Sakit Putri Cala

1.1K 43 0
                                    

Raden Kuning sontak terkejut ketika dirinya diserang dalam air. Gadis bersisik itu sangat lincah di dalam sungai. Ia berupaya menenggelamkan orang yang ingin mengobatinya itu. Matanya bersinar terang dalam air, seperti mata kucing di malam hari. Raden Kuning yang memiliki kepandaian mumpuni di daratan, sempat kelabakan menghadapi serangan di dalam air. Namun ia kemudian menggunakan pukulan lesus sing purun damel. Seketika air yang terkena pukulan maut itu berubah menjadi es. Gadis aneh itu langsung terkurung es sehingga tak mampu lagi melawan.

Raden Kuning segera menggotong balok es berisi putri Mentrabang itu ke rumah kayu. Mentrabang segera membantunya menyambut tubuh putrinya yang telah terkurung balok es. Mereka kemudian membawanya ke rumah warga terdekat. Raden Kuning dengan pakaian basah kuyup mengiring langkah kaki pimpinan para perompak bendawa itu dengan tenang.

“Janganlah engkau khawatir, paman Mentrabang. Putrimu akan baik-baik saja. Aku hanya membekukan air di sekitar tubuhnya.” Raden Kuning mengusap tangannya ke bongkahan balok es. Seketika es mencair dan dengan sigap ia menotok pundak gadis liar itu hingga ia tak bisa melawan.

“Tolonglah putriku ini, Bagus Kuning. Aku akan ikuti semua kehendakmu jika putriku satu-satunya ini bisa sembuh seperti sediakala lagi.” Hilang sudah kebengisan Mentrabang saat bicara tentang kesembuhan putrinya.

Raden Kuning segera memeriksa tangan kanan putri bersisik itu. Aneh sekali, nadinya berdenyut tidak beraturan layaknya manusia normal. Raden Kuning kemudian memeriksa tangan kirinya. Namun di saat itu, putri bersisik ternyata telah bebas dari totokan dan ia segera memukul wajah Raden Kuning dengan sekuat tenaga. Beruntung pria pilih tanding itu memiliki indera perasa yang peka. Mendengar ada angin tenaga yang kuat hendak memukul wajahnya, ia segera menarik  tangannya dan menyambut pukulan.

“Plak, aduh!” Sang putri berteriak kesakitan. Ia seperti memukul balok es yang licin dan dingin. Raden Kuning sengaja mengerahkan tenaga semestanya untuk menangkis pukulan lawan yang belum diketahui kekuatannya.

Dalam hatinya Raden Kuning merasa janggal. Jika melihat dari tenaga pukulannya, jelas bahwa gadis itu tidak memiliki kepandaian tinggi. Tetapi dengan cepat ia mampu membebaskan totokan di tubuhnya. Padahal untuk orang yang berkepandaian tinggi saja, sangat sulit untuk membebaskan diri dari totokannya. Terlebih ketika berada di air tadi, gadis aneh itu seperti orang yang memiliki kepandaian tinggi. Tak sempat ia berpikir panjang, Raden Kuning kembali menotok gadis itu. Kali ini ia mengerahkan seluruh tenaga dalamnya.

“Penyakit yang diderita oleh putrimu ini sangat aneh. Aku belum bisa memperkirakan apakah sesungguhnya yang diidap olehnya, paman Mentrabang. Belum pernah tabib Yu mengajarkanku tentang adanya penyakit seperti ini. Biarlah aku bawa saja putrimu ini ke kampung kami untuk diobati.” Tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu Raden Kuning langsung berkelebat menyambar tubuh putri Mentrabang. Mereka yang berada di sana hanya tertegun melihat kejadian yang berlangsung cepat itu.

“Aku pinjam putrimu dan aku titip ayahku Huanglo. Perlakukan ia dengan baik!” Dari kejauhan Raden Kuning mengirim suara. Anak buah Mentrabang yang berusaha mengejar terpaksa mengurungkan niatnya karena dilihatnya pemimpin mereka memberikan isyarat melarang.

“Mungkin memang lebih baik putri Cala dibawa oleh laki-laki pilih tanding itu. Biarlah tabib Yu mengobatinya. Kurasa ini memang jalan yang terbaik untuk putriku yang malang itu,” ujar Mentrabang sedih.

Raden Kuning menggunakan ilmu meringankan tubuh untuk segera pergi dari kampung terpencil itu. Sayangnya ia lupa harus menempuh jalan yang mana. Tanpa disadarinya, ia tersesat jauh ke dalam hutan perawan yang belum pernah didatangi manusia. Hutan itu dipenuhi pohon besar yang berdaun lebat. Sore datang, Raden Kuning masih saja belum bisa mencari jalan keluar.

“Aih, dimana ini kita. Sudah setengah hari rasanya aku hanya berputar-putar di sini-sini saja. Sepertinya kita akan menginap di sini putri. Kita akan mencari tempat untuk berteduh dari malam yang gelap ini!” Raden Kuning terpaksa mengajak bicara gadis bersisik yang menjadi tawanannya. Tak mungkin dilanjutkannya pencarian itu karena malam telah membayang.

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Where stories live. Discover now