memiliki tubuh dan otot yang kokoh itu menggendong istrinya.

“Aih, kakang. Maafkan aku telah menggunakan jurus yang mengandalkan kekuatan batin untuk mempengaruhimu!” Bisik Putri Cala mesra di telinga suaminya. Mereka kemudian melanjutkan kehangatan dengan bergumul di pinggir telaga. Suara binatang malam menjadi saksi indahnya hubungan dua anak manusia yang tengah di mabuk asmara.

(Bersambung)

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang