Senopati baru

997 44 8
                                    

Suma Banding mengarahkan telunjuknya kepada Senopati Sentri Payu. Orang yang dituding segera melompat kaget. Tetapi dengan segera ia kembali bersikap tenang. Raden Gatra yang mengintai di atas atap terperanjat. Jika saja kesaktiannya tak mumpuni, mungkin saat itu ia sudah terjatuh ke tanah karena terkejut.

“Aku tidak paham apa maksudmu, Kakang Suma Banding. Mengapa engkau sedemikian teganya menuduh aku yang telah lama mendampingi Ki Gede Ing Suro membangun keraton Palembang menjadi seorang pengkhianat. Tunjukkan apa yang menjadi buktimu!” Suara Senopati Sentri Payu terdengar tegas.

“Anak buahmu Wedana Sahibul telah menjadi pengkhianat. Ia yang seharusnya bertugas mengamankan penginapan Mandau justru jadi penyebar racun di sana?” hardik Suma Banding.

“Aku siap bertanggung jawab atas perbuatan anak buahku. Tetapi aku tidak terima jika engkau menuduhku ikut jadi pengkhianat. Selama darah masih mengalir di tubuhku ini, pantang bagiku untuk jadi seorang prajurit yang berkhianat!” Senopati Sentri Payu berauara keras. Wajahnya yang putih berubah merah pertanda ia sedang naik pitam.

“Bagaimana mungkin engkau menuduh Senopati Sentri Payu juga berkhianat Suma Banding. Jika ada anak buahnya yang memberontak, belum tentu pemimpinnya ikut memberontak bukan?” Ki Gede Ing Suro buka suara. Raut wajahnya datar. Tatap matanya angker. Itu jadi pertanda bahwa raja Palembang itu tengah menahan diri.

“Ampun Yang Mulia. Hamba juga tadinya tidak pernah berpikiran bahwa Sentri Payu ini akan jadi pengkhianat. Tetapi setelah saya berpikir merangkai satu persatu peristiwa yang terjadi, maka kesimpulannya Sentri Payu pasti terlibat,” Suma Banding menjawab dengan cepat.

“Peristiwa yang mana Paman?” Raden Sabtu yang semula kebingungan kini sudah berhasil meredam emosinya. Ia menyela pembicaraan Suma Banding.

“Ingatkah Raden Sabtu soal adanya prajurit yang membunuh pelayan yang menaruh racun di minuman untuk prajurit. Namanya Manjar Bisma. Setelah aku selidiki ternyata prajurit itu tadinya bertugas di kesatuan Ulung di bawah pimpinan Senopati Sentri Payu. Ia juga bahkan adalah salah seorang prajurit pengawal Senopati yang berarti dia orang kepercayaan Sentri Payu. Namun beberapa saat sebelum peristiwa pembunuhan pelayan, Manjar Bisma tetiba dipindah ke gugus tugas prajurit Wirabraja.” Suma Banding menghela nafasnya.

“Iya betul. Aku akui jika Manjar Bisma dulunya adalah pengawalku yang sangat setia. Namun aku awalnya tidak mengetahui jika ia ternyata telah pindah tugas ke Wirabraja. Aku baru tahu beberapa saat setelah dia tidak lagi terlihat menjadi pengawalku. Namun setelah aku tahu ternyata dia pindah le Wirabraja aku pikir dia ingin mencari suasana baru. Mengingat prajurit itu punya cita-cita yang tinggi, maka aku membiarkannya di sana!”

“Adakah engkau pernah memangilnya untuk mencari tahu alasan dia pindah. Jawabannya tidak kan? Hal itu dikarenakan engkau sendirilah yang memindahkannya. Dia menjadi alat dan strategimu untuk membuat kami curiga dengan kesatuan Wirabraja. Setelah peristiwa itu bukankah aku meminta saran darimu Raden Sabtu?”

“Ya paman. Aku meminta paman untuk memberikan tugas khusus menjaga penginapan Mandau agar para pendekar kita yang akan adu tanding terbebas dari racun musuh. Tetapi ternyata di penginapan itu terjadi banyak kejadian. Puncaknya Binar Lawang dibunuh dan seluruh jagoan kita diracuni. Berdasarkan titah Yang Mulia raja Palembang aku kemudian menyingkirkan prajurit dari kesatuan Wirabraja dan memberikan tugas khusus kepada prajurit dari kesatuan Ulung. Ternyata keputusan aku itu salah dan mau tidak mau harus aku akui bahwa dalam hal ini aku kalah strategi dan masuk dalam jebakan musuh!”

“Nah berbagai peristiwa itulah yang akhirnya aku simpulkan. Menurutku semua strategi dan taktik itu telah direncanakan dengan matang. Siapa perencananya? Tak mungkin orang itu hanya sekelas wedana. Setelah mengaitkan kedekatan Sentri Payu dengan Manjar Bisma dan aku juga mengamati gerak-gerik yang mencurigakan dari Sentri Payu. Puncaknya malam ini ketika dia kuajak untuk menghadap raja, tanpa menunggu persetujuan dariku secara ugal-ugalan dia membawa serta prajurit pengawalnya. Bagaimana engkau menjelaskan hal ini Sentri Payu?”

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang