Cermin

1K 47 2
                                    

“Lihat jurus!” Tetiba pria yang tengah berlatih itu menyerang Raden Kuning dengan jurus 𝘣𝘦𝘯𝘦 𝘮𝘶𝘺𝘦𝘯. Gerakannya tak beraturan, memukul dan menendang berbarengan. Jurus pertama 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘳𝘢𝘯𝘪𝘯𝘨 𝘥𝘶𝘮𝘢𝘥𝘪 itu berubah menjadi ganas ketika dimainkan oleh orang yang mirip dengan Raden Kuning tersebut. Mendapat serangan dadakan, Raden Kuning sempat terperanjat. Namun, ia segera dapat menguasai keadaan dan meladeni serangan lawan dengan jurus yang sama.

“Aih, mengapa engkau menyerangku, kisanak?” tanya Raden Kuning.

“Jangan banyak bertanya engkau, Raden Kuning. Terkadang tanpa alasan pun bisa menjadi alasan kita untuk melakukan sesuatu.”

Dua pria itu saling menyerang dengan jurus yang sama. Kedua orang yang berwajah serupa tersebut seperti orang awam yang tengah berkelahi. Pukulannya tak beraturan, seperti orang yang tidak mengerti ilmu silat. Itu adalah keistimewaan jurus 𝘣𝘦𝘯𝘦 𝘮𝘶𝘺𝘦𝘯. Mereka berdua jual beli pukulan dan tendangan seperti orang ngawur, tetapi dibaliknya terkandung gerakan tipuan yang dapat memperdaya lawan.

“Kisanak, hadapilah jurus keduaku, 𝘴𝘢𝘯𝘫𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘪𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘦!” Tetiba pria yang mirip dengan Raden Kuning melompat ke belakang. Ia kemudian menutup matanya. Ya, jurus kedua 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘳𝘢𝘯𝘪𝘯𝘨 𝘥𝘶𝘮𝘢𝘥𝘪 itu memang mengandalkan indera perasa untuk mendeteksi serangan lawan. Jurus ini cenderung berfungsi sebagai jurus pertahanan. Orang yang menggunakan jurus 𝘴𝘢𝘯𝘫𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘪𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘦 akan segera melakukan serangan balasan pada saat serangan lawan luput.

Raden Kuning melakukan hal yang sama. Ia menutup matanya. Kembali jurus yang sama digunakan oleh kedua orang itu. Namun uniknya di tangan orang yang mirip Raden Kuning itu, jurus 𝘴𝘢𝘯𝘫𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘪𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘦 berubah menjadi jurus menyerang. Dengan sigap ia menerjang ke arah lawannya dan melepaskan pukulan mematikan. Raden Kuning yang mengandalkan pendengarannya dengan tenang menggeser tubuhnya ke samping kanan. Ia kemudian membalas serangan lawan dengan serangan yang lebih ganas lagi. Keduanya saling serang dengan jurus 𝘴𝘢𝘯𝘫𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘪𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘦.

“Mengapa engkau meniru semua gerakanku, Raden Kuning. Lawanlah dengan jurus lain.” 

“Aku justru ingin mengukur seberapa matang penguasaanmu atas jurus-jurus yang aku kuasai. Engkau adalah aku dan aku adalah engkau. Bukankah itu adalah makna dari semua ini,” Raden Kuning menyerang musuhnya dengan kata-kata.

“Ah, tak usah engkau banyak berfilsafat. Sambut jurus ketigaku, 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘮𝘱𝘢𝘩 𝘪𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘶𝘳𝘶𝘴!”

Keduanya kembali jual beli serangan. Jurus ketiga itu mengandalkan langkah kaki untuk menyerang dan bertahan. Jurus ini adalah jurus langkah ajaib. Ia berfungsi untuk menghindarkan serangan musuh. Tetapi lagi-lagi ketika dimainkan oleh pria yang mirip Raden Kuning itu, jurus langkah ajaib berubah sifatnya menjadi jurus menyerang.

“Engkau membalikkan sifat dari jurus-jurus 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘳𝘢𝘯𝘪𝘯𝘨 𝘥𝘶𝘮𝘢𝘥𝘪. Engkau bukanlah aku. Tetapi engkau adalah cerminan dari diriku,” Raden Kuning berseru kaget. Ia baru mendapati fakta bahwa orang yang menyerang dirinya itu adalah kebalikan dari dirinya.

Merasa musuhnya sudah mulai mampu menganalisa keadaan, pria yang mirip Raden Kuning merubah gerakannya. Ia memainkan jurus 𝘮𝘢𝘵𝘪 𝘴𝘢𝘬 𝘫𝘦𝘳𝘰𝘯𝘪𝘯𝘨 𝘶𝘳𝘪𝘱. Sifat dasar gerakan jurus keempat ini adalah menahan semua panca indera sehingga ia akan seperti orang mati. Selain dapat digunakan untuk menipu lawan, kehebatan jurus keempat itu adalah ia mampu merubah tubuh menjadi media yang luas untuk menampung sekuat apapun tenaga pukulan lawan dan membalikkan pukulan itu dengan dua kali lipat tenaga lawan.

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang