Latarbelakang

787 40 3
                                    

“Setelah Sultan Banten pertama Maulana Hasanuddin wafat, berdasarkan persetujuan dewan wali, putera sulung beliau Maulana Yusuf diangkat menjadi sultan baru di Banten. Dalam garis keturunan sungguhlah memang Sultan Maulana Yusuf yang paling tepat diangkat sebagai sultan. Namun dalam silsilah sekutu kesultanan Banten, naiknya sultan baru anak dari istri pertama Maulana Hasanuddin itu kuranglah strategis. Mengapa? Karena ibu sultan baru itu adalah puteri Indrapura, bukanlah trah kerajaan Demak.” Punggawa Wijamanggala memulai kisahnya. Raden Sinjar mendengarkan cerita itu dengan seksama.

Ya, Sultan Maulana Hasanuddin memiliki adik laki-laki lain ibu bernama Pangeran Arya. Ibu Pangeran Arya adalah Ratu Ayu Kirana, putri Sultan Trenggono raja Demak. Sejak kecil Pangeran Arya diasuh oleh bibinya Ratu Kalinyamat. Dalam sepuluh tahun pemerintahannya, Maulana Yusuf berhasil membuktikan bahwa di bawah tangan dinginnya Kesultanan Banten semakin besar wilayah kekuasaannya.

Namun, baru sepuluh tahun berkuasa Sultan Maulana Yusuf dilanda sakit. Sakitnya Sultan Banten itu di tengah rencana memperluas kejayaan Kesultanan Banten dengan menaklukkan wilayah lain. Salah satunya rencana menaklukkan keraton Palembang. Rencana menundukkan Palembang ini diusulkan langsung oleh Ratu Ayu Kirana. Selain memiliki kekerabatan dengan kerajaan Demak, Palembang saat ini bukanlah dipimpin oleh trah Demak. Di samping itu menyerang Palembang sama saja dengan menghindarkan Banten dari potensi perang saudara.

“Putra Maulana Yusuf masih sangat kecil. Jika beliau mangkat, maka dikhawatirkan Pangeran Arya akan berupaya menduduki tahta Sultan Banten. Jika Palembang berhasil ditaklukkan, maka Pangeran Arya akan menjadi Sultan di Palembang sekaligus sebagai bagian dari kesultanan Banten dan trah Demak. Rencana merebut Palembang ini bermula dari pandangan salah seorang Dewan Wali Banten, Syekh Abdullah Syuk. Ia juga memiliki hubungan dengan Demak karena gurunya adalah Sunan Kalijaga. Mendengar usulan Dewan Wali Banten itu, Ratu Ayu Kirana langsung menyetujuinya. Ia kemudian ditunjuk langsung oleh Sultan Banten untuk memimpin upaya penaklukan Palembang,” Wijamanggala meneruskan kisahnya.

“Lalu jika memang ingin merebut Palembang, mengapa tidak langsung menyerang saja, Paman. Mengapa harus mengambil jalan memutar dengan terlebih dahulu mengasingkan keraton Palembang dari bantuan luar?” tanya Raden Sinjar.

“Pangeran Jepara sebutan untuk Pangeran Arya, putra bungsu Sultan Banten pertama Maulana Hasanuddin, pernah menyerang Portugis di Malaka. Ia dibantu oleh pasukan perang Banten yang dipimpin oleh Kiai Demang Laksamana. Artinya Pangeran Arya memiliki banyak telik sandi di Malaka karena pernah menyerang Portugis di Malaka. Upaya mengusir Portugis itu merupakan permintaan dari Kesultanan Malaka yang hasil buminya dikeruk oleh penjajah Portugis. Nah dari sanalah semua berita tentang Palembang berasal termasuk adanya rencana adu tanding yang menghadirkan para ahli silat dari kawasan selat Malaka. Syekh Abdullah Syuk mengirim beberapa anak muridnya untuk melakukan kontak dengan kesultanan Malaka untuk diutus mewakili Malaka. Hal ini dilakukan untuk menjajaki kabar berita bahwa di Palembang banyak terdapat orang sakti,” jawab Wijamanggala.

“Aih, jadi semua urusan kapiran ini semata hanyalah ditujukan untuk menyelidiki sejauh mana kehebatan dan kekuatan keraton Palembang. Lalu, berita apa yang kalian dapatkan tentang Palembang, paman?” tanyanya lagi. Wijamanggala menghela nafas panjang sejenak. Selanjutnya ia melanjutkan kisahnya tanpa melihat wajah Raden Sinjar dan Kyai Muara Sungsang.

“Nama Raden Kuning sangat tersohor di Banten. Ia bukan saja terkenal karena menjadi salah satu perwira tinggi di keraton Palembang, tetapi ia juga dikenal memiliki kekerabatan dekat dengan Demak. Selain itu, Raden Kuning didukung oleh Tuban, Lasem dan sejumlah keraton di wilayah Pulau Jawa. Ia bahkan disebut-sebut pernah berguru langsung dengan Sunan Kalijaga. Kepiawaiannya dalam ilmu beladiri dan ilmu perang membuat Ratu Ayu Kirana sangat memperhitungkan Palembang. Tak kusangka hari ini aku bertemu dengan putra beliau.”

“Segala urusan petatah petitih ayahku yang kesohor itu tak penting, paman. Lanjutkanlah kisahmu yang lain,” potong Raden Sinjar.

“Baiklah, Raden. Aku lanjutkan ceritanya. Selain faktor Raden Kuning dan orang-orang berkepandaian tinggi itu, keberadaan Pangeran Arya Mataram di pihak Palembang dianggap juga akan menjadi batu sandungan untuk menundukkan Palembang jika Banten hanya menggunakan alasan trah. Untuk memastikan kemenangan kami, Palembang harus ditutup dari bantuan luar. Rencanaya, setelah berhasil menakar seberapa besar kekuatan Palembang, maka Anggota Dewan Wali Banten Syekh Abdullah Syuk akan mendampingi Pangeran Arya untuk merebut Palembang.”

“Hei, sedemikian rumitkah urusan takluk menakluk ini. Aih, aku hanyalah anak dusun yang tidak mengenal dunia luar, paman. Namun dari kisahmu ini, ada satu pertanyaan yang mengganjal hatiku. Paman belum mengenalkan diri. Kalau dari wajahmu, aku bisa menyimpulkan bahwa paman bukanlah berasal dari Banten?”

“Engkau sungguh cermat, Raden. Sebagaimana yang sudah aku sampaikan kepada Kyai Muara Sungsang, aku adalah pendatang. Kami adalah pedagang asal Mailapore, Tamil. Sehari-hari aku bertugas mengurusi perdagangan di Pelabuhan Banten. Sesekali, aku berdakwah keliling daerah pedalaman. Setelah datangnya Syekh Abdullah Syuk, aku direkrut menjadi prajurit yang bertugas memperkuat jejaring telik sandi Kesultanan Banten. Anggota Dewan Wali Syekh Abdullah Syuk yang juga keturunan India menaruh percaya kepadaku sehingga aku perlahan-lahan diberi kepercayaan sebagai perwira tinggi berpangkat punggawa.”

“Lalu adakah hal lainnya yang belum engkau ceritakan, paman?”

“Kami mendapat bantuan orang dalam. Jika saat ini kalian berada di keraton Palembang, pastilah akan banyak terjadi kekacauan di sana. Penyusup yang kami tugaskan untuk mempengaruhi beberapa prajurit tinggi Palembang telah berhasil merusak pentas adu tanding. Selain itu....., ah baiknya aku tak berkisah hal itu kepadamu, Raden.” Wijamanggala terlihat meragu.

“Ayolah, paman. Ceritakan semua. Aku tak mungkin bisa membocorkan ceritamu ini ke luar karena seluruh penjuru Sungsang telah terkepung oleh pasukanmu.” Raden Sinjar berupaya menyakinkan Punggawa Wijamanggala.

“Sultan Maulana Yusuf punya kontak dengan petinggi keraton Palembang. Konon katanya ada kerabat ibunya yang menjadi petinggi di keraton Palembang. Aku dengar melalui orang itulah diatur strategi membuat kekacauan. Berdasarkan berita dari orang dalam itu, kami bisa mengetahui seberapa kuat prajurit di Palembang. Tetapi, sungguh berat untuk dapat menyakinkan orang dalam itu. Satu-satunya alasan ia mau membantu adalah janji Sultan Maulana Yusuf yang ingin menyatukan Palembang dengan Banten melalui pelurusan trah dan perkawinan.”

“Aih, sungguh ceritamu ini tak bisa menyangkut di kepalaku, paman. Segala macam siasat, strategi dan rencana yang telah kalian susun itu menurutku tak akan berjalan sesuai kehendak kalian jika Allah tidak berkehendak. Takdirlah yang akan menghalangi kalian merebut Palembang, paman. Mengingat pengorbanan orang tua kami, Yang Mulia Pangeran Arya Mataram yang lebih memilih jalan dakwah ketimbang terlibat urusan kerajaan. Aku baru mengerti sekarang, jika imbalan dari kekuasaan itu dapat berbentuk aksi saling membunuh. Aih, sungguh jauh dari ajaran Allah. Memerangi saudara seiman, hanya karena urusan trah dan berbagi tahta. Sungguh sangat tidak masuk akal.” Raden Sinjar bergumam pelan. Sepertinya itu adalah suara hatinya yang tak sengaja keluar begitu saja dari mulutnya. Kyai Muara Sungsang yang sedari tadi hanya menjadi pendengar setia kemudian buka suara.

“Terimakasih engkau telah menceritakan semua alasan untuk perang ini, muridku. Tetapi ingatlah janganlah engkau menjadi pimpinan pasukan yang suka berbuat dzalim merampok, memperkosa dan menghalalkan segala cara dalam perang. Palembang bukanlah musuh kalian. Seharusnya kami yang masih mualaf dalam ber-Islam ini menjadi mustahik yang menerima uluran bantuan tangan dari Sultan Banten. Bukannya malahan diperangi. Tetapi, terlepas dari semua latar belakang itu, aku ingin engkau membuat ketetapan di kampung ini.”

“Ketetapan apakah itu guru?” Wijamanggala seketika melontarkan tanya.

“Aku ingin rumah dan masjid ini menjadi daerah bebas perang. Artinya semua orang yang berada di tempat ini tidak boleh kalian lukai. Semua yang berada di tempat ini adalah saudara.”

“Baiklah, guru. Aku akan segera mengumumkan hal itu kepada seluruh prajurit.”

“Hei, rupanya engkau berada di sini Punggawa Wijamanggala. Sedari tadi aku mencarimu, ternyata engkau malah enak-enakan bersantai di masjid ini dengan musuh. Cepat tangkap mereka jika engkau tidak ingin dituduh pengkhianat!”

(Bersambung)

Apa yang akan terjadi selanjutnya. Siapakah orang yang baru datang itu? Baca terus kisahnya ya...
kalau ada salah-salah ketik dipermaklum ya, soalnya gak sempat ngedit lagi...

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang