Di pelabuhan

2.3K 84 2
                                    

Raden Kuning, Punggawa Tuan dan Bujang Jawa mengerahkan tenaga dalamnya agar perahu nelayan yang ditumpangi mereka lebih cepat membelah malam di Sungai Bengawan Solo. Jika saja ada yang memperhatikan kecepatan perahu kecil itu, pasti mereka akan menyadari bahwa perahu melaju dengan tidak wajar. Maklumlah tiga orang penumpangnya adalah prajurit pilihan Keraton Djipang.

Subuh membayang, tujuan mereka nampak semakin dekat. Raden Kuning memberikan aba-aba agar dua rekannya menghentikan pengerahan tenaga tak biasa mereka. Mulailah perahu melaju dengan normal. Dari kejauhan nampak pelabuhan Tuban berwarna-warni, ramai oleh perahu yang ditambatkan di dermaga. Dalam pandangan mata Raden Kuning, keramaian itu tidak wajar. Entah apa sebabnya ia berpikir seperti itu. Yang jelas ia hanya mengandalkan instingnya saja.

Tak ingin menarik perhatian orang, Bujang Jawa menepikan perahu ke dermaga. Tambang pengikat perahu lalu dikaitkan ke tepian, tiga pria gagah yang kini menyamar sebagai nelayan itu, berloncatan ke daratan.

Penyamaran mereka sangat sempurna. Orang-orang yang beraktivitas di pelabuhan, tidak ada yang curiga dengan kedatangan perahu prajurit Djipang itu.

“Kita berpencar. Saat matahari tepat di atas kepala, kita bertemu lagi di sini. Jika terjadi peristiwa, selamatkan diri masing-masing, kembali ke Kapal Jung. Tuan, engkau menjaga perahu!” Bisikan Raden Kuning itu menjadi perintah bagi keduanya.

Raden Kuning tidak lagi menoleh ke belakang. Ia segera menghilang di tengah kerumunan aktivitas warga Tuban di tepian sungai Bengawan Solo. Tempat yang ditujunya adalah warung kopi. Ya, jika ada pergerakan pasukan Tuban pastilah terlihat banyak orang di sana.

Benar saja dugaan Raden Kuning. Warung kopi tanpa nama itu dipenuhi pengunjung. Pandangan Raden Kuning seketika diedarkannya ke penjuru tempat itu. Ada tiga meja besar yang disatukan berisi sepuluh orang laki-laki bertubuh besar. Suara mereka berisik sekali, seakan-akan mereka adalah penguasa di tempat itu. Raden Kuning segera memilih tempat kosong di belakang mereka.

“Sudah seharian penuh kita menunggu pelarian itu, tetapi tidak ada tanda-tanda mereka akan tiba di sini. Jika sampai besok pelarian itu tidak muncul, aku lebih baik pulang mengeloni istriku, hahahaha.....!”

Pria gendut berkumis lebat itu terkekeh. Nampak matanya merah akibat terpengaruh tuak. Teman-temannya pun ikut tertawa.

Ketika itu ada seorang wanita berkulit hitam manis melintas di dekat meja para pemabuk tersebut. Suara si kumis makin menjadi. Ia bahkan terang-terangan mencegat langkah perempuan berpakaian pria itu.

“Mau kemana nona cantik. Aku mengurungkan niatku pulang ke rumah jika engkau sudi menemaniku di sini,” pria berkumis kembali terkekeh. Tangannya diarahkannya ke dagu wanita. Namun ia kecele. Wanita itu dengan tenang mengibaskan ujung bajunya dan menampar tangan jahil yang bermaksud melecehkannya.

Tak ayal si kumis berteriak kesakitan. Tubuhnya yang besar terpelanting ke samping. Sontak semua temannya berdiri dan langsung menyerang wanita itu. Tanpa dikomando, mereka berusaha menyergap tubuh mungil yang kini melompat mundur ke belakang.

“Engkau telah menghina prajurit Tuban. Terimalah senjata kami!”

Hardikan si kumis itu laksana instruksi yang menggerakkan senjatanya masing-masing. Pertarungan yang seharusnya berat sebelah itu justru menempatkan si wanita di atas angin. Tidak ada satupun serangan sepuluh laki-laki seram yang berhasil menyentuh tubuhnya. Bahkan sekali sontak sepuluh pria yang mengaku prajurit Tuban itu terlempar keluar warung kopi. Salah seorang diantaranya kemudian meniup peluit tanda bahaya, tetapi sang wanita tetap tenang. Ia bahkan duduk manismemanggil pelayan.

“Buatkan aku teh panas dan suguhkan aku kue!”

Panggilannya itu malah membuat pelayan ketakutan. Di luar sana, sepuluh pria yang terlempar keluar telah bangkit dan bersiap-siap menunggu kedatangan temannya untuk menangkap gadis galak itu.

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora