Perguruan Wanakerta

968 41 3
                                    

Perahu yang ditumpangi Raden Kuning terperangkap jala. Mereka kini terancam oleh datangnya pria berseragam hitam-hitam yang tetiba datang dari segala arah. Beberapa diantara mereka muncul dari dalam air dan menarik ujung-ujung jala sehingga perangkap jala itu semakin kuat mengikat perahu beserta penumpangnya. Raden Kuning masih terlihat tenang. Ia malah sepertinya tak menghiraukan orang-orang yang datang. Tetiba dari tubuhnya memancar aura kuning dan sekali hentak, jala perangkap itu hancur berantakan.

"Jangan menyerang. Aku saudara seperguruan kalian. Sampaikan kepada guru Ki Ageng Selamana bahwa aku, muridnya Raden Kuning hendak menghadap beliau." Raden Kuning bersuara lantang. Seketika terjadi kegaduhan di tempat itu. Pria berpakaian hitam-hitam nampak bergumam setelah mengetahui siapa yang datang.

"Sambut saudara seperguruan kita, Raden Kuning. Ayo cepat beri hormat kepada beliau. Guru memang telah menyampaikan firasatnya jika kita akan kedatangan Kakang Raden Kuning." Seketika pria berseragam hitam-hitam memberi hormat. Dari balik rerimbunan semak perdu muncul dua perahu yang dikemudi pria berseragam hitam. Dengan isyarat tangannya ia meminta agar Raden Kuning dan rombongan mengikuti mereka. Tetiba belasan pria yang sebelumnya bersiap menyerang Raden Kuning kembali menghilang di balik semak perdu.

Raden Kuning memerintahkan prajurit pendayung untuk mengemudi kembali perahunya. Setelah melewati jalur sungai yang berkelak-kelok, mereka akhirnya tiba di sebuah dermaga yang terbuat dari kayu. Penunjuk jalan mengikat perahu di dermaga diikuti oleh rombongan Raden Kuning. Dengan sigap Rempa Balin melompat ke daratan diikuti oleh Raden Kuning. Tetiba di tempat itu ramai muncul pria-pria berseragam hitam.

"Selamat datang di perguruan wanakerta, Kakang. Guru kerap sekali menceritakan hal ihwal tentang dirimu ketika menerima petunjuk guru di pinggiran sungai Bengawan Solo. Cerita itu membuat kami lebih bersemangat untuk menguasai ajaran-ajaran guru. Aku Serapen Dihya, murid madya di perguruan ini mewakili guru Ki Ageng Selamana untuk menyambutmu." Pria berseragam hitam itu rupanya menjadi utusan gurunya untuk menyambut rombongan yang baru datang itu. Tanpa banyak bicara, Raden Kuning segera menghampiri mereka dan memeluk saudara seperguruannya tersebut satu persatu.

"Aih, aku merasa terhormat sekali, Kakang. Aku rasa akulah yang harus memanggilmu dengan sebutan kakang mengingat pastinya engkau lebih lama menjadi murid guru." Raden Kuning terlihat sumringah. Ia kemudian mengikuti langkah kaki Serapen Dihya. Mereka berjalan kaki masuk ke dalam hutan lebat. Setelah setengah hari perjalanan, Raden Kuning akhirnya tiba di sebuah dataran tinggi. Dari tempat itu mereka dapat melihat bahwa di bawah sana terdapat perkampungan yang dikelilingi oleh pagar kayu dolog. Serapen Dihya menuruni tebing tinggi itu dengan menapak tangga yang terbuat dari tanah yang telah dibentuk dengan menempatkan batu-batu besar sebagai pijakan.

Tak sabar Raden Kuning menuruni tangga batu itu. Ia mengempos tubuhnya dan melompat dari ketinggian kemudian bersalto. Ia tiba di daratan di bawah tebing dengan mulus. Pria berpakaian hitam-hitam yang mengawal mereka terlihat takjub dengan atraksi yang baru saja dilakukan oleh pria yang ternyata menjadi legenda di perguruan wanakerta itu.

Pagar terbuat dari kayu dolog itu memiliki pintu gerbang yang dijaga oleh lima murid kelas bawah. Saat melihat Serapen Dihya mereka segera membuka pintu gerbang dan mempersilakan tamu yang baru datang masuk ke dalam perkampungan.

Rumah-rumah panggung terbuat dari kayu berjejer saling berhadapan. Rempa Balin tak henti-henti memandang bangunan itu seraya berdecak kagum. Ya, rumah yang terbuat dari kayu itu memiliki corak ukiran yang indah. Motif yang terpahat di muka rumah adalah motif bunga dan dedaunan. Ukirannya memanjang dan saling menyilang membuat ikatan satu sama lain, menambah indah dan unik ukiran tersebut. Sepertinya itu bukanlah motif ukiran yang umumnya ada di tanah Jawa.

"Motif ukiran rumah kayu ini sungguh unik dan berbeda dengan ukiran kebanyakan. Pastilah diantara murid-murid Ki Ageng Selamana terdapat seniman pemahat kayu sehingga dapat membentuk rumah kayu yang apik seperti ini," Rempa Balin bergumam sendiri.

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Where stories live. Discover now