Gadis bersisik

1.1K 45 0
                                    

Penampilannya yang rapih ternyata tak sesuai dengan sifat aslinya yang bengis. Ya, orang yang baru saja mengancam Raden Kuning itu adalah Mentrabang, pimpinan bajak laut bendawa. Entah dari mana perompak sadis itu mendapat berita tentang dongli yu. Raden Kuning terperanjat mendengar ancaman orang itu. Jika saja Huanglo tidak ditahan mereka, pastilah orang itu telah dipukulnya agar tidak lagi bicara kasar.

“Aku tak ingin maka daging ikan yang tak enak itu. Ikan itu sendiri yang masuk ke mulutku. Puh, rasanya pun tak enak. Jika engkau menginginkan khasiatnya, engkau pasti keliru. Aku saja harus diobati tabib Yu dan hampir mati setelah makan ikan sialan itu.” Dengan sikap tenang Raden Kuning menjawab hardikan tuan rumah.

“Banyak bicara kau. Biar aku hisap saja darahmu dan kukorek jantungmu agar saripati dongli yu bisa kudapat!”

“Jika engkau memang kebelet untuk menghisap saripati dongli yu, tunggulah pagi hari. Nanti aku berikan kepadamu dengan cuma-cuma.”

“Maksudmu engkau tahu bagaimana cara mengeluarkan khasiat dongli yu dari dirimu?” Mentrabang penasaran.

“Ya, aku tahu. Kau tunggulah pagi hari ketika aku buang air besar, nanti seluruh saripati makanan yang pernah aku telah, pasti akan keluar!” Raden Kuning terbahak.

“Kurang ajar kau!” Wajah Mentrabang merah padam. Ia langsung menyerang Raden Kuning dengan jurus maut. Sekilas ilmu silat yang dimainkannya sangat tak lazim. Jurus-jurusnya seperti menirukan gaya ikan. Terkadang meliuk-liukkan pinggulnya terkadang melompat ke atas seperti lumba-lumba. Namun angin pukulan yang ditimbulkan dari setiap gerakannya sangat dahsyat. Gerakan anehnya itu diikuti dengan suara mendecit. Raden Kuning segera melompat ke belakang. Ia segera menggunakan jurus langkah ajaibnya.

Penggunaan jurus langkah ajaib yang dimainkan oleh Raden Kuning telah melenceng jauh dari aslinya. Jika sebelumnya jurus itu menggunakan dasar tenaga inti bumi, tetapi karena di dalam tubuhnya hanya ada tenaga semesta, maka berpengaruh terhadap gerak dan langkah jurus sakti itu. Gerakan tak beraturannya masih menjadi andalan jurus bertahan itu. Tetapi dengan penggunaan tenaga semesta, gerakan tak beraturan itu bertambah aneh karena langkah kaki Raden Kuning kaku seperti orang menirukan gerak kayu, patah-patah.

Mentrabang yang murka terus mendesak Raden Kuning yang sedari tadi hanya menggunakan jurus bertahan. Setelah belasan jurus berlalu, Mentrabang melompat ke belakang dan memasang kuda-kuda. Kedua tangannya diletakkannya ke pinggul, mulutnya menghirup nafas dan kemudian ia berputar-putar. Awalnya putaran tubuhnya masih dapat diikuti oleh mata, tetapi lama kelamaan putarannya seperti gasing dan menimbulkan angin puting beliung. Hebat sekali jurus yang tengah dimainkan olehnya.

Raden Kuning segera melompat jauh ke belakang. Ia ragu untuk meladeni kegilaan orang itu. Di benaknya terpikir  nasib Huanglo dan juga dengan kondisi separuh tenaganya digunakan untuk menetralisir racun perampas tulang, ia tak yakin dapat memainkan jurus sangkan paraning dumadi dengan sempurna. Tetapi Raden Kuning tak sempat berpikir lama, angin puting beliung itu terus membesar dan sekarang menuju ke arahnya.

Raden Kuning segera mengempos tenaga semesta ke bagian dadanya. Ia bersiap menggunakan jurus kedelapan 𝘭𝘦𝘴𝘶𝘴 𝘴𝘪𝘯𝘨 𝘱𝘶𝘳𝘶𝘯 𝘥𝘢𝘮𝘦𝘭. Tangannya dirapatkan dan diangkat ke atas sedangkan kaki mengempos di tanah hingga tubuhnya mencelat ke atas kemudian turun dengan tubuh berputar seperti gasing. Putaran itu sedemikan hebatnya. Angin puting beliung yang ditimbulkan oleh Mentrabang tersedot sedikit demi sedikit dan berputar-putar di udara mengelilingi tubuh Raden Kuning. Lama kelamaan, angin puting beliung yang ditimbulkan oleh Mentrabang mengecil. Sedangkan di bagian lainnya, Raden Kuning yang memainkan jurus 𝘭𝘦𝘴𝘶𝘴 𝘴𝘪𝘯𝘨 𝘱𝘶𝘳𝘶𝘯 𝘥𝘢𝘮𝘦𝘭 terus mengumpulkan tenaga semesta yang ada di sekitar tubuhnya, termasuk angin puting beliung yang ditimbulkan oleh Mentrabang.

“Hiyat!” Dengan aba-aba teriakan, angin puting beliung yang sebagain besar telah tersedot oleh Raden Kuning berputar itu bergerak mengikuti arah tangannya. Ia kemudian memukul ke arah lawannya.

“Dar!” Suara angin bertubrukan dengan angin itu luar biasa dahsyatnya. Atap rumah kayu yang berada di belakang tubuh Mentrabang berhamburan ke atas. Sedangkan Mentrabang sendiri terpental belasan depa melayang ke atas dan jatuh jauh dari arena perkelahian.

Raden Kuning segera mengatur nafasnya. Sisa racun dari pil biru yang ditelannya masih belum hilang benar. Baru saja ia selesai mengatur nafasnya, tetiba si brewok muncul. Dengan nada mengancam ia meminta Raden Kuning untuk tidak melakukan kekerasan.

“Sekali lagi engkau menggunakan kepandaianmu, jangan salahkan kami jika si tua Huanglo itu mati penasaran,” ancamnya.

Beberapa orang anak buah Mentrabang kemudian datang sambil memapah tubuh pimpinannya. Sedangkan Mentrabang yang terluka masih terlihat murka dan tidak mau dibantu oleh anak buahnya. Dengan tertatih ia berjalan kembali menghampiri Raden Kuning.

“Hebat sekali kepandaianmu. Tak salah jika nama besarmu santer di kalangan perompak. Beruntung sekali Litantong memiliki menantu sepertimu. Tetapi anak muda jangan engkau besar kepala. Engkau bisa saja mengalahkanku seribu kali, namun ingatlah mati hidupnya ayah angkatmu berada di genggamanku,” ujarnya sengit.

Raden Kuning yang bernampilan kalem hanya menanggapi ancaman perompak itu dengan tersenyum. Terlihat sekali jika pembawaan tenangnya cukup menggetarkan hati Mentrabang. Ya, Raden Kuning memang terkenal bijaksana dan tidak grasa grusu. Prajurit pilih tanding keraton Djipang itu justru merasa kasihan dengan Mentrabang. Ia merasa ada sesuatu kesedihan yang disembunyikannya.

“Mati hidupnya manusia itu ada di tangan Allah. Engkau bukanlah malaikat pencabut nyawa. Jadi tak benar jika engkau bisa menentukan mati dan hidupnya seseorang. Lagi pula jika kulihat dari sorot matamu, ada pancaran kesedihan di sana. Menurutku itu adalah karena batinmu terluka parah!” Raden Kuning mengutarakan apa yang dilihat dan dirasakannya.

Ajaib. Mendengar kata-kata Raden Kuning, Mentrabang merespon dengan menitikkan air mata. Wajahnya berubah kalem. Kemudian pimpinan perompak sadis itu dengan isyarat tangannya meminta Raden Kuning untuk mengikutinya. Di bawah pengawalan ketat anak buahnya, mereka berjalan ke ujung Timur kampung. Mereka kemudian masuk ke dalam rumah yang lokasinya menjorok ke sungai. Dan betapa terkejutnya Raden Kuning saat melihat di dalam rumah yang dibangun di atas sungai itu ada seorang gadis yang berwajah cantik tetapi sorot matanya ganjil.

Seluruh tubuh gadis itu bersisik seperti ikan. Matanya bersinar seperti mata kucing. Ia menempati rumah tahanan berbentuk sel yang terbuat dari kayu besi. Di tengah ruang tahanan itu dibuat lubang yang menghubungkan dengan sungai di bawahnya. Lubang yang menghubungkan ke sungai itu juga dipagari dengan kayu besi yang kokoh. Melihat ada orang datang, gadis aneh itu segera melompat ke dalam air.

“Ia adalah anak gadisku. Ia menderita penyakit aneh yang membuatnya seperti ikan yang tidak bisa berlama-lama di daratan. Aku menginginkan dongli yu karena ingin mengobatinya!” Suara Mentrabang terdengar pelan. Nampak sekali jika ia sangat terpukul dengan kondisi anak satu-satunya yang dimilikinya itu.

“Izinkan aku memeriksanya!” Tanpa meminta persetujuan Raden Kuning meminta si brewok membuka jeruji kayu dan dengan gesit ia masuk lalu mencebur ke kolam. Melihat ada yang datang gadis aneh itu langsung menyelam. Ia seperti ikan yang memiliki insang dan bisa bernafas di air. Raden Kuning segera mengejarnya ke dasar sungai.

“Aih!” Raden Kuning mengumpat dalam hati. Gadis yang akan diobatinya itu menarik kakinya jauh ke dasar sungai membuat nyawa Raden Kuning terancam.

(Bersambung)64

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang